Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Satgas Penanganan Koperasi Bermasalah Mendorong Penyempurnaan UU Perkoperasian

Satgas Penanganan Koperasi Bermasalah Mendorong Penyempurnaan UU Perkoperasian Kredit Foto: Satgas Penanganan Koperasi Bermasalah
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ketua Satgas Penanganan Koperasi Bermasalah Agus Santoso mengatakan, Satgas berpandangan tentang pentingnya mendorong penyempurnaan sistem hukum perkoperasian dengan pembaharuan UU Perkoperasian No. 25 Tahun 1992.

Dia menyebut, pihaknya sudah meminta pandangan dari Pimpinan Komisi VI dan instansi terkait tentang pentingnya RUU Perkoperasian sehingga bisa menjadi hak inisiatif Pemerintah dan masuk ke Prioritas Prolegnas Tahun 2022 ini.

Baca Juga: Satgas Penanganan Koperasi Bermasalah Serahkan Data Pendukung ke PPATK

"Selain itu, juga diperlukan adanya aturan di dalam UU PKPU dan Kepailitan yang baru agar bisa menjadi bridging untuk pengaturan penanganan koperasi bermasalah yang akan diatur di dalam UU perkoperasian yang baru nantinya," kata Agus dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (9/2/2022).

Menurutnya, UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian sudah terlalu lama, terlebih Kementerian Koperasi dan UKM sendiri tidak diberi wewenang yang cukup untuk mengatur perizinan, lingkup usaha, dan pengawasan terhadap koperasi simpan pinjam. Termasuk juga, terhadap Koperasi Simpan Pinjam yang izinnya diterbitkan oleh pemerintah daerah.

"Satgas tugasnya mengawal agar hak-hak anggota dapat terpenuhi sesuai dengan homologasi dan perlu menjaga agar tidak terdapat koperasi yang masuk proses kepailitan, walaupun ditengarai ada beberapa pihak yang menginginkan itu," ujar Agus.

Lebih lanjut, Agus mengungkapkan bahwa dengan dibentuknya Satgas, secara tidak langsung telah menguatkan literasi perkoperasian bagi anggota Koperasi agar tidak terlalu mudah melakukan upaya hukum untuk mempailitkan Koperasinya sendiri. Karena sejatinya, anggota koperasi adalah juga pemilik koperasi itu.

"Oleh karena itu, tentu akan membingungkan apabila ada anggota yang justru menginginkan koperasi miliknya jatuh pailit," ujar Agus.

Anggaran Dasar koperasi mengatur mengenai Rapat Anggota Tahunan atau Luar Biasa (RAT/RALB) sehingga permohonan PKPU atau pailit yang pada akhirnya dapat berujung pada likuidasi. Idealnya, harus disepakati di RAT atau RALB, bukan merupakan keputusan individu anggota tertentu. Namun, disadari bahwa hal tersebut tidak diatur dengan cermat di dalam UU Koperasi maupun di dalam UU Kepailitan dan PKPU.

"Terkait hal itu, kami mohon arahan dari Wakil Ketua Mahkamah Agung dan Ketua Kamar Perdata untuk bisa mengisi kekosongan hukum terkait permohonan PKPU atau pailit terhadap koperasi," sambung Agus.

Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua Mahkamah Agung Andi Samsan Nganro mengamini bahwa pengaturan tentang Koperasi tidak tegas dan sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman.

"Pembenahan koperasi harus diawali dengan pembenahan dan perubahan UU Perkoperasian," tutur Andi.

Selain itu, Andi juga menegaskan bahwa seharusnya PKPU bertujuan untuk melakukan proses restrukturisasi sebagaimana yang telah disepakati dalam Akta Perdamaian (homologasi) sehingga wajib ditaati oleh Koperasi dan Anggotanya demi untuk kepentingan bersama.

"Namun demikian, mempertimbangkan strategisnya persoalan ini dan melibatkan perekonomian masyarakat banyak, dalam rangka pembinaan, kami akan mengingatkan para hakim di pengadilan agar berhati-hati dalam memeriksa permohonan kepailitan koperasi," pungkas Andi.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ayu Rachmaningtyas Tuti Dewanto
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: