Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Bank DBS Indonesia Sebut 3 Hal Penting untuk Picu Ekonomi Indonesia 2022, Apa Saja?

Bank DBS Indonesia Sebut 3 Hal Penting untuk Picu Ekonomi Indonesia 2022, Apa Saja? Kredit Foto: DBS
Warta Ekonomi, Jakarta -

Bank DBS Indonesia menyebut ada tiga hal penting yang dapat memicu pertumbuhan perekonomian Indonesia pada 2022 mendatang. Hal tersebut diungkapkan dalam diskusi market outlook bertajuk "2022 Leap Ahead: Economy Reopening & Strategic Sector Rotation".

"Pertama, Indonesia diprediksi akan berhasil memberikan dosis vaksin penuh kepada 99% dari total populasi dewasa pada bulan Maret 2022," ujar Senior Economist DBS Bank, Radhika Rao, Kamis (2/12/2021).

Baca Juga: Tren Ekonomi Digital Commerce Bakal Beralih di Tahun 2022

Menurutnya, vaksinasi merupakan salah satu kunci dari keberhasilan penanganan pandemi di Indonesia. Oleh karena itu, dengan terselenggaranya program vaksinasi secara masif dan terstruktur, mobilitas masyarakat akan meningkat dan hal ini memicu aktivitas perekonomian untuk bisa berjalan kembali.

"Indonesia merupakan salah satu negara yang berhasil melewati masa kritis pandemi di kuartal IV/2021 berkat adanya pengurangan asumsi ketidakpastian terhadap pasokan vaksin. Jika dapat terus dipertahankan, ekspektasi pemulihan ekonomi, serta pergerakan komponen lain seperti konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, investasi, hingga ekspor dan impor dapat berjalan sesuai harapan," tambahnya.

Kemudian, aspek kedua terletak pada sisi investasi. Radhika berpendapat, kemungkinan Indonesia akan menawarkan lebih banyak investasi dan bergerak pada sektor komoditas hilir serta akselerasi digitalisasi. Hal ini menurutnya akan mengembalikan ekonomi Indonesia pada pertumbuhan yang stabil.

"Ketiga, laporan fiskal Indonesia yang memuaskan dan langkah-langkah untuk mengurangi pajak pada ratio GDP akan memperkuat rasio utang dibandingkan negara lain di Asia," jelas Radhika.

Dalam kesempatan yang sama, Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Yustinus Prastowo mengungkapkan bahwa disahkannya asumsi dasar ekonomi makro pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2022 akan menjadi tolok ukur Pemerintah Indonesia dalam menyongsong perekonomian di tahun 2022.

"Terdapat empat poin penting yang disepakati oleh pemerintah dan DPR yang akan menjadi dasar penentuan RAPBN. Pertama, pertumbuhan ekonomi disepakati berada di kisaran 5,2% hingga 5,5%. Kedua, laju inflasi ditetapkan 3%. Ketiga, nilai tukar rupiah ditentukan untuk tidak lebih dari Rp14.350 per dolar Amerika Serikat. Terakhir, tingkat suku bunga Surat Utang Negara (SUN) 10 tahun 2022 ditetapkan sebesar 6,8%," papar Yustinus.

Ia menyampaikan, Pemerintah Indonesia juga telah menyetujui sejumlah langkah perpajakan. Langkah-langkah itu ditujukan untuk mengompensasi penerimaan yang melemah dan kebutuhan pengeluaran lebih tinggi karena pandemi.

"Dengan adanya asumsi dasar ekonomi makro RAPBN dan langkah-langkah ini memperbesar kemungkinan masyarakat Indonesia untuk mengoptimalkan peluangnya dalam berinvestasi," imbuhnya.

Di sisi lain, Chief Economist & Investment Strategist Manulife Aset Manajemen Indonesia Katarina Setiawan menilai, Indonesia dan negara-negara ASEAN-4 (Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Thailand) akan mengalami ekspansi pertumbuhan pada 2022. Menurut Katarina, hal itu bertolak belakang dengan tren normalisasi pertumbuhan yang terjadi di Amerika Serikat dan sebagian negara Asia.

"Sebagai produsen besar dari berbagai komoditas penting dunia, Indonesia menyediakan natural hedge yang menjadi penyelamat ekonomi kita di tengah terjadinya inflasi tinggi di berbagai kawasan. Indonesia juga memiliki structural stories yang sehat, berbeda dengan banyak negara di Asia yang mengalami peningkatan rasio utang dan jumlah penduduk memasuki usia lanjut. Beberapa hal tersebut ikut meningkatkan daya tarik investasi di Indonesia, di tengah tren diversifikasi oleh investor yang dipicu masalah geopolitik serta pandemi," ungkap Katarina.

Terlebih, lanjutnya, aliran dana asing telah kembali masuk ke pasar saham, bahkan makin kuat menjelang pengetatan moneter The Fed. Indonesia berpotensi tumbuh karena pembukaan kembali perekonomian pada 2022.

Ekonomi digital juga kian menunjukkan prospek pertumbuhan yang kuat, terutama didukung oleh potensi inklusi pada indeks saham global. Sementara sektor teknologi, green economy, dan telekomunikasi masih menjadi sektor pilihan.

"Sementara itu, pasar obligasi dinilai siap dalam menghadapi perubahan sentimen global. Fundamental makro yang lebih baik dan stabilitas eksternal yang terus diperkuat diharapkan dapat menjaga volatilitas pasar obligasi Indonesia. Kami memiliki pandangan yang positif terhadap pasar modal di tahun 2022," tutup Katarina.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Imamatul Silfia
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: