Isu penundaan Pemilu 2024 kembali muncul dengan mengaitkan masa perpanjangan masa jabatan Presiden Jokowi. Sejumlah tokoh politik seperti Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar dan Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan sudah mengusulkan agar Pemilu 2024 ditunda.
Terkait itu, Sekretaris Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PP Muhammadiyah, Abdul Rohim Ghazali menyampaikan pandangannya. Dia mengingatkan demokrasi jadi bagian penting dalam membangun negara.
Baca Juga: Jika Pilpres Digelar Sekarang, Ternyata Sosok Ini yang Akan Dipilih Publik
Dia mengatakan demikian karena muncul isu penundaan pemilu yang diduga untuk kepentingan politik sesaat. Pun, alasan yang dipakai dengan mengatasnamakan pertumbuhan ekonomi dan lain sebagainya.
"Karena bagi kami, demokrasi adalah bagian dari komponen penting dalam membangun bangsa ini, termasuk di dalamnya kestabilan politik dan pertumbuhan ekonomi," kata Rohim dalam telekonferensi, Sabtu 26 Februari 2022.
Rohim mengatakan usulan penundaan pemilu sebagai sesat pikir yang mesti diluruskan.
"Jadi, kalau ada yang mengatakan bahwa proses demokrasi akan menghambat laju ekonomi, maka ini adalah sesat pikir yang harus kita luruskan," ujarnya.
Rohim bilang, demokrasi tidak bisa dilepaskan dari seluruh proses politik yang menjunjung tinggi ketertiban. Hal ini dengan merujuk terhadap undang-undang. Dia menyinggung aktor-aktor politik di Tanah Air seperti mengkambing hitamkan demokrasi.
"Apalagi kalau upaya-upaya mengambinghitamkan demokrasi itu berasal dari aktor-aktor partai politik. Maka itu menurut kami adalah suatu kontradiksi yang luar biasa. Karena pada dasarnya kan sebenarnya partai politik itu pilar demokrasi," jelas Rohim.
Dia mengatakan, kalau partai politik ingin merenggut nafas demokrasi maka menurutnya hal itu adalah cara berpikir dan bertindak yang salah.
Baca Juga: Ridwan Kamil dan Anies Asik Berdua-Duaan, Pengamat Sebut Percuma Kalau...
Lebih lanjut, Rohim mengatakan PP Muhammadiyah bersikap bahwa pemilu ditunda demi perpanjang masa jabatan Jokowi sebagai bagian yang krusial yang jelas bertentangan dengan konstitusi.
"Jadi jabatan presiden itu berbeda dengan jabatan ketua umum partai politik, atau berbeda dengan jabatan ketua umum ormas yang biasanya hanya cukup dengan melakukan tanwir atau rakornas untuk memperpanjang masa jabatannya," ujarnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Adrial Akbar