Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan mengumumkan kasus pertama varian Omicron di Indonesia yang ditemukan pada Kamis (16/12/2021). Meski sebelumnya pemerintah telah melakukan gerak cepat guna menekan kemungkinan menyebarnya varian tersebut di Indonesia, di antaranya melalui pengetatan pintu masuk dan karantina bagi pejalan dari luar negeri.
Dalam upaya membendung masuknya varian Omicron, Kepala Bidang Penanganan Kesehatan Satgas COVID-19, Alexander Ginting menyatakan, pemerintah memperketat pintu-pintu masuk ke Indonesia, yakni di bandara, pelabuhan, serta perbatasan.
Baca Juga: Satgas Covid-19: Fasilitas Karantina yang Ditanggung Pemerintah untuk WNI yang Memenuhi Ketentuan
“Ini harus kita kunci. Penguncian ini, salah satu mekanismenya adalah dengan karantina,” ujar Alex dalam Dialog Produktif dari Media Center Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) – KPCPEN, Kamis (23/12/2021).
Sebelum karantina, ditambahkan Alex, sudah ada aturan-aturan bagaimana para pelaku perjalanan luar negeri bisa datang ke Indonesia dengan aman dan nyaman, seperti sudah divaksinasi lengkap, melakukan tes PCR dalam 3 x 24 jam, tidak dalam keadaan sakit, serta harus mau mengikuti prosedur.
Ia menyampaikan, berdasarkan ketentuan Surat Edaran Satgas Penanganan COVID-19 No 25 yang mengatur bahwa mahasiswa, pelajar, pekerja migran atau pegawai negeri yang kembali ke Indonesia, tempat karantina disiapkan oleh pemerintah. Bagi turis dan WNA, karantina dilakukan di hotel dengan masa karantina 10 hari.
“Kalau terjadi perburukan maka karantina diperpanjang hingga 14 hari sesuai masa inkubasi,” jelasnya. Alex menekankan, terdapat undang-undang terkait Karantina dan Penyakit Wabah. “Bagi mereka yang ke luar negeri dan kembali, diharapkan untuk karantina karena ini bagian Global Health Security. Hal ini menjadi tanggung jawab kita bersama untuk menyuarakan agar semua orang patuh mengikuti aturan karantina. Pemerintah akan tetap merawat dan melayani yang sedang sakit,” tegasnya. Kunci untuk mengendalikan pandemi, imbuh Alex, protokol kesehatan harus ditegakkan, vaksinasi dikejar.
“Ini merupakan amanat dari pemerintah. Kita harus saling menjaga dan kolaborasi untuk menanggulangi COVID-19,” tandasnya. Kesempatan sama, ahli epidemiologi Masdalina Pane menyampaikan Omicron merupakan variant of concern kelima dirilis oleh WHO. Varian ini menyebar dengan cepat dengan jumlah banyak.
“Karena itu semua negara melakukan tindakan standar untuk menjaga pintu masuk masing-masing. Upaya cegah tangkal harus dilakukan, karena di pintu masuk jauh lebih mudah untuk diintervensi daripada yang telanjur masuk ke komunitas,” ujarnya. Masdalina mengapresiasi tindakan pemerintah yang sudah berupaya menjaga pintu masuk sebagai langkah antisipasi.
“Tahun lalu belum ada bayangan cegah tangkal. Varian Delta mengajarkan kita cegah tangkal. Omicron sebagai variant of concern sejauh ini diketahui menghasilkan gejala ringan. Yang harus diketahui varian ini lebih banyak mengenai usia produktif yang melakukan perjalanan dari suatu negara ke negara lain. Jadi Omicron lebih banyak menginfeksi usia produktif dan kondisi relatif lebih sehat. Yang perlu dicegah agar tidak bertransmisi di komunitas,” beber Masdalina. Dia menambahkan, sejauh ini hampir 5 negara telah melaporkan kematian terkait Omicron pada orang yang memiliki komorbid.
Ia menyarankan, untuk whole genome sequencing supaya dilakukan baik pada suspect dan probable, berdasarkan kriteria klinis dan epidemiologis. Hal ini juga mengingat tingkat penularan Omicron terbilang tinggi, yakni satu kasus bisa menularkan ke 10 sampai 40 orang. Masdalina mengingatkan, masih ada peluang Omicron ini untuk masuk, namun dengan prokes 3M hal itu seharusnya bisa dicegah.
“Kuncinya disiplin di pintu masuk sudah baik. 8 kasus di Indonesia masih wilayah di pintu masuk. Kita cegah jangan sampai terjadi sebagai transmisi komunitas sampai dengan lini ketiga,” ujarnya seraya mencontohkan bila pelaku kebersihan terpapar virus maka Ia berpeluang menularkan ke keluarga/istri, selanjutnya istri menularkan ke teman arisan dan sebagainya meski tidak kontak dengan perjalanan ke luar negeri maupun wilayah yang berisiko.
“Hasil tracing sejauh ini masih imported case,” ujarnya. Sebagai salah satu pelaku perjalanan luar negeri yang menjalankan karantina, figur publik Renny Fernandez menyatakan, baru selesai menjalani masa karantina dari luar negeri selama 10 hari di hotel. Renny menetap di Inggris dan datang ke Indonesia untuk pengurusan dokumen. “Berdasarkan pengalaman benar-benar terkejut dan amazing betapa ketatnya untuk bisa masuk ke Indonesia. Pada bulan lalu saja di Swiss, Jerman, Italia termasuk Inggris cukup menunjukkan sertifikat vaksin sudah bisa masuk. Tapi Indonesia ketat. Ini bagus,” ujarnya.
Renny mengalami prosedur yang harus dijalani saat mencapai bandara di Indonesia, antara lain harus menggunakan aplikasi PeduliLindungi, menunjukkan sertifikat vaksin, hasil tes PCR, dan disortir siapa saja yang harus karantina hotel, siapa saja yang bisa di Wisma Atlet. “Saya tidak masuk kategori masuk karantina ke Wisma Atlet, jadi harus booking hotel. Sesampainya di di hotel, passport dan identitas ditahan dan harus menjalani karantina selama 10 hari,” ujarnya.
Dia mengisahkan, di Inggris, masyarakat sudah lepas masker, dan bebas berkumpul. “Di Indonesia orang-orangnya masih taat prokes. Sehabis karantina saya ke salon. Saat mau duduk, kursi disemprot memakai disinfektan.” Karena itu, ujarnya, tidak heran bila negara-negara di dunia memasukkan Indonesia ke green zone. Namun demikian, ia mengimbau masyarakat untuk menahan diri tidak bepergian dulu ke luar negeri apabila tidak betul-betul perlu, apalagi mengingat adanya risiko penyebaran varian baru Omicron.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Alfi Dinilhaq
Tag Terkait: