Dalam rangka memenuhi target penurunan emisi rendah karbon di sektor energi, pemerintah telah memulai uji coba perdagangan karbon menggunakan skema cap and trade di sejumlah pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbahan bakar batu bara.
"Cap yang diterapkan dalam rangkaian uji coba tersebut dibagi menjadi tiga grup, mengingat banyak variasi PLTU dalam hal kapasitas, mulai dari 7 megawatt (MW) sampai 1.000 MW," kata Direktur Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Wanhar dalam webinar Indonesia Carbon Forum, Rabu (1/12/2021).
Baca Juga: Kurangi Emisi Karbon, Kementrian PUPR Adopsi Infrastruktur Hijau
Pembagian tersebut diimplementasikan menjadi PLTU dengan kapasitas 400 MW dengan nilai cap 0,918 ton CO2/MWh, PLTU 100-400 MW dengan nilai cap 1,013 ton CO2/MWh, dan PLTU mulut tambang kapasitas 100-400 MW dengan nilai cap 1,092 ton CO2/MWh.
Wanhar menyebut, PLTU yang emisinya di bawah nilai cap memiliki peluang untuk menerima insentif. "Ada potensi dari uji coba itu. Rp1,2 miliar ini menjadi insentif bagi unit PLTU yang emisinya di bawah cap. Kemudian di bawah itu, potensi Rp200 juta bagi unit pembangkit EBT (energi baru terbarukan) dengan diterapkan carbon credit," paparnya.
Selain pada sektor pembangkit listrik, lanjut Wanhar, pemerintah juga akan menerapkan mekanisme perdagangan karbon pada industri migas. Hal ini akan didiskusikan lebih lanjut oleh Ditjen Migas di Kementerian ESDM.
Wanhar menyampaikan pihaknya terus berdiskusi untuk menentukan penerapan skema cap and trade. Ia juga mengungkapkan ada kemungkinan perdagangan karbon selanjutnya akan diterapkan pada sektor transportasi.
"Nanti loncat di transportasi, tapi saya tidak bisa menyampaikan ini. Namun, setelah PLTU itu sektor migas," tandasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Imamatul Silfia
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: