Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Koalisi Semakin Gemuk Oposisi Tinggal Secuil, Tapi PKS dan Demokrat Bisa jadi Ancaman...

Koalisi Semakin Gemuk Oposisi Tinggal Secuil, Tapi PKS dan Demokrat Bisa jadi Ancaman... Kredit Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Partai koalisi pendukung pemerintah kini semakin gemuk dengan masuknya Partai Amanat Nasional (PAN). Masuknya partai yang dikomandoi Zulkifli Hasan itu ke barisan pemerintah membuat partai oposisi di parlemen tinggal secuil; Demokrat dan PKS.

PAN sebenarnya bukan partai baru di koalisi pemerintahan Jokowi. PAN pernah bergabung pada periode pertama Jokowi dan mendapatkan 1 kursi menteri. Namun, pada saat menjelang pilpres 2019, PAN memilih mendukung Prabowo-Sandi.

Baca Juga: Tiba-tiba PAN Ikut Rapat Koalisi Pemerintah di Istana, Begini Respon PDIP

Desas-desus PAN bakal masuk lagi dalam koalisi pemerintahan memang sudah lama. Kabarnya makin santer setelah pendiri PAN, Amien Rais keluar dari partai tersebut.

Nah, kemarin, Presiden Jokowi mengundang Ketum PAN, Zulkifli Hasan ke Istana untuk ikut hadir pada pertemuan partai koalisi. Kehadiran Zulhas -sapaan Zulkifli Hasan- di Istana menegaskan PAN sudah bergabung dengan koalisi pemerintah.

Tak cuma Ketum, Sekjen PAN Eddy Soeparno juga diundang Jokowi. Ia ikut berbaur dengan 6 Sekjen partai partai koalisi lainnya.

Zulhas pun ikut diminta memberikan pandangan dan gagasannya dalam pertemuan itu. Zulhas juga menyampaikan terima kasih sudah diundang dalam forum itu.

Terkait kehadiran PAN dalam pertemuan itu, Sekjen Partai NasDem, Johnny G Plate memberikan penjelasannya.

Johnny menekankan, kehadiran PAN disambut baik oleh semua petinggi partai koalisi. Meskipun baru masuk koalisi, Ketum Zulhas dan Sekjen Eddy, sebutnya, bukan orang baru dalam relasi politik selama ini. “Kita sudah punya komunikasi batin yang kuatlah,” katanya.

Dengan masuknya PAN ke koalisi pendukung pemerintah, praktis tinggal Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang berada di luar koalisi pendukung pemerintah alias oposisi. Otomatis, partai oposisi yang selama ini sudah minoritas, suaranya di parlemen semakin tergerus. Tersisa hanya 104 kursi lagi. Demokrat 54 kursi, PKS 50 kursi.

Sementara partai pendukung pemerintah ada 471 kursi. Dari total 575 kursi yang ada di DPR. Terdiri dari PDIP 128 kursi, Golkar 85 kursi, Gerindra 78 kursi, NasDem 59 kursi, PKB 58 kursi, PPP 19 kursi dan tambahan kursi baru dari PAN 44 kursi.

Dari sisi kekuatan di parlemen, jelas partai oposisi bukan lagi saingan sepadan. Tapi mereka bisa jadi ancaman. Karena sikap partai oposisi yang konsisten kritis terhadap pemerintah, justru didengar masyarakat dan menuai simpati.

Itu terlihat dari tren elektabilitas partai oposisi ini yang terus naik di sejumlah lembaga survei. Sementara partai pendukung pemerintah, khususnya PDIP tren elektabilitasnya cenderung turun.

Seperti hasil survei yang dirilis Indikator Politik, kemarin. Partai Demokrat misalnya, yang belakangan cukup kritis terhadap pemerintah, elektabilitasnya naik hampir 3 kali lipat. Dari 3,8 persen di Februari menjadi 9 persen di Juli. Pun demikian dengan PKS, dari 4,7 persen di bulan Februari naik menjadi 7 persen di bulan Juli. Hampir 2 kali lipat.

PAN yang ketika di survei masih berada di luar pemerintahan, elektabilitasnya juga naik tipis. Dari 1,3 persen menjadi 2,2 persen.

Sementara PDIP, meskipun masih berada di puncak dengan elektabilitas tertinggi, tapi trennya menurun. Dari 29,8 persen di Februari menjadi 24,4 persen di Juli. Dengan periode survei yang sama, elektabilitas Gerindra juga turun dari 16,2 persen menjadi 12,8 persen. Sementara PPP, turun tipis dari 3,8 menjadi 3,5 persen.

Tapi anehnya, Golkar, PKB dan NasDem justru naik tipis. Masing-masing dari 6,7 persen, 7,8 persen, dan 2,5 persen naik menjadi 9 persen, 8,2 persen dan 3,5 persen.

Menurut Direktur Indikator Politik, Burhanudin Muhtadi, partai yang paling terdampak dari naik atau turunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Presiden Jokowi adalah PDIP. Nah, kebetulan sejak Mei 2020 sampai Juli 2021, tren kepercayaan pada kemampuan presiden dalam mengatasi pandemi Covid-19 terus menurun.

Begitupun, ketika tingkat kepercayaan dan kepuasan masyarakat terhadap Presiden Jokowi naik, maka PDIP pula lah yang paling diuntungkan. Sementara partai koalisi lain juga terdampak, tapi tidak signifikan. “Yang paling banyak dapat berkahnya itu ya PDIP. Dampak (negatif) paling besarnya juga ke PDIP. Karena memang Pak Jokowi kan kader PDIP,” kata Burhanudin dalam konferensi pers secara virtual kemarin. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Alfi Dinilhaq

Bagikan Artikel: