Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Super Digital, Super Emotions

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Hidup di era revolusi digital mengakibatkan kita sebagai manusia tidak tabu lagi melakukan proses membandingkan antara pilihan yang satu dengan pilihan yang lain. Mungkin ini bukan perilaku yang biasa kita saksikan puluhan tahun lalu. Namun, kini sah-sah saja membandingkan seorang tokoh dengan tokoh lainnya, membandingkan presiden yang sekarang dengan pendahulunya, hingga membandingkan sebuah produk dengan kompetitornya.

Perilaku manusia membandingkan beberapa pilihan untuk dirinya lahir karena adanya kekuatan emosi yang keluar seperti ledakan gunung api. Emosi itu yang kemudian dapat mengalahkan rasionalitas manusia dalam memutuskan apa produk atau jasa yang harus dikonsumsinya.

Keputusan pembelian sebuah produk menurut Marc Gobe, penulis buku Emotional Branding, dapat dibagi menjadi dua kelompok pemicu sebagai berikut, yaitu (1) pemicu rasional yang terdiri dari harga, kualitas, fitur, jaminan, dan keandalan produk serta (2) pemicu emosional yang terdiri dari penampilan, rasa, kepuasan, merek, keamanan, dan ketakutan.

Gobe tentu setuju bahwa internet dan teknologi kini telah membuat perubahan besar pada seluruh dunia dan perilaku konsumen. Teknologi digital kini sangat membantu proses penyampaian unsur-unsur pemicu rasional dan pemicu  emosional kepada konsumen dengan lebih cepat, tetapi juga lebih kompleks. Ada banyak faktor yang dapat mengaduk-aduk emosi konsumen.

Menemukan Titik Sentuh Emosi Konsumen

Tantangan terbesar bagi pemilik produk, pemasar, konsultan periklanan, serta konsultan kehumasan dalam era teknologi ini adalah menemukan titik sentuh emosi konsumen yang mampu menyetir nalarnya hingga akhirnya memutuskan untuk membeli sebuah produk atau jasa. Tantangan lainnya jika dikaitkan dengan era digital adalah bagaimana kemampuan brand dapat membuat pesan komunikasi yang disampaikan berubah seketika menjadi pesan berantai atau sering disebut dengan viral message, dibicarakan oleh banyak orang, hingga didiskusikan di pinggir jalan sampai di ruang-ruang pribadi.

Sahabat saya yang bekerja di perusahaan mobil asal Amerika membanggakan video promosi perusahaannya di YouTube yang telah ditonton oleh ribuan orang dan menjadi bahan diskusi. Latar lokasi cerita di Bromo, Jawa Timur, dan unsur kekuatan cerita yang menggambarkan hubungan emosional antara seorang anak dan ayahnya menjadi daya tarik video promosi yang diberi nama Webisode itu.

Terbersit pertanyaan di kepala saya, "apa pula istilah Webisode ini?" Teknik promosinya yang lebih mengedepankan cerita bersambung setiap episode membuat para penonton terus penasaran menunggu apa yang terjadi di episode berikutnya.

Beberapa bulan lalu video promosi penyanyi Amerika Pharrell Williams, Happy, begitu fenomenal. Tema lagu yang sederhana, gembira, sangat mudah ditiru, dan dinyanyikan oleh semua warga negara dunia. Bermunculanlah kemudian video-video serupa berisi beberapa warga dunia bernyanyi dan berdansa mengikuti Pharrel dan boneka maskot lagu itu. Viral message berhasil terjadi, brand-brand itu sukses!

Sentuh Emosi Konsumen dengan Cerita

Video-video viral itu memiliki kesamaan; ada sisi perasaan positif, kompleksitas emosional, ada unsur kejutannya, dan ada jalan ceritanya. Video-video itu menggambarkan kepada kita titik pertemuan antara brand dan konsumennya. Mereka bertemu pada sebuah "cerita", melalui sebuah kerja kreatif yang menggunakan pendekatan soft-selling, bukan hard-selling conceptBrand-brand itu berhasil untuk memancing emosi yang ada di dalam diri konsumennya untuk keluar, bereaksi, persis seperti gunung api yang memuntahkan semburan apinya.

Menciptakan Viral, Membagikan Pemancing Emosi

Itu berarti sebuah brand yang sukses berkampanye di media konvensional, apalagi di dunia digital, harus didukung oleh isi pesan dan cerita yang menarik untuk publik. Ia harus dapat menjelaskan apa komponen pesan dan cerita yang mampu memancing reaksi serta menyentuh sisi emosional dan psikologis konsumen.

Brand yang sukses harus mampu memahami siapa dan seperti apa karakteristik publiknya sebelum punya keinginan untuk menciptakan viral dan keinginan membagi pemancing emosi. Ia harus mampu menguasai demografis konsumennya, berapa usianya, mereka itu laki-laki atau perempuan.

Apa hal-hal utama yang diyakini mampu mengaduk-aduk emosi mereka? Untuk memahami semua itu maka diperlukan riset perilaku dari demografi konsumen. Penelitian psikologi terbaru Fractl (2014) menyatakan dampak penelitian atribut-atribut kesukaan laki-laki atau perempuan dalam rentang usia tertentu sangat menentukan keberhasilan pesan berantai (viral message).

Penelitian meminta kepada sekitar 800 responden untuk memilih gambar dan warna mana yang paling memancing emosi mereka. Gambar dan warna apa yang membuat mereka terkejut, senang, marah, gembira, atau sedih.

Menciptakan Perasaan Positif

Membuat pesan yang meninggalkan perasaan positif saat ini sangat penting. Dengan begitu kompleksnya permasalahan hidup di muka bumi ini, hasil riset menemukan banyak manusia yang stres dengan permasalahan kehidupannya sehari-hari.

Maka, perasaan positif (positive feelings) menjadi hal yang sangat dicari oleh manusia untuk menghilangkan rasa stresnya. Menurut riset, perasaan positif ini dapat ditimbulkan dengan jalan cerita yang menampilkan suasana suka cita, ada atribut atau properti bunga, ada suasana orang melakukan antisipasi atau persiapan-persiapan, dan perlu ada visualisasi sekelompok orang yang sedang bekerja sama, hingga sedang membangun rasa percaya di antara mereka. Build trust.

Sudah siapkah brand dan perusahaan Anda berkomunikasi secara digital? Sudahkah perusahaan Anda melakukan interaksi digital dengan konsumen yang memancing emosi mereka?

Komponen mana di antara harga, kualitas, fitur, jaminan, keandalan produk, penampilan, rasa, kepuasan, merek, keamanan, ketakutan yang Anda ciptakan untuk mengaduk-aduk emosi konsumen Anda?

Penulis: Charles Bonar Sirait, pengamat komunikasi publik, konseptor  Indonesia Super Digital Communications, penulis buku best seller The Power of Public Speaking. Colek saya di Twitter  ,  www.charlesbonarsirait.com

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: