Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pemerintah Diharap Ambil Peran Lindungi Pekerja Industri Tembakau dari PHK

Pemerintah Diharap Ambil Peran Lindungi Pekerja Industri Tembakau dari PHK Kredit Foto: Unsplash/Pawel Czerwinski
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pemerintah diharapkan punya andil besar untuk lindungi para pekerja di Industri Hasil Tembakau (IHT) dari Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Hal itu jadi penting karena, bisnis ini padat karya.

Perlindungan yang ada dari sektor padat karya ini bisa dilakukan dengan mempertimbangkan besaran kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) pada tahun 2022.

Baca Juga: Prabowo Tuangkan Kenangan Bersama Gus Dur di Buku Terbarunya

Pengamat Ketenagakerjaan Aloysius Uwiyono, menyebutkan, jangan sampai rencana kenaikan tarif CHT itu menambah beban perekonomian di masyarakat. Rencana kenaikan tarif CHT itu akan berdampak bukan hanya kepada petani tembakau dan cengkih teritama juga kepada pekerja, pelinting rokok sigaret kretek tangan (SKT) yang menggantungkan hidupnya di sektor ini.

“Sektor padat karya telah berkontribusi besar kepada perekonomian negara. Dengan jumlah tenaga kerja yang banyak, sejatinya sektor padat karya, khususnya para pekerja di industri hasil tembakau, harus dilindungi dari ancaman-ancaman PHK tadi,” ungkap Aloysius.

Memang, kata Aloysius, rencana pemerintah menaikan CHT perlu memperhatikan adalah dampak dari kenaikannyan terutama di masa pandemi saat ini yang menyulitkan pemerintah dan masyarakat.

“Ketika industri tertekan, para pekerja terancam PHK,” ungkap Aloysius.

Seperti yang sudah diberitakan, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat, total tenaga kerja yang diserap oleh sektor industri rokok sebanyak 5,98 juta orang, terdiri dari 4,28 pekerja di sektor manufaktur dan distribusi, serta sisanya 1,7 juta bekerja di sektor perkebunan.

Di lain pihak, serikat pekerja telah menyatakan kekhawatirannya. Sekretaris Jenderal Serikat Buruh Muslim Indonesia (Sarbumusi) Kudus, Jawa Tengah Badaruddin mengatakan kenaikan tarif CHT akan menyebabkan pabrikan mengencangkan ikat pinggang dengan cara mengurangi tenaga kerja dan bahan baku.

Dalam hal ini, segmen SKT dinilai paling terimbas karena paling banyak menyerap tenaga kerja sebagai pelinting. Sejauh ini, terdapat sekitar 78.000 buruh industri rokok di Kudus, di mana 85 persen adalah buruh linting perempuan di SKT.

Baca Juga: Nahloh... Amin Rais Ditodong Loyalis HRS, Minta Segera Klarifikasi!

"Kalau industrinya tertekan, pabriknya menyerah, bangkrut, mau pindah kerja ke mana lagi?" kata Baddaruddin.

Di sisi lain, Koordinator Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) Mohammad Nur Azami mengatakan kenaikan CHT tahun depan akan memukul daya beli masyarakat dan dapat menciptakan inflasi.

“Daya beli masyarakat masih mengalami kontraksi. Sebenarnya ketika daya beli meningkat, otomatis akan mempercepat pemulihan ekonomi nasional,” katanya. Dia mengatakan kenaikan tarif CHT juga dapat memicu peredaran rokok ilegal yang harganya jauh lebih murah dibandingkan rokok yang berpita cukai.

“Itu juga akan menurunkan pendapatan negara. Ini juga berbahaya untuk konsumen karena secara bahan baku tidak terjamin,” katanya

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Adrial Akbar
Editor: Adrial Akbar

Bagikan Artikel: