Pembiayaan Prasejahtera Produktif BTPN Syariah Terbukti Tingkatkan Taraf Hidup Ibu-ibu Minang
Sudah lebih dari satu dekade, PT Bank BTPN Syariah Tbk (BTPN Syariah) menjadi bank umum syariah pertama yang fokus menghimpun dana dari keluarga sejahtera dan menyalurkan kepada nasabah ultramikro atau yang disebut perusahaan sebagai prasejahtera produktif.
Hingga kuartal III 2021, jumlah nasabah pembiayaan BTPN Syariah sebanyak 4 juta. BTPN syariah tercatat berhasil mengumpulkan dana pihak ketiga (DPK) dari keluarga sejahtera senilai Rp10,6 triliun. Dari dana yang terhimpun dari keluarga sejahtera, BTPN syariah pun telah menyalurkan pembiayaan kepada keluarga prasejahtera sebesar Rp10,2 triliun hingga kuartal ketiga 2021.
Pembiayaan prasejahtera produktif sendiri merupakan pembiayaan tanpa jaminan yang diberikan sebagai modal usaha bagi masyarakat prasejatera produktif khususnya perempuan.Pembiayaan diberikan secara berkelompok yang disebut dengan Tepat Pembiayaan Syariah. Di mana, metode pembiayaan dikelompokkan dalam satu sentra yang anggotanya dipilih sendiri oleh nasabah, dipimpin oleh Ketua Setra yang dipilih oleh anggota sentra. Di setiap sentra BTPN Syariah menempatkan petugas lapangan terlatih yang biasa disebut Community Officer untuk melakukan pendampingan.
Baca Juga: Kembangkan UMKM, OJK Punya Tiga Jurus Andalan ini
Pembiayaan berkelompok ini memiliki tujuan untuk membangun empat karakter pada diri nasabah, yaitu Berani berusaha, Disiplin, Kerjasama dan Saling Bantu yang diharapkan perilaku tersebut dapat menyebar sehingga tercapai tatanan masyarakat yang memiliki kekuatan secara ekonomi di suatu daerah.
Pembiayaan ini diberikan sebagai modal usaha khusus kepada ibu-ibu prasejahtera yang ada di pedesaan atau pinggiran kota di berbagai daerah di Indonesia untuk memulai usaha atau meningkatkan usaha mikronya.
Produk Tepat Pembiayaan Syariah dari BTPN Syariah tersebut dirasa sangat membantu para mitra tepat dalam melakukan pengembangan usaha atau pun untuk memulai usaha. Hal tersebut dirasakan oleh Lestari Herawati seorang pengusaha furniture asal Padang, Sumatera Barat.
Perempuan berusia 46 tahun ini menceritakan bahwa ia bersama sang suami yakni Syahrizal telah lama ingin memulai usaha furniture. Niat tersebut tercetus ketika Syarizal bekerja sebagai karyawan di perusahaan meubel. Sedikit demi sedikit, Lestari dan suami pun berupaya untuk mengumpulkan uang demi mewujudkan mimpinya tersebut.
Hingga akhirnya pada tahun 2010, ia bersama Syahrizal berhasil merealisasikannya. Di awal, usaha furniture yang diberi nama Empat Saudara Furniture ini hanya memproduksi kursi saja dengan dibantu oleh dua karyawan.
Kemudian, pada tahun 2014 ia tawarkan untuk bergabung dengan Sentra Pokat Kayu 62. Ketika itu, Ia memperoleh pembiayaan sebesar Rp5 juta dari Produk Tepat Pembiayaan Syariah. Berkat pembiayaan BTPS Syariah, usaha yang dibangun Lestari semakin lama semakin berkembang.
Baca Juga: Berdayakan UMKM, OJK Dorong Pembiayaan Melalui KUR
Kini, ia tak hanya memproduksi kursi, tapi juga hingga satu set furniture perlengkapan kamar seperti dipan, lemari, rak dan lain-lain. Dari dua orang karywan dan dilakukan di rumah, kini ia bersama sang suami sudah memiliki 18 karyawan dan memiliki workshop tersendiri untuk memproduksi furniture.
“Modal awal itu Rp20 juta, dan dapat tambahan modal Rp5 juta dari BTPN Syariah. Ternyata lancar kemudian naik lagi jadi Rp10 juta kemudian Rp20 juta. Nah pas pinjaman Rp20 juta itu saya ada nita mau buat set kamar tidur, alhamdullillah dapat tambahan modal lagi dari BTPN Syariah. Hingga saat ini, pinjaman saya sudah sampai Rp60 juta. Dari awal 2 orang karyawan sekarang sudah ada 18 karywaan, ini berkat BTPN Syariah,” kata Lestari, saat Warta Ekonomi berkesempatan mengunjungi nasabah perempuan inspiratif BTPS Ssyariah, di Padang, Kamis (11/11/2021).
Tak hanya berhasil menjalankan usaha, Lestari yang juga merupakan Ketua Sentra Pokat Kayu 62 mampu membantu ibu-ibu prasejahtera di lingkungannya. Ia menuturkan jika pada tahun 2014 sentra Pokat Kayu 62 hanya memiliki 4 orang anggota, kini anggotanya bertambah menjadi 10 orang.
Di sentra Pokat Kayu 62, ibu-ibu prasejahtera tak hanya memperoleh pembiayaan modal usaha tapi juga meendapatkan kemampuan dan pengetahuan melalui program pendampingan berkelanjutan yang meliputi topik kesehatan, kewirausahaan dan pengembangan komunitas dari Community Officer.
Nasabah Ultamikro Naik Kelas
Sementara itu, BTPS Syariah hingga kuartal III, sudah meemiliki kurang lebih 77 Ribu nasabah pembiayaan yaitu perempuan keluarga prasejahtera produktif di Sumatera Barat dan sekitarnya yang dilayani dan tumbuh bersama dengan pembiayaan yang tersalurkan kurang lebih Rp250 Miliar.
Direktur BTPN Syariah, Dwiyono Bayu Winantio mengungkapkan bahwa BTPN Syariah menyediakan pembiayaan sebesar Rp2 juta hingga Rp100 juta kepada para mitra tepat.
“Pembiayaan melalui proses evaluasi dan siklus pembiayaan masing-masing, pembiayaan dilihat dari size, lama usaha dan pengembangan usaha. Kelompok ini kita nilai dari waktu ke watu untuk lihat rangking masing-masing. Ini akan melihat nilai sentra yang berdampak ke nilai pembiayaan yang kita salurkan,” ucap pria yang akrab disapa Iin tersebut.
Menurutnya, para anggota sentra bisa memeroleh pembiayaan hingga 6 kali menyesuaikan dengan kemajuan usahanya masing-masing. Semakin maju usahanya, semakin cepat anggota sentra bisa menerima siklus pembiayaan keenamnya.
Baca Juga: Kemenkop-UKM Kebut Terbitkan Perizinan Berusaha dan Sertifikasi Produk Usaha Mikro Kecil
Di sisi lian, Iin mengungkapkan bila mitra tepat yang sudah melewati titik ini, dinilai perseroan harus dibiayai dengan pola yang berbeda, karena kebutuhannya sudah jauh berbeda dengan anggota sentra yang lain. “Jadi ada program lanjutan yang berbeda dari sekarang,” ungkapnya.
Pihaknya pun saat ini tengah mengembangkan dan menyiapkan produk pembiayaan individual. Produk tersebut lanjut Iin sedang dilakukan pilot project di beberapa titik sentra sebagai upaya pengenalan dan evaluasi sebelum rencana rilis pada 2022.
“Jadi ini untuk nasabah-nasabah yang membutuhkan treatment dan struktur pembiayaan yang berbeda. Buat nasabah-nasabah yang sudah mapan, ini harus lulus dari sentra,” tegas Dwiyono.
Teknologi untuk Kebaikan
Sementara itu, terkait dengan digitalisasi Business Development Head BTPN Syariah, Ade Fauzan, mengatakan jika BTPN Syariah tidak pernah berhenti berinovasi dalam mendampingi nasbaah inklusi. BTPN Syariah juga mempersiapkan teknologi yang mudah digunakan, dan yang paling tepat sesuai dengan kapasitas dan kemampuan adaptasi mitra tepat.
Perjalanan digital nasabah inklusi dimulai dari aplikasi termuktahir yang digunakan oleh petugas lapangan/community officer, para #bankirpemberdaya, dalam melayani, memberi pengaruh yang baik kepada para nasabah untuk terus beradaptasi dengan teknologi
“Kami terus belajar, bahwa memberikan layanan teknologi digital yang tepat bagi Nasabah inklusi , dibutuhkan alat, empati/hati, mindset dan pola edukasi terencana serta berkelanjutan, dimana kami menyebutnya teknologi untuk kebaikan,” katanya.
Baca Juga: MenkopUKM Tekankan Pentingnya Sinergi dan Kolaborasi Untuk Transformasi Digital Koperasi dan UMKM
Melalui kehadiran Mitra Tepat dan konsep teknologi kebaikan ini, perseroan optimis segala proses bisa semakin terakselerasi. Perseroan mengedepankan access to financing; access to knowledge; access to supply/goods; dan access to market. Dua terakhir diharapkan bisa membawa ekosistem sentra dan model bisnis yang diusung BTPN Syariah ke level berikutnya.
“Untuk access to supply (goods) dan to market kita kerja sama dengan pihak ketiga. Itu sudah kami perhatikan. Apapun kerja sama yang kita bangun, yang paling pas dengan nasabah kita di R3 dan R4 (dari piramida penduduk/masyarakat lapisan bawah) itu. Paling penting lagi memiliki added value kepada nasabah kita. Karena nasabah kita self entrepreneur jadi agar mereka tidak loss opportunity (akibat aktivitas membeli barang dll). Jadi ini bagian dari ekosistem yang kita bentuk,” terang Dwiyono lagi.
Kemajuan teknologi informasi saat ini diharapkan dapat semakin mendukung dan memudahkan terbentuknya ekosistem yang ideal bagi segmen prasejahtera produktif.
“Untuk access to supply kita kerja sama dengan B to B platform, startup. Bank harus kerja sama dengan third party, karena (bank) tidak bisa menjadi platform tidak bisa menjadi startup. Kita ada kerja sama dengan ini, kan sekarang masanya kolaborasi,” tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri