Kecaman terhadap rencana aksi Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) semakin menguat. Setelah sebelumnya Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu (FSP BUMN Bersatu) dan Asosiasi Driver Online (ADO), sekarang giliran Organisasi Angkutan Darat (Organda) yang juga menyampaikan respon yang sama. “Keterlaluan. Semestinya, sebagai anak bangsa, serikat pekerja bisa menahan diri. Jika sampai melakukan aksi mogok kerja, orang lain akan kesulitan mencari nafkah. Termasuk anggota kami di Organda, awak angkutan umum, dan juga masyarakat kecil,” ujar Sekretaris Jenderal DPP Organda Ateng Ariyono, dalam keterangan resminya, Senin (27/12).
Menurut Ateng, rencana aksi serikat pekerja Pertamina tersebut memang berdampak sangat luas. Efek domino yang dihasilkan juga sangat besar. Tidak hanya transportasi darat yang terdampak, tetapi juga sektor lain. Bahkan, lanjutnya, masyarakat kecil juga menerima akibat yang luar biasa. Apalagi, hal ini dilakukan pada saat pandemi. “Pengusaha angkutan jelas sangat terpukul. Tapi demi melayani masyarakat, mereka mencoba tetap bertahan. Para awak angkutan juga Sedang berjuang. Jadi kalau tiba-tiba serikat pekerja Pertamina melakukan aksi, ini tentu sangat keterlaluan. Sudah keblinger,” tutur Ateng.
Dalam pandangan Ateng, rencana aksi FSPPB sudah masuk dalam kategori berlebihan. Bila pun terkait dengan hak karyawan, hal itu harusnya bisa dibicarakan secara internal dengan pihak manajemen. Terlebih, taraf kesejahteraan karyawan Pertamina sejauh ini memang sudah sangat tinggi dibandingkan karyawan dari institusi lain. Anggota Komisi VI DPR RI, Deddy Yevri Sitorus, misalnya, pernah menyatakan bahwa karyawan Pertamina bisa mendapatkan 20 kali take homepay atau setara dengan 39 kali gaji pokok. “Apalagi kalau dikaitkan dengan tuntutan agar Direktur Utama Pertamina mundur. Ini sudah tidak masuk akal dan sangat tidak normatif. Tuntutan mundur itu sudah tidak prinsip dan normatif, karena mereka (serikat pekerja) itu bukan penentu (kebijakan perusahaan). Mereka tidak punya, namun justru mencoba menekan karena punya kepentingan,” ungkap Ateng.
Karenanya, Ateng meminta aga Serikat Pekerja Pertamina dapat membatalkan rencana aksi dan dialog dengan Pertamina. Tak perlu ditekan lewat aksi massa, Ateng percaya bahwa manajemen Pertamina bisa melakukan antisipasi dampak yang akan muncul. “Kami masih percaya bahwa manajemen Pertamina bisa mengantisipasi dengan sebaik-baiknya,” tegas Ateng.
Sebelumnya kecaman terhadap rencana aksi FSPPB memang muncul dari berbagai kalangan. Sekjen FSP BUMN Bersatu Tri Sasono, misalnya, meminta FSPPB untuk membatalkan rencana aksi. Aksi tersebut, menurut Tri, bisa menjadi semacam sabotase, karena merupakan masa liburan panjang, di mana stok bahan bakar minyak (BBM) harus cukup tersedia. Sedangkan Ketua Umum Asosiasi Driver Online (ADO) Taha Syarafil, juga mengecam rencana aksi. Sebab, rencana tersebut berdampak terhadap masyarakat luas, termasuk kepada pengemudi online.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Taufan Sukma
Editor: Taufan Sukma