Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Roadshow Film Dirty Election di Bandung & Filosofi Kebenaran Pasti Menang

Roadshow Film Dirty Election di Bandung & Filosofi Kebenaran Pasti Menang Kredit Foto: Antara/Antara/Rafiuddin Abdul Rahman
Warta Ekonomi, Jakarta -

Tidak seperti biasa, tulisan ini dimulai sedikit dengan penjelasan tentang status dalam partai politik yang ternyata sampai sekarang masih banyak yang belum mengetahui. Tanpa terasa sudah lebih 4 (empat) tahun ini saya mengundurkan diri secara resmi dari partai yang sempat kami saling membesarkan, PD. Terhitung semenjak 11/03/2020 ada juga "Supersemar" (Surat Pernyataan Sebelas Maret) yang saya keluarkan, namun ini isinya pengunduran diri setelah 15 (lima belas tahun) berpartai semenjak 2005. Cara pamit/meninggalkan partai ini penting untuk dijelaskan dan diajarkan karena sangat berbeda secara etika dimana seseorang itu mundur secara terhormat menggunakan surat, bukan karena dipecat atau malahan hanya minggat.

"Masuk izin tampak muka, keluar pamit tampak punggung" itu juga salah satu filosofi bagus yang sempat disampaikan oleh mantan walikota Solo yang sebenarnya, FX Hadi Rudyatmo (Pak Rudi) saat menanggapi ada kader partainya yang mendadak minggat tanpa pamit secara tidak hormat. Apalagi kalau secara ksatria berani datang sendiri & mengembalikan KTA (Kartu Tanda Anggota), bukan hanya diam alias tak jelas sikapnya, "itu yang namanya laki-laki gentel" kata beliau beberapa waktu lalu. Memang pelajaran dasar soal etika alias sopan santun berpartai seperti ini sekarang sudah sering dilupakan bahkan tampak sengaja dilakukan untuk mencari simpati atau memainkan playing victims.

Baca Juga: Forum Alumni Perguruan Tinggi Indonesia dan Aliansi Penegak Demokrasi Indonesia Gelar Nonton Bareng dan Diskusi 'Dirty Election'

Karena sudah bukan lagi bagian dari sebuah partai & sekarang menjadi pemerhati telematika, multimedia, artificial intelligence & organizational citizenship behavior independen inilah kemarin dengan lantang dan tanpa beban sama sekali bisa melakukan kritik secara obyektif dan terbuka terhadap pelaksanaan Pemilu 2024, khususnya penggunaan teknologi informasi di dalamnya yang bernama SIREKAP (Sistem Informasi Rekapitulasi Pemilu) yang dikenal sangat buruk dan memalukan sepanjang sejarah bangsa ini menggunakan teknologi. Saking buruknya sampai-sampai APDI (Aliansi Penegak Demokrasi Indonesia) sepakat bahwa SIREKAP bukan hanya sebagai alat kecurangan pemilu namun sudah berfungsi alat kejahatan pemilu.

Secara detail telaah teknis dan komprehensif tentang SIREKAP tersebut telah diwujudkan dalam film berjudul "Dirty Election" yang sudah di-release semenjak 20/04/2024 lalu dan diperankan oleh Leony Lidya, Erick S Paat, Petrus Selestinus, Paulet Stanly Jemmy Mokolensang, Hairul Anas Suaidi, Akhmad Syarbini, Akhmad Akhyar Muttaqin, Kaka Suminta dan saya sendiri. Film yang dapat disaksikan melalui YouTube ini memiliki opsi untuk bisa ditonton secara utuh, maupun per-topik bilamana diperlukan untuk lebih menyesuaikan selera penonton. Digarap dengan teknik sinematografi standar broadcast dan filmologi yang digarap serius, film yang di-shooting di kawasan asli di sebelah selatan Jakarta ini coba memberi edukasi secara cerdas sekaligus bernas.

Namun tentu tidak cukup dengan film, untuk tetap membuat masyarakat Indonesia terus tercerahkan dan teredukasi di tengah upaya-upaya pembodohan negeri ini (misalnya dengan adanya statement "kuliah/perguruan tinggi adalah kebutuhan tersier" yang sangat picik kemarin, apalagi disampaikan oleh seorang profesor di Kemendikbud-Ristek), maka digelar juga diskusi publik di berbagai tempat yang mengiringi acara nobar (Nonton Bareng) Dirty Election ini. Jadi publik diharapkan bisa juga memberikan pandangan, masukan sekaligus saran dan kritik tidak hanya terhadap isi film Dirty Election yang diputar, namun juga terhadap pelaksanaan demokrasi di negara yang sekarang sedang disebut-sebut berada dalam titik nadir di rezim ini.

Nobar dan diskusi pertama telah sukses diselenggarakan di Heyoo Cafe seputaran Tendean, Jakarta pada Senin 20/05/2024 kemarin yang bertepatan dengan Hari Kebangkitan Nasional. Sedangkan nobar dan diskusi kedua akan diselenggarakan hari Kamis ini, 30/05/2024 dan kali ini mulai masuk kampus, ibaratnya untuk "menusuk" jantung pendidikan, kawasan candradimuka civitas akademika tempat para cendekia menuntut ilmunya. Dalam penyelenggaraan yang kedua ini, APDI berkolaborasi dengan BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) Kema UNPAD dan PSKN FH UNPAD. Acara diselenggarakan mulai pukul 10.00 WiB bertempat di Bale Rumawat, Kampus UNPAD Dipatiukur, Bandung.

Diskusi yang bertajuk "Membongkar Aktor Intelektual Pilpres 2024" akanmenampilkan pembicara-pembicara kompeten dalam bidangnya masing-masing : Prof. Susi Dwi Harijanti, SH., LL.M., Ph.D (PSKN FH UNPAD), Petrus Selestinus, SH (TPDI, Perekat Nusantara), Dr. Ir. Leony Lidya (Pakar IT, UNPAD), Ted Hilbert (Yayasan YAKIN), Ridho Anwari Aripin (BEM Kema UNPAD) dan Dr. KRMT Roy Suryo alias saya sendiri (Pemerhati Telematika & Multimedia). Dimoderatori oleh Akhmad Akhyar ST dan akan dibuka oleh Ir. Akhmad Syarbini (APDI), Diskusi ini akan dibawakan oleh MC Adara. Informasi detail acara ini bisa dibaca juga dalam berbagai platform sosmed, misalnya di X/Twitter @DirtyElection dan IG @dirtyelection

Banyak pertanyaan untuk diskusi yang kemarin terlontar, salah satunya adalah (katanya) Pemilu sudah selesai tetapi kok masih terus berdiskusi? Ya, memang. Pemilu 2024 secara teknis mungkin bisa disebut "sudah selesai", namun sebenarnya secara etis sangat jauh dari kata "selesai" tersebut. Karena sebenarnya kami percaya bahwa -meski sekarang sementara "dikalahkan" (oleh kecurangan dan kejahatan)- namun kebenaran pasti menang. Meski tidak berkorelasi langsung secara institusi, semangat ini mirip dengan slogan yang kemarin digunakan dalam Rakernas PDI-P "Satyameva Jayate" yang berasal dari bahasa Sanskerta "satyam-eva jayate" yang artinya "Hanya Kebenaran yang Berjaya".

Kalimat ini adalah sebuah mantra dari naskah Hindu kuno Mundaka Upanishad & diadopsi sebagai semboyan nasional di India. Secara lengkap lafalnya adalah sebagai berikut: "Satyameva jayate nānta, Satyena panthā vitato devayāna, Yenākramantyayo hyāptakāmā, Yatra tat satyasya parama nidhānam". Artinya secara lengkap: "Hanya kebenaran yang berjaya, bukan kepalsuan. Melalui jalan kebenaran Ilahi. Orang bijak yang benar-benar keinginannya terpenuhi. Yang bisa mencapai harta tertinggi dimana kebenaran berada. Memang filosofinya sangat dalam dan terasa sangat tepat diaplikasikan ditengah-tengah berbagai kecurangan dan kejahatan dalam Pemilu 2024 yang diselenggarakan (dengan sangat buruk), menurut catatan dalam rakernasnya kemarin.

Baca Juga: Masih Soal Bahaya Starlink, Dari Ekosistem Negara sampai Disintegrasi Bangsa

Kesimpulannya, sekali lagi APDI bukan merupakan afiliasi apalagi underbouw dari salah satu partai manapun, karena kami semua tetap Independen dan menjunjung tinggi hati nurani. Namun apabila mungkin ada kesamaan pandangan dan filosofi yang disebut di atas, hal tersebut bisa terjadi karena kami semua sedang menolak segala bentuk kecurangan dan kejahatan yang sedang terjadi di negeri yang dilakukan oleh rezim ini yang penuh korupsi, kolusi dan anti demokrasi. Film "Dirty Election" adalah fakta, bukan fiksi apalagi Ilusi dan ada Halusinasi sebagaimana sebagian adegan dalam film lain "Vina sebelum 7 hari". Kita semua tetap harus mengedepankan kewarasan demi menjaga Indonesia tetap mapan di masa depan ...

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Aldi Ginastiar

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: