Mayoritas (90 persen) benjolan keras di depan leher memang tidak selalu ganas. Akan tetapi, benjolan bisa menyulitkan penderitanya bernapas dan menelan.
"Benjolan itu menekan organ-organ di sekitar leher, yakni trakea atau jalan napas sehingga orang sulit bernapas dan menekan esofagus (kerongkongan) sehingga kalau makan rasanya tersumbat," kata dr. Johanes Purwoto SpPD, K-EMD, dalam sebuah webinar, ditulis Kamis.
Baca Juga: Diabetes dan Hipertensi: Bisakah Kedua Kondisi Ini Saling Memengaruhi? Ternyata…
Menurut dr. Johanes, tak semua benjolan pada leher yang menyebabkan seseorang sulit menelan dan bernapas menjadi pertanda kanker pada kelenjar tiroid. Tiroid adalah organ atau kelenjar berbentuk kupu-kupu yang terletak di bagian depan leher, tepat di bawah jakun (laring).
Kelenjar tiroid, yang terdiri dari lobus kanan dan kiri, memproduksi dan melepaskan hormon tiroid. Hormon ini mengontrol fungsi, seperti suhu tubuh, pencernaan, dan fungsi jantung.
Pemeriksaan USG leher bisa membantu dokter mengonfirmasi tumor pada tiroid merupakan nodul padat atau kista berisi cairan.
"Risiko kanker lebih tinggi pada nodul padat," kata dokter spesialis penyakit dalam konsultan endokrin dari Universitas Indonesia itu.
Orang tidak akan bisa membedakan tumor itu kanker atau bukan secara fisik. Tes USG diperlukan untuk memeriksa pertumbuhan nodul dan membantu menemukan nodul yang sulit dirasakan. Selain USG, dokter juga bisa menegakkan diagnosis nodul melalui tes kadar hormon tiroid.
Baca Juga: Ngeri! Bukan Hanya Menyerang Paru-paru, Kini Covid-19 Menyebabkan 'Sindrom Dubur Gelisah'
"Hanya di bawah 10 persen yang kanker dari 50 persen orang yang kena benjolan tiroid," tutur dr. Johanes.
Menurut Cleveland Clinic, nodul tiroid atau benjolan berkembang lebih sering pada mereka yang memiliki riwayat keluarga dengan nodul dan pada orang yang tidak mendapatkan cukup yodium. Faktor risiko lainnya, yakni bertambahnya usia, jenis kelamin wanita yang lebih mungkin mengembangkan nodul tiroid, dan paparan radiasi pada kepala dan leher.
Dari faktor-faktor ini, ada risiko untuk mengembangkan nodul tiroid kanker antara lain riwayat keluarga dengan kanker tiroid, usia lebih muda dari 20 tahun dan lebih tua dari 70 tahun, serta paparan radiasi. Terkait penanganan nodul, bila dokter menyatakan bukan pertanda kanker maka bisa jadi tidak ada penanganan.
Baca Juga: Stop! 4 Kebiasaan Ini Ternyata Merusak Kualitas Sperma
"Namun, pasien tetap disarankan rutin berkonsultasi untuk melihat ada tidaknya perubahan pada nodul," kata dr. Johanes.
Selain itu, dokter juga bisa menyarankan terapi ablasi iodium radioaktif untuk mengobati hiperfungsi nodul tiroid. Operasi untuk mengeluarkan nodul khususnya yang bersifat kanker juga bisa dilakukan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Bayu Muhardianto