Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Super Digital, Super Creative

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Beberapa hari yang lalu saya mencoba untuk mempromosikan buku terbaru saya yang berjudul Public Speaking and Business: Etika Berbicara di Forum Bisnis Melalui Twitter. Saya sengaja menge-tweet beberapa pertanyaan yang tidak ada kaitannya dengan judul buku saya.

Saat itu sedang diumumkan kenaikan BBM oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Berangkat dari titik itu, saya ada ide untuk menge-tweet pertanyaan di Twitter dan Facebook dan bagi yang bisa menjawab dengan benar akan mendapatkan hadiah satu buah buku baru saya. Tweet saya berbunyi seperti ini, "apa yang ramai pada malam hari dan sepi di siang hari? Bagi yang bisa menjawab dengan tepat akan saya berikan hadiah buku terbaru gratis, termasuk ongkos kirim saya yang menanggung. Saya batasi jawaban yang masuk dua jam dari sekarang setelah itu masa promo ini kan saya tutup."

Sontak bermunculan jawaban-jawaban yang lucu dan tidak sesuai dengan yang saya inginkan. Tiga puluh menit pertama semua jawaban salah. Barulah setelah itu sekitar lima orang menjawab "pompa bensin, antre BBM. Ini jawaban yang betul. Mengapa pompa bensin ramai? Ya, karena pada malam hari semua orang mendadak antre BBM setelah diumumkan kenaikannya oleh Presiden Jokowi.

Era Sudah Berubah, Ini Era Kreatif

Sebagai orang yang terlibat dalam bidang komunikasi saya selalu antusias melihat cara-cara baru dalam hal kreativitas dan unik bahkan yang tidak pernah terpikirkan oleh banyak pihak sebelumnya. Pada tahun 2008 saat menulis buku pertama yang berjudul The Power of Public Speaking, saya dan pihak penerbit kemudian berdiskusi untuk membicarakan strategi promosi dan memperkenalkan buku tersebut ke publik. Hasil rapat saat itu dengan penerbit masih berujung pada strategi promosi konvensional, yaitu meluncurkan buku di auditorium toko buku yang besar, memasang iklan di koran, dan mengundang wartawan untuk melakukan konferensi pers.

Hasilnya acara promosi buku itu pun meledak dan pengunjung yang datang ke toko buku itu pun tidak terbendung. Petugas keamanan kewalahan menghalau tamu-tamu yang tidak diundang. Alhasil, buku itu laris. Pihak penerbit menelepon saya meminta izin untuk mencetak ulang sebagai edisi kedua. Saya tidak menyangka animo publik sehebat itu.

Tahun 2012 kami rapat lagi untuk persiapan peluncuran buku saya berikutnya, Public Speaking for Teacher. Suasana rapat sudah berubah. Wajah para pemasar dari pihak penerbit tidak seceria di tahun 2008. Mereka murung, wajahnya tak bersemangat. Beberapa di antaranya tidak lagi menyarankan cara peluncuran buku seperti tahun 2008 untuk ditiru.

Kemudian mereka berbagi cerita tentang banyaknya acara peluncuran buku yang tidak sukses. Sudah mengeluarkan tenaga, perhatian yang begitu besar, energi, dan kekuatan seluruh pegawai toko buku, tetapi dampaknya tidak seperti yang diharapkan. Pihak penerbit beralasan acara peluncuran buku sudah begitu banyak, sudah begitu umum, tidak khas lagi, dan tidak merupakan sesuatu yang unik lagi. Masyarakat dan publik sudah jenuh serta bosan. Pengiriman undangan ke calon pembaca untuk menghadiri peluncuran buku belum tentu ditanggapi dan belum pasti dihadiri.

Saya masih ingat kepala pemasaran penerbit itu mengatakan kepada saya, "dulu persaingan peluncuran buku berhadapan dengan jadwal peluncuran buku lainnya. Kini pesaing dari sebuah peluncuran buku adalah kemacetan lalu lintas di Jakarta, undangan pernikahan pada pukul 19.00 WIB yang membuat para undangannya harus berangkat empat jam lebih awal di tengah suasana lalu lintas Jakarta yang tidak bisa diprediksi."

Tahun 2012 ia mengatakan kepada saya, "sekarang penerbit dan penulis buku dituntut untuk putar otak sekeras mungkin agar ada ide kreatif untuk meluncurkan buku secara unik. Kalau tidak, kita akan mati."

Korporasi dan Brand Harus Miliki Tim yang Kreatif

Munculnya teknologi media digital dalam ruang lingkup bisnis sangat membantu kebutuhan bisnis dalam mendukung kreativitas, inovasi produk, dan menghasilkan desain berkualitas tinggi. Teknologi digital digunakan oleh kalangan bisnis untuk menjangkau konsumen secara interaktif melalui digital media marketing.

Untuk menghasilkan kandungan baru yang berkualitas, korporasi dan brand harus membentuk tim creative digital marketing dengan tugas dan tanggung  jawab bekerja merancang serta mendesain proyek media digital. Para programer, desainer, arsitek informasi, dan Anda kemudian harus menjadi anggota tim kreatif ini.

Harus ada proses menghasilkan konten yang inovatif, interaktif, serta kolaboratif. Perancang, sebagai anggota penting dari tim, memiliki tugas memfasilitasi kebutuhan dan harapan dari Anda sebagai pemilik brand dan korporasi. Perancang inilah yang kemudian akan menggabungkan ide-ide desain yang segar dan imajinatif dan memberikan beberapa usulan yang diuji secara konstruktif oleh tim.

Pemasaran yang Kreatif

Tim kreatif harus didukung oleh tim pemasaran yang kreatif pula. Jika korporasi memiliki tim pemasaran yang kreatif akan sangat mudah untuk mengumpulkan ide-ide pemasaran yang kreatif dalam rangka memasarkan produk dan meningkatkan penjualan. Banyak ide pemasaran kreatif yang dapat di-copy-paste dari keberhasilan strategi pemasaran yang pernah dilakukan oleh pihak lain. Ide membagikan hadiah buku di Twitter juga bukan merupakan ide saya. Sudah banyak yang berhasil melakukan itu dan saya hanya meng-copy-paste saja.

Setelah ditiru, Anda perlu memodifikasi sesuai dengan kebutuhan pasar. Contohnya, Anda dapat

1. membuat games berhadiah. Misalnya, Anda berbisnis menyediakan pakaian atau clothing. Anda dapat membuat games mendesain T-Shirt yang sedang tren saat ini. Gunakan formulir pendaftaran untuk mengumpulkan alamat-alamat e-mail pelanggan;

2. mengembangkan situs baru brand Anda, web untuk menampilkan produk, jasa, dan lokasi;

3. membuat kalender untuk pelanggan dengan logo dan nama toko serta alamat di atasnya;

4. mencetak produk yang Anda jual atau jasa yang ditawarkan di bagian belakang kartu nama Anda.

Kreatif Itu Jeli Melihat Peluang, Kreatif Itu Menggunakan Cara yang Berbeda

Promosi film pendek Ada Apa dengan Cinta? yang menceritakan kisah cinta Rangga dan Cinta, menurut saya, juga sangat kreatif. Di saat publik telah lama kehilangan sosok dua remaja ini ada potensi pasar yang "rindu" kepada kedua idola remaja itu. Pihak pemilik cerita pun dengan kreatif memproduksi ulang cerita itu, tetapi kini dalam format film berdurasi pendek.

Film tidak lagi dijual di bioskop karena sudah banyak pesaing film nasional yang ada di bioskop. Dengan kreatif, film ini kemudian didistribusikan di YouTube yang dapat ditonton gratis oleh banyak orang. Kini penonton tidak perlu antre berbondong-bondong lagi ke bioskop. Mereka cukup menontonnya di smartphone atau komputer saja.

Lantas, dari mana pihak pemilik cerita mendapat uangnya? Dahulu pendapatan pemilik cerita diperoleh dari karcis bioskop yang dibayar penonton. Namun, kini pendapatan pemilik cerita diperoleh dari sponsor yang membiayai film itu dan mendapat slot promo sebelum dan sesudah film itu diputar.

Penulis: Charles Bonar Sirait, pengamat komunikasi publik, konseptor  Indonesia Super Digital Communications, penulis buku best seller The Power of Public Speaking. Colek saya di Twitter  ,  www.charlesbonarsirait.com

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: