Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pertumbuhan Ekonomi 3,51%, Kemenkeu Yakin Momentum Pemulihan Ekonomi Semakin Kuat

Pertumbuhan Ekonomi 3,51%, Kemenkeu Yakin Momentum Pemulihan Ekonomi Semakin Kuat Kredit Foto: Antara/Galih Pradipta
Warta Ekonomi, Jakarta -

Meskipun tertahan akibat Varian Delta Covid-19 yang merebak pada bulan Juli-Agustus, perekonomian nasional mampu mempertahankan laju pertumbuhan positif sebesar 3,51% (yoy) pada triwulan III 2021.

“Capaian pertumbuhan tersebut merupakan hal yang positif mengingat terjadi eskalasi kasus Varian Delta COVID-19 dan penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level IV di awal Juli 2021. Ini menunjukkan momentum pemulihan tetap terjaga dan akan semakin kuat pasca penurunan kasus Varian Delta di pertengahan Agustus hingga akhir September 2021”, ungkap Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu, dalam keterangan resmi di Jakarta, Jumat (5/11/2021).

Baca Juga: Nilai Pertumbuhan Ekonomi Turun, Hanya 3,51% pada Kuartal III/2021

Momentum yang relatif terjaga ini tercermin pada pertumbuhan antar triwulan (qtq) yang tercatat positif sebesar 1,55%. Pertumbuhan ini ditopang positif oleh semua komponen pengeluaran, khususnya ekspor yang tumbuh 29,16%. Sementara itu, dari sisi lapangan usaha seperti industri pengolahan, pertanian, perdagangan dan konstruksi juga mencatatkan pertumbuhan positif.

Selain itu, tren pemulihan ekonomi ini juga diikuti dengan kondisi ketenagakerjaan yang membaik pada Agustus 2021. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) turun dari sebelumnya 7,07% pada Agustus 2020 menjadi 6,49% pada Agustus 2021. Pemulihan ekonomi juga mampu membuka lapangan kerja baru sebesar 2,6 juta lapangan kerja dalam masa pemulihan.

Kinerja perekonomian sangat dipengaruhi oleh langkah pengendalian pandemi. Pada awal kuartal III, kasus Varian Delta menyebabkan Pemerintah harus menarik rem darurat dengan penerapan PPKM Level IV di berbagai wilayah demi menjaga keselamatan masyarakat.

Kebijakan tersebut berdampak cukup signifikan pada mobilitas masyarakat yang turun hingga rata-rata 17,6% di bawah level pra-pandemi. Namun demikian, kebijakan ini terbukti berhasil menekan tingkat penyebaran kasus Covid-19. Saat ini, berbagai indikator pandemi terus membaik. Tambahan kasus harian, kasus aktif, positivity rate, dan rasio keterisian tempat tidur rumah sakit terjaga tetap rendah. Seiring terkendalinya pandemi, penurunan level PPKM di berbagai wilayah dilakukan secara gradual dan telah mendorong aktivitas perekonomian kembali meningkat dan menguat hingga saat ini.

Baca Juga: OJK Buka Peluang Investasi UMKM dan Pengembangan Ekonomi Digital

Di masa yang sangat berat ketika penyebaran Covid-19 Varian Delta sangat tinggi, APBN hadir menopang kebutuhan utama masyarakat. Kebutuhan penanganan pandemi dan dukungan pemenuhan kebutuhan pokok menjadi fokus utama di masa penerapan PPKM Level IV. Secara responsif, APBN disesuaikan untuk menghadapi tekanan yang terjadi melalui langkah-langkah refocusing pada alokasi anggaran kesehatan untuk penguatan sistem kesehatan, penanganan pandemi, dan vaksinasi.

Selain itu, belanja perlindungan sosial juga diperluas dan diperpanjang untuk menjangkau masyarakat yang paling rentan terdampak agar tetap mampu memenuhi kebutuhan pokoknya. Faktor tersebut mendukung kinerja konsumsi Pemerintah tetap tumbuh positif 0,66% (yoy). Pertumbuhan positif konsumsi Pemerintah ini cukup signifikan dibandingkan dengan nilai konsumsi Pemerintah yang sangat tinggi di triwulan III 2020.

Penerapan PPKM ketat juga berdampak pada tertahannya pertumbuhan konsumsi masyarakat serta aktivitas investasi, khususnya dari sektor swasta. Konsumsi rumah tangga tumbuh 1,03% (yoy), melambat dibandingkan triwulan II yang mencapai 5,96% (yoy). Hal ini sejalan dengan pergerakan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang cenderung berada dalam zona pesimis (indeks di bawah 100) pada Juli (80,2), Agustus (77,3), dan September (95,5). Sementara, Indeks Penjualan Ritel (IPR) juga berada dalam zona kontraksi pertumbuhan di sepanjang triwulan III.

Di sisi lain, aktivitas investasi relatif mampu bertahan dengan tumbuh sebesar 3,74% (yoy). “Meskipun turut terdampak oleh ketidakpastian, aktivitas investasi masih bisa tumbuh kuat, termasuk investasi bangunan yang ditopang oleh ekspansi belanja modal Pemerintah untuk keberlanjutan proyek-proyek infrastruktur strategis”, lanjut Febrio.

Selain itu, importasi barang modal cukup tinggi terutama pada komponen mesin dan kendaraan terutama untuk mendukung aktivitas ekspor. Di tengah tertahannya permintaan domestik, perdagangan internasional lanjut bertumbuh tinggi. Kinerja ekspor mampu berkontribusi signifikan terhadap keseluruhan ekonomi periode ini dengan terus tumbuh positif sebesar 29,16% (yoy). Momentum pemulihan permintaan ekonomi global yang diikuti dengan kenaikan harga komoditas menjadi faktor utama yang mendorong kinerja ekspor tetap tangguh di tengah dinamika penyebaran Varian Delta dan penerapan PPKM di dalam negeri.

Sementara, kinerja impor juga tumbuh tinggi mencapai 30,11% (yoy). Penguatan aktivitas impor juga tercermin dari indikator penerimaan bea masuk yang hingga 30 September 2021 tumbuh 13,7% (yoy). Dengan impor yang didominasi oleh barang modal dan bahan input, impor yang tumbuh kuat mengindikasikan aktivitas produksi pada periode berikutnya akan kuat juga.Dari sisi produksi, sejalan dengan tingginya aktivitas ekspor, sektor Industri Pengolahan, Perdagangan, dan Pertambangan, produksi mampu tumbuh cukup kuat masing-masing sebesar 3,68%, 5,16%, dan 7,78% (yoy).

Sementara itu, seiring dengan keberlanjutan proyek-proyek strategis nasional, sektor konstruksi tumbuh 3,84% yoy. Geliat sektor strategis ini juga memberikan implikasi positif pada penyerapan tenaga kerja di sektor tersebut. Sektor industri pengolahan menjadi sektor dengan tingkat penyerapan tenaga kerja terbesar atau 1,22 juta pekerja hingga Agustus 2021.

Sektor perdagangan pun mampu menyerap 1,04 juta tenaga kerja pada periode yang sama. Namun demikian, terdapat beberapa sektor yang terdampak langsung oleh eskalasi kasus Varian Delta COVID-19, khususnya sektor yang menunjang aktivitas pariwisata seperti pertumbuhan Transportasi dan Pergudangan serta Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum yang sedikit terkontraksi, masing-masing tumbuh sebesar -0,72% dan -0,13% (yoy).

Dari sisi global, penyebaran Varian Delta juga menahan kinerja ekonomi di hampir seluruh negara. Hal ini termasuk kinerja ekonomi mitra dagang utama Indonesia seperti Amerika Serikat, Tiongkok, dan Uni Eropa masing-masing tumbuh 4,9%, 4,9%, dan 3,9% pada Triwulan III-21 atau jauh lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada Triwulan II-21 yang masing-masing tumbuh 12,2%, 7,9%, dan 13,7%.

Selain faktor Varian Delta Covid-19, disrupsi global sisi produksi juga menyebabkan tertahannya kinerja pemulihan ekonomi dunia, tercermin dari naiknya indeks harga produksi dunia akibat kenaikan harga energi, biaya pengiriman, dan kelangkaan komponen pada sektor manufaktur.

Ke depan, pemulihan ekonomi diharapkan terus menguat hingga akhir 2021 seiring kondisi pandemi yang relatif terjaga dan percepatan pelaksanaan vaksinasi. Optimisme ini juga didasarkan pada tren pergerakan berbagai indikator, seperti indeks mobilitas masyarakat dan indeks belanja masyarakat yang sudah kembali di atas level pre-pandemi sejak akhir September 2021, serta indeks PMI Manufaktur Indonesia yang mampu kembali mencatatkan rekor tertinggi pada level 57,2 di bulan Oktober.

“Implementasi Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) juga akan semakin diperkuat untuk mengakselerasi pemulihan khususnya dalam rangka mendorong penciptaan tenaga kerja dan menstimulasi aktivitas dunia usaha yang terdampak”, terang Febrio.

Tentu saja, kemajuan percepatan vaksinasi akan menjadi faktor penting untuk mendorong kepercayaan pelaku ekonomi. Per tanggal 4 November, total vaksinasi tercatat telah melampaui 200,7 juta dosis (termasuk vaksin booster) dan menjangkau sekitar 37% total penduduk Indonesia.

Capaian kinerja ekonomi triwulan III 2021 menunjukkan bahwa dampak ketidakpastian yang ditimbulkan pandemi masih cukup tinggi dengan kemungkinan terjadinya mutasi baru virus Covid-19. Oleh karena itu, aspek penanganan kesehatan akan selalu menjadi prioritas.

“Meski kondisi pandemi saat ini relatif terkendali, kewaspadaan tetap harus dijaga mengingat masih terdapat potensi penyebaran dari varian virus baru yang dapat menyebar setiap saat”, tutup Febrio.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri

Bagikan Artikel: