Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Di Jepang, Omicron Ancam Lonjakan Kematian, Pemerintah Juga Tunda Vaksin Booster

Di Jepang, Omicron Ancam Lonjakan Kematian, Pemerintah Juga Tunda Vaksin Booster Kredit Foto: EPA-EFE
Warta Ekonomi, Tokyo -

Varian Omicron di banyak negara umumnya memicu gejala Coronavirus Disease (Covid-19) ringan dan kasus rawat inap relatif lebih rendah dibandingkan amukan Covid-19 varian Delta.

Begitu juga dengan di Indonesia. Tetapi tidak dengan Jepang. Negeri Sakura itu malah melaporkan lonjakan kematian akibat Covid-19. Di tengah banyaknya kelompok rentan berisiko fatal akibat terpapar varian Omicron karena menunda pemberian vaksinasi booster.

Baca Juga: Jepang Perpanjang Pembatasan Covid-19 Selama 3 Minggu

"Penundaan Pemerintah Jepang dalam melakukan vaksinasi booster membuat negara ini lebih rentan daripada negara kaya lainnya. Varian Omicron memicu lonjakan kematian," kata para ahli, dikutip dari Reuters Rabu (16/2).

Sebagai informasi, 30 persen populasi di Jepang berusia 65 tahun ke atas, merekalah yang berisiko tinggi meninggal akibat Covid-19. Terlebih tanpa perlindungan dari vaksinasi booster.

Per Selasa (15/2), Jepang mencatat 236 kematian baru Covid-19. Ini menjadi salah satu hari terburuk selama pandemi Covid-19 karena angka meninggal melambung tinggi.

Meskipun di awal Jepang relatif lambat melakukan kampanye vaksinasi Covid-19, negara ini langsung mempercepat proses vaksinasi Covid-19. Pada November, Jepang memiliki tingkat vaksinasi tertinggi dibandingkan negara-negara kaya lain.

Namun, khusus program vaksinasi booster, pemerintah sengaja memberikan jeda lebih lama yakni delapan bulan setelah vaksinasi lengkap. Sedangakan  negara lain sudah memulai program pemberian vaksinasi booster minimal menerima vaksinasi primer enam bulan sebelumnya.

Pada akhirnya, Jepang mengikuti langkah negara lain untuk memberikan vaksinasi booster minimal enam bulan setelah menerima vaksinasi lengkap. Namun, hingga kini baru 10 persen dari populasi Jepang yang divaksinasi booster. Angka yang jauh lebih rendah dibandingkan Korea Selatan dan Singapura yang berada di kisaran 50 persen.

"Jika mereka memberi tahu kami pada November, bahwa enam bulan (jeda vaksin booster dan primer) sudah cukup, maka di Soma kami bisa memulai vaksinasi booster sejak Desember, dan untuk itu saya merasa kesal," kata Hidekiyo Tachiya, Walikota Soma di Jepang utara yang juga seorang dokter.

"Jika lebih cepat, tidak akan ada begitu banyak penderitaan dan begitu banyak orang tidak akan mati," cetusya.

Pihak berwenang di Tokyo juga mendorong booster dilakukan lebih cepat tetapi tetap saja pemerintah tak langsung menyetujui permintaan tersebut.

"Kami meminta vaksin booster secepat mungkin, tetapi pemerintah tidak setuju," kata Gubernur Tokyo Yuriko Koike kepada wartawan.

Seorang juru bicara Kementerian Kesehatan Jepang belakangan mengatakan, jeda delapan bulan antara vaksinasi booster dan primer diputuskan Dewan Ilmu Kesehatan. Ketentuan itu dimodifikasi pada Desember hingga Januari seiring munculnya ancaman Omicron.

Mantan Menteri Urusan Vaksinasi Jepang Taro Kono telah mewanti-wanti Kantor PM Jepang agar bergerak cepat. "Anda harus benar-benar mencambuk mereka agar semuanya bergerak," tegas Kono.

Kono sebelumnya banyak dipuji masyarakat dan pakar kesehatan atas perannya dalam upaya vaksinasi Covid-19. Menurut Kono, intervensi adalah kunci untuk menyelesaikan sesuatu dengan cepat. Dia mengingatkan, saat dirinya merayu eksekutif Pfizer untuk memastikan pengiriman vaksin lebih cepat.

Keterlambatan suntikan booster juga terjadi akibat tertundanya persetujuan vaksin Moderna. Yang tersedia hanya Pfizer. Padahal, persediaannya tidak cukup untuk didistribusikan secara merata.

Pemerintah Jepang akhirnya merekomendasikan warganya untuk mendapatkan booster mana pun yang tersedia. Kementerian Kesehatan mengatakan, pekan ini akan mendatangkan 10 juta dosis Pfizer lagi pada bulan Maret.

Saat ini, kasus menunjukkan cenderung turun. Namun dari ingkat kematian masih meningkat. Hampir 2.000 orang telah meninggal karena virus Corona di Jepang bulan ini. Semakin lama ditunda, maka akan jadi masalah politik bagi Kishida.

Atsuo Ito, pengamat politik Jepang mengatakan, negaranya paling tertinggal di belakang negara-negara maju. "Tepat di sebelah kita, Korea Selatan, telah memulai suntikan keempat mereka," tandas Ito.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: