Arahan Presiden Sering Diterjemahkan Berbeda, Siapa Menteri Yang Mbalelo Kaya Begitu ya?
Presiden Jokowi menerbitkan aturan baru terkait kewenangan menteri atau lembaga dalam membuat peraturan turunan. Menurut Sekretaris Kabinet, Pramono Anung, aturan baru itu dibuat agar arahan Presiden seirama dengan kebijakan menteri. Soalnya, kata Pramono, selama ini banyak arahan presiden yang sering diterjemahkan beda. Nah loh, siapa menteri mbalelo begitu ya?
Aturan baru itu tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2021 tentang Pemberian Persetujuan Presiden terhadap Rancangan Peraturan Menteri/Kepala Lembaga. Dilihat dari salinan dokumen yang diunggah laman resmi Sekretariat Kabinet, perpres tersebut diteken Jokowi, 2 Agustus 2021. Isinya, ada 12 pasal, yang intinya setiap rancangan peraturan menteri atau kepala lembaga harus mendapat persetujuan dari Jokowi sebelum diterbitkan.
Baca Juga: Komnas HAM Beberkan Belum Dapat Jadwal Bertemu Jokowi Bahas TWK KPK
Setidaknya, ada 3 kriteria rancangan peraturan menteri/kepala lembaga yang wajib mendapatkan persetujuan presiden sebelum ditetapkan. Pertama, berdampak luas bagi kehidupan masyarakat. Kedua, bersifat strategis, yaitu yang berpengaruh pada program prioritas Presiden, target pemerintah yang ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP), pertahanan dan keamanan, serta keuangan negara. Terakhir, rancangan peraturan lintas sektor atau lintas kementerian/lembaga.
Pramono menjelaskan, dengan Perpres ini, maka rancangan peraturan menteri atau rancangan peraturan kepala lembaga harus melalui proses harmonisasi oleh Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) sebelum dilaporkan ke Presiden untuk mendapat persetujuan. Setelah proses harmonisasi tersebut, pemrakarsa menyampaikan permohonan kepada Presiden.
“Berdasarkan permohonan yang disampaikan pemrakarsa, Sekretariat Kabinet menyampaikan memo kepada Bapak Presiden untuk mendapatkan persetujuan dari usulan tersebut, dari pemrakarsa tersebut,” kata Pramono dilansir dari keterangan pers Sekretariat Kabinet, kemarin.
Jika Presiden telah memberikan persetujuan, pihak Sekretariat Kabinet segera menyampaikan secara tertulis kepada kementerian/lembaga. Sebaliknya, apabila R-Permen/R-Perka belum mendapatkan persetujuan atau tidak mendapatkan persetujuan oleh Presiden, maka Sekretariat Kabinet akan melakukan pengkajian.
“Tentunya proses itu kita kaji, kita dalami kembali, kita evaluasi apa yang belum atau tidak mendapatkan persetujuan dari Bapak Presiden,” ujar Pramono.
Adapun untuk RPermen/RPerka yang mendapat persetujuan dari Presiden selanjutnya dapat ditetapkan oleh menteri/kepala lembaga pemrakarsa dan diundangkan dalam Berita Negara Republik Indonesia di Kemenkumham.
“Perpres ini tidak dalam rangka untuk memperpanjang birokrasi, sama sekali tidak ada niatan itu. Bahkan, saya secara khusus meminta kepada para deputi substansi yang ada di Sekretariat Kabinet untuk membantu mempercepat kalau ada persoalan-persoalan yang timbul di lapangan,” kata Pramono.
Politikus PDIP itu menegaskan, arahan dan keputusan dalam sidang kabinet dan rapat terbatas yang tertuang dalam risalah harus menjadi acuan dalam menyusun permen (peraturan menteri) maupun perka (peraturan kepala lembaga).
Menurut Pramono, pada periode pertama, seringkali apa yang menjadi arahan, keputusan, kebijakan, putusan dalam rapat terbatas, ternyata diterjemahkan berbeda oleh beberapa kementerian dan lembaga.
“Sehingga, terjadi hal-hal yang kemudian oleh Bapak Presiden dianggap bahwa ini perlu untuk dilakukan penertiban,” ujarnya menambahkan.
Ia melanjutkan, Perpres ini tidak hanya untuk menertibkan pembuatan permen dan perka secara administratif. Tapi juga untuk memastikan bahwa arahan dan keputusan Presiden dalam sidang kabinet atau rapat terbatas diterjemahkan dengan benar dalam permen dan perka tersebut.
“Bapak Presiden meminta kepada kami untuk membuat Perpres ini agar ada ketertiban secara administratif. Tetapi juga semangat, apa yang menjadi arahan Bapak Presiden itu diterjemahkan dengan benar, atau apapun yang diputuskan oleh Presiden di dalam rapat terbatas itu diterjemahkan dengan benar,” ujarnya.
Namun, Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti menilai Perppres ini akan memperpanjang birokrasi. Bahkan melalui Perpres itu, Ray menyebut kekuasaan Jokowi makin power full. “Pemusatan kekuasaan di tangan Presiden ini sudah terjadi dalam dua tahun ke belakang,” kata Ray, kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Soal arahan Presiden diterjemahkan berbeda oleh menteri, menurut dia, tidak harus diselesaikan dengan menerbitkan Perpres. Tapi dengan menunjukkan kepemimpinan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Alfi Dinilhaq