Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Bamsoet Ajak Tangkal Ancaman Radikalisme dan Terorisme dengan Vaksinasi Ideologi

Bamsoet Ajak Tangkal Ancaman Radikalisme dan Terorisme dengan Vaksinasi Ideologi Kredit Foto: MPR
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengingatkan, hingga saat ini ancaman radikalisme dan terorisme masih menjadi ancaman kebangsaan. Merujuk laporan tahunan tentang Indeks Terorisme Global, tahun lalu Indonesia berada di peringkat ke-37, atau dalam kategori 'medium terdampak terorisme.'

Berdasarkan hasil survei Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), tren potensi radikalisme di Indonesia pada tahun 2017 tercatat sebesar 55,2 persen (kategori sedang), tahun 2019 turun menjadi 38,4 persen (kategori rendah), dan tahun 2020 turun kembali menjadi 14 persen (kategori sangat rendah).

Baca Juga: Bamsoet: IMI Gelar Kejuaraan Nasional Balap Motor Bebek Piala Presiden RI di Desember 2021

"Meskipun tren potensi radikalisme cenderung mengalami penurunan, kita merasa prihatin bahwa dari aspek 'tingkat kenekatan', manifestasi dari paham radikalisme justru lebih mengkhawatirkan. Misalnya, ditandai dengan adanya aksi bom bunuh diri yang melibatkan wanita dan anak-anak," ujar Bamsoet dalam Sosialisasi 4 Pilar MPR RI bersama Pimpinan Daerah Kolektif Kosgoro 1957 DKI Jakarta, secara virtual di Jakarta, Selasa (1/12/2021).

Turut hadir antara lain Wakil Ketua DPD I Partai Golkar DKI Jakarta Slamet, Ketua Pimpinan Daerah Kolektif I KOSGORO 1957 DKI Jakarta Chaerul Azhar Purba dan para anggota Pimpinan Daerah Kolektif Kosgoro 1957 DKI Jakarta.

Ketua DPR RI ke-20 ini menjelaskan, paham radikalisme tidak semata-mata terdistribusi melalui proses indoktrinasi yang dilakukan secara langsung atau melalui pendekatan konvensional lainnya. Perkembangan teknologi informasi memungkinkan paparan paham radikalisme dapat dijangkau dan diakses hanya dalam batas sentuhan jari di layar smartphone. Terutama di masa pandemi Covid-19, ketika berbagai aktivitas sosial mengalami pembatasan, justru menjadi pintu masuk dan membuka peluang bagi propaganda dan indoktrinasi paham radikalisme dan terorisme melalui dunia maya.

"Tantangan menghadapi paham radikalisme bukanlah persoalan gampang. Tekanan dan beban kehidupan yang dirasakan makin sulit. Khususnya, di saat pandemi Covid-19 berpotensi mendorong tumbuh suburnya radikalisme sebagai solusi instan dan pelarian dari berbagai himpitan persoalan. Di samping itu, fakta sosiologis bahwa Indonesia ditakdirkan menjadi sebuah bangsa dengan tingkat heterogenitas yang tinggi, menjadikan kita berada dalam posisi rentan dari ancaman potensi konflik," jelas Bamsoet.

Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menerangkan, tidak hanya dari aspek propaganda dan indoktrinasi, teknologi informasi juga dimanfaatkan kalangan teroris untuk penggalangan dana (crowdfunding) mendukung aktivitas terorisme. Menurut catatan BNPT, selama pandemi terdapat kenaikan 101 persen transaksi keuangan mencurigakan, yang diduga kuat terkait aktivitas terorisme. Internet telah menjadi 'senjata baru' dalam penyebaran paham radikalisme dan terorisme.

"Inilah yang memungkinkan, misalnya, remaja wanita yang berada di Inggris atau Australia, dapat dengan mudahnya bergabung dengan ISIS yang berada di Irak. Contoh lain, kasus wanita muda yang menyerang Mabes Polri beberapa waktu lalu, diduga kuat juga terpapar ideologi ISIS dari internet. Kita harus menyadari bahwa era disrupsi yang menghantarkan fenomena the internet of things menjadikan ancaman paparan radikalisme terasa begitu dekat, di mana jarak dan waktu tidak lagi menjadi hambatan dan kendala untuk melakukan propaganda," terang Bamsoet.

Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini menerangkan, strategi menangkal ancaman radikalisme dan terorisme memerlukan pendekatan yang bersifat soft power. Mengingat upaya deradikalisasi tidak akan efektif apabila hanya dilakukan secara represif, yang hanya bersifat 'mengobati' secara instan, tetapi belum tentu mencabut akar persoalan.

"Semangat Tri Dharma Kosgoro 1957 yang terdiri dari pengabdian, kerakyatan, dan solidaritas, adalah bagian tidak terpisahkan dari program vaksinasi ideologi Empat Pilar MPR RI untuk membangun imunitas kebangsaan dan jati diri. Gelombang tantangan kebangsaan yang datang silih berganti dalam berbagai dimensi dan fenomena, menuntut adanya keteguhan soliditas dan solidaritas kebangsaan. Nilai-nilai pengabdian, kerakyatan dan solidaritas inilah yang akan menghimpun kita dalam satu ikatan komitmen kebangsaan," pungkas Bamsoet.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: