Haru! Bocah Muslim Tanpa Orang Tua Diselamatkan dari Taliban, Sosoknya Seorang Rabi Yahudi
Rabi Margaretten, yang kakek-neneknya berasal dari Hungaria, mengungkapkan kengerian yang dihadapi keluarganya ketika Nazi menyapu seluruh Eropa selama Perang Dunia Kedua - dan menyaksikan bagaimana peristiwa-peristiwa berlangsung di Afghanistan - yang membuatnya merasa bahwa tidak melakukan apa-apa bukanlah suatu pilihan.
"Orang tua kami terpaksa melarikan diri demi hidup mereka dan mereka mengalami rasa sakit yang sangat mirip," katanya.
Baca Juga: Bikin Terenyuh, Orang Yahudi Terakhir Afghanistan Pergi Setelah Taliban Berkuasa
Rabi Margaretten tidak memiliki hubungan nyata dengan Afghanistan sebelum dia dihubungi oleh seorang Yahudi Afghanistan bernama Zablon Simintov, yang berdagang karpet, pada Agustus.
Simintov, yang kisahnya telah diceritakan secara luas sebagai orang Yahudi terakhir Afghanistan, mengatakan negara itu bahkan lebih berbahaya daripada ketika Taliban berkuasa dua dekade lalu.
"Sejak saya mengeluarkan Zablon, saya mulai berbicara dengan orang-orang di lapangan dan mereka berkata 'ada begitu banyak orang dalam bahaya, mungkin Anda harus terlibat.'"
Sang Rabi mulai menggalang dana dalam komunitas Yahudi di Brooklyn dan Chicago dengan tujuan membawa sebanyak mungkin orang ke tempat yang aman.
Asosiasinya membantu mengamankan jalur bagi anggota perempuan tim sepak bola nasional junior Afghanistan yang memungkinkan mereka dan keluarganya menyeberangi perbatasan.
Banyak pemain --berusia 13 hingga 19 tahun-- kemudian menerima izin untuk bermukim kembali di Inggris setelah menghabiskan selama berpekan-pekan di Pakistan.
Semakin dirinya terlibat, semakin banyak panggilan yang diterima Rabi Margaretten, dan responsnya dengan cepat menjadi luar biasa.
"Semakin banyak kelompok melibatkan diri, orang-orang menelpon saya tengah malam, menangis dan berujar 'Rabi tolong saya, hidup saya dalam bahaya.'"
Dia mengatakan mencoba menentukan siapa yang paling berisiko atau siapa yang harus diprioritaskan itu sangatlah sulit.
"Di satu sisi saya sangat bahagia demi mereka yang bisa saya bantu, tapi di sisi lain sangat sedih, ada batasan seberapa banyak yang bisa saya lakukan."
Rabi Margaretten membentuk tim yang katanya bekerja siang dan malam untuk memproses dokumen dan aplikasi visa bagi warga negara Afghanistan yang berisiko.
"Mereka tahu apa yang mereka lakukan," katanya.
Pengeluaran terbesar, tambahnya, adalah membawa orang-orang itu ke luar negeri, tetapi asosiasinya juga membayar mereka untuk tinggal di rumah aman dan hotel, dan untuk kebutuhan makan, pakaian, dan tagihan medis.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: