Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Apa Itu Propaganda?

Apa Itu Propaganda? Kredit Foto: Unsplash/Macau Photo Agency
Warta Ekonomi, Jakarta -

Tanpa disadari, mungkin Anda perna dipengaruhi oleh pikiran orang lain. Itulah dilema dalam dunia digital modern di mana hanya sedikit pemasar yang menggunakan beberapa trik psikologis untuk memengaruhi keputusan orang demi keuntungan mereka sendiri tanpa mempedulikan konsekuensinya.

Tetapi Anda tidak perlu khawatir sama sekali di sini, karena kali ini kita akan membahasnya, sehingga Anda dapat dengan mudah mengenalinya dan menghindari diri Anda agar tidak semakin terpengaruh olehnya.

Baca Juga: Apa Itu Iklan Videotron?

Istilah yang digunakan untuk menggambarkan taktik ini adalah “Propaganda“.

Jadi definisi rinci dari propaganda adalah penyebaran informasi yang bisa berupa fakta, argumen, rumor, setengah kebenaran, atau kebohongan untuk mempengaruhi opini atau persepsi publik, dengan tujuan untuk mempromosikan atau mempublikasikan sudut pandang tertentu.

Ada sejumlah orang di sekitar kita seperti influencer, politisi, pengiklan yang menggunakan teknik propaganda untuk mempengaruhi orang lain. Mereka menggunakan cara-cara emosional dan meyakinkan orang lain untuk memperoleh hasil yang diinginkan.

Mengenal Apa Itu Propaganda

Sepanjang perjalanan sejarah manusia, kita telah menyaksikan sejumlah peristiwa yang menjadi penyakit bagi umat manusia sendiri. Misalnya, pengusiran penduduk asli di Amerika Utara, Holocaust Yahudi pada Perang Dunia Kedua, dan pembersihan etnis Tutsi di Rwanda selama awal 1990-an. Peristiwa tadi mewakili aspek terburuk dari kemanusiaa yang tidak lepas dari keberhasilan penggunaan propaganda.

Propaganda adalah cara komunikasi yang digunakan untuk memanipulasi atau mempengaruhi opini individu atau kelompok untuk mendukung tujuan atau keyakinan tertentu. Selama berabad-abad, propaganda telah mengambil bentuk karya seni, film, pidato, dan musik, meskipun tidak terbatas pada bentuk komunikasi tersebut.

Meskipun penggunaannya tidak sepenuhnya negatif, propaganda sangat sering melibatkan penekanan berat pada manfaat dan kebajikan dari satu ide atau kelompok saja, sementara secara bersamaan mendistorsi kebenaran atau menekan kontra-argumen.

Propagandis memiliki tujuan tertentu, yaitu untuk mencapai tujuan tersebut mereka menyajikan fakta, pendapat, dan argumen mereka dengan cara yang paling efektif di antara kelompok sasaran.

Propaganda dalam periklanan adalah cara untuk menarik pelanggan terhadap suatu produk dan mengubah pandangan mereka tentang produk orang lain. Pengiklan menyesatkan dan bahkan berbohong untuk mengalihkan perhatian pelanggan mereka. Mereka kurang peduli tentang kepentingan pelanggan mereka. Di sinilah analisis sentimen dapat membantu meningkatkan pengalaman pelanggan.

Teknik Dalam Propaganda

Seperti yang dinyatakan sebelumnya, propaganda digunakan pada waktu yang berbeda, untuk alasan yang berbeda, dan hadir dalam berbagai bentuk. Penggunaan propaganda yang paling mudah dikenali dan dimengerti adalah selama masa perang, di mana kemenangan atau kekalahan dapat sangat bergantung pada dukungan publik.

Mari kita lihat lagi contoh partai Nazi selama Perang Dunia II. Melalui pidato, poster, dan film, Nazi mampu meyakinkan rakyat Jerman bahwa depresi ekonomi pasca Perang Dunia I bukanlah akibat kegagalan pemerintah, melainkan kesalahan para imigran, komunis, dan pihak luar lainnya yang melemahkan negara. Saat mereka terus naik ke tampuk kekuasaan, Nazi sering mengandalkan propaganda untuk membenarkan tindakan mereka dan mempromosikan keyakinan mereka. Misalnya, partai Nazi menyebarkan pesan bahwa orang Yahudi bertanggung jawab atas kurangnya lapangan pekerjaan dan menimbun uang; Akibatnya, banyak orang Jerman tidak keberatan ketika orang Yahudi dipenjara.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Patrick Trusto Jati Wibowo
Editor: Alfi Dinilhaq

Bagikan Artikel: