Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kondisi Prima, Pasar Modal Indonesia Nggak Gentar Hadapi the Fed

Kondisi Prima, Pasar Modal Indonesia Nggak Gentar Hadapi the Fed Kredit Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pasar saham dalam negeri saat ini sedang dalam kondisi prima. Hal tersebut terlihat dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang sempat terbang ke level 6.643 atau melonjak secara year to date (11,2%) pada 21 Oktober 2021. Namun di sisi lain pelaku pasar masih harap-harap cemas terkait dampak tapering off oleh The Fed yang bisa terjadi di akhir tahun ini.

Direktur Pengaturan Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Edi Broto Suwarno optimis bahwa tren pertumbuhan pasar modal nasional masih akan berlanjut di tahun 2022. Salah satu alasannya adalah meningkatnya korporasi atau UMKM yang memanfaatkan pasar modal sebagai sumber pembiayaan usaha.

“Di sektor pasar modal sendiri, kami melihat tren penguatan ISHG, ini diperkirakan akan terus berlanjut. Sementara, pemanfaatan pasar modal sebagai sumber pendanaan akan terus meningkat. Hal ini dipicu oleh kebutuhan korporasi maupun UMKM terhadap sumber-sumber pembiayaan di pasar modal,” jelas Edi dalam diskusi virtual bertajuk ‘Outlook Pasar Modal 2022: Momentum Pemulihan Ekonomi dan Imbas Tapering The Fed’ Jumat (29/10/2021). 

Meskipun demikian, Edi juga mengingatkan agar setiap investor memperhatikan tantangan global di 2022 mendatang. Adapun tantangan-tantangan tersebut adalah pemulihan ekonomi global maupun domestik yang diliputi ketidakpastian dan potensi terjadinya gelombang ketiga varian Covid-19. Baca Juga: CMSE 2021: Tingkatkan Jumlah Investor Pasar Modal

Selain itu, masih ada risiko kejadian global yang tidak terduga seperti krisis energi maupun kasus Evergrande yang memperlambat perekonomian Tiongkok, serta normalisasi kebijakan moneter atau tapering off Bank Sentral AS, The Fed yang kemungkinan akan dimulai pada 2021.

Sementara itu, Kepala Divisi Riset dan Pengembangan Bursa Efek Indonesia (BEI) Verdi Ikhwan pun menyebut, proyeksi analis sendiri untuk IHSG bisa tembus ke angka 7.000. Ia mengungkapkan, bahwa IHSG sempat tembus ke level 6.643 pada 21 Oktober 2021. Angka ini, kata dia, sedikit lagi akan mencapai rekor sepanjang sejarah pasar modal Indonesia yaitu di angka 6.689 yang dicapai pada Februari 2018 silam.

"Jadi mudah-mudahan melihat kondisi sekarang, kita, ada analis bisa tembus sampai 7.000," ucap dia.

BEI mencatat jumlah dana pasar modal yang dihimpun di 2021 juga melonjak cukup tajam jika dibandingkan 2020. Jika tahun lalu dana yang dihimpun mencapai Rp5 triliun, saat ini dana yang terkumpul dari penawaran saham perdana sudah menembus lebih dari Rp30 triliun. Hal ini tidak lepas dari aksi korporasi perusahaan besar seperti Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan IPO perusahaan teknologi seperti Bukalapak.

Lebih jauh, ketertarikan korporasi memanfaatkan pasar modal sebagai sumber pembiayaan juga tidak lepas dari jumlah investor yang terus bertambah. BEI mencatat hingga September 2021, jumlah investor di pasar modal Indonesia sudah bertambah sebanyak 6,4 juta. Angka ini meningkat 65,74% jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya.

Direktur Equtor Swarna Investama Hans Kwee menambahkan, dampak tapering mungkin tidak akan terlalu besar menggangu pasar saham di negara berkembang, termasuk Indonesia. Baca Juga: Mau investasi di Pasar Modal? Simak Dulu 10 Jurus Ampuh Buat Investor Pemula ini

Menurutnya, hal tersebut disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya The Fed sudah sangat transparan, kebijakan ini sudah diantisipasi pelaku pasar dan pembuat kebijakan cukup lama, kondisi ekonomi makro Indonesia lebih baik ketimbang tahun 2013 silam.

“Lalu, mata uang negara berkembang termasuk Indonesia saat ini pada posisi undervalued, dominasi kepemilikan asing di instrument keuangan Indonesia relative lebih kecil dan bantalan yang lebar (Yield 10 Year Government Bond),” kata Hans Kwee.

Namun, lanjut Hans Kwee, yang justru seharusnya diperhatikan adalah peluang The Fed menaikkan suku bunga jauh lebih cepat daripada negara-negara maju yang lain. Karena, sembilan dari 18 pejabat The Fed siap untuk menaikkan suku bunga tahun depan sebagai respons atas kenaikan inflasi yang diperkirakan mencapai 4,2% pada tahun ini, lebih dari dua kali lipat dari target yang ditetapkan 2%.

Di diskusi yang sama, Ekonom Ryan Kiryanto menilai, bahwa sejauh ini kepercayaan investor asing kepada pemerintah Indonesia masih terjaga dengan baik meski belakangan ini tengah hangat isu mengenai tapering off yang akan dilakukan The Fed pada November 2021.

“Kita enggak usah khawatir dengan investor SBN (surat berharga negara) atau SUN (surat utang negara) kita, karena paling tidak trust dari foreign investor atau investor asing terhadap pemerintah Indonesia itu masih di jaga dengan baik. Ini dilihat dari porsi kepemilikan surat utang oleh investor asing,” katanya. 

Sebagai informasi, per 7 Oktober 2021, porsi kepemilikan asing di SBN mencapai Rp956 triliun atau 21,45% dari total Rp4.457,5 triliun yang diperdagangkan. Baca Juga: Investor Asing Belanja Gede-gedean di Pasar Modal, Saham Ini Ketiban Dana Jumbo

Terkait tapering off, ia optimis Gubernur Bank Indonesia (BI), Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), maupun Menteri Keuangan dapat menghandle kemungkinan-kemungkinan terburuk yang ditimbulkannya. 

“Makanya, baik Gubernur BI, Ketua Dewan Komisioner OJK, Menteri Keuangan kita semuanya optimis, kita bisa meng-handle atau mentackle kemungkinan-kemungkinan terburuk sekiranya tapering off dan kenaikan suku bunga The Fed itu akan dilakukan. Artinya, rencana-rencana ini sudah price in in the market, sudah di factor in di pasar oleh pemain kita. Sehingga tidak akan terjadi kejutan yang akan extra ordinary seperti yang terjadi di 2013 lalu,” jelas Ryan.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fajar Sulaiman

Bagikan Artikel: