Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

KPPU, Ombudsman, dan Apkasindo Evaluasi Kebijakan dan Tata Niaga Migor di Sumut

KPPU, Ombudsman, dan Apkasindo Evaluasi Kebijakan dan Tata Niaga Migor di Sumut Kredit Foto: Khairunnisak Lubis
Warta Ekonomi, Medan -

KPPU mengundang Ombudsman Perwakilan Sumatera Utara dan DPW Apkasindo Perjuangan dalam mengevaluasi dan mengidentifikasi permasalahan terkait kebijakan dan Tata Niaga migor.

Kepala Kanwil I KPPU, Ridho Pamungkas mengatakan pertemuan ini  menindaklanjuti temuan Satgas Pangan Polda Sumatera Utara terkait adanya 1,1 juta kg minyak goreng (migor) kemasan di gudang produsen dan temuan sidak yang dilakukan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) bersama Ombudsman terkait dengan tersendatnya pasokan ke distributor.

Baca Juga: Giliran Putra SBY Tanggapi Migor Langka, Suruh Pemerintah Segera Lakukan Ini

“KPPU masih mendalami terkait pernyataan Ivomas yang menyatakan produksi minyak gorengnya untuk industri mie instan yang terafiliasi dengan perusahaan," katanya, Selasa (8/3/2022).

Sementara temuan dari satgas pangan adalah minyak goreng kemasaan, bukan curah sebagaimana umumnya minyak goreng untuk industri.

"Artinya, ada dugaan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) minyak goreng dapat diakali industri dengan memprioritaskan pada penjualan ke industri yang tidak dipatok HET,” katanya.

Atas kesimpulan Polda tersebut, Kepala Perwakilan Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Utara, Abyadi Siregar juga masih mendalami penafsiran dari Pasal 11 Perpres No. 71 Tahun 2015 tersebut.

"Dalam hal terjadi kelangkaan minyak goreng di masyarakat, perlu ada penafsiran yang jelas dalam menetapkan jumlah dan waktu persediaan dan stok yang wajar didasarkan dari masing-masing karakteristik produknya." ujarnya.

Minyak goreng termasuk barang kebutuhan pokok yang cepat perputarannya dan lancar produksinya, sehingga batasan waktu penyimpanan dari minyak goreng hingga dikatakan memiliki motif penimbunan perlu ditinjau ulang.

“Bagaimana jika ditemukan stok minyak goreng yang tertahan selama 2,5 bulan dalam kondisi barang langka di masyarakat, apakah masih belum dikatakan penimbunan?,” ujarnya.

Sementara Wakil Ketua Umum DPP Apkasindo Perjuangan, Subangun Berutu menyatakan bahwa dalam tata niaga sawit, perhitungan harga TBS hanya memperhitungkan nilai CPO dimana rata-rata harga TBS adalah 20 persen dari harga CPO.

"Padahal hampir semua sisa pengolahan kelapa sawit masih tetap bernilai jual seperti cangkang, tandan hingga abunya. Hal ini menyebabkan posisi petani sawit mandiri masih termarginal dalam tata niaga sawit," katanya.

Menaggapi hal tersebut, Wakil Ketua KPPU Guntur Sahputra Saragih menjelaskan bahwa adanya selisih harga CPO akibat kebijakan DMO dan DPO dapat mengakibatkan level playing field (lapangan tanding usaha) yang tidak sama diantara produsen minyak goreng dalam memperoleh bahan baku serta membuka peluang terjadinya penyelewengan yang dilakukan oleh pelaku usaha, tentunya ini menjadi tantangan buat pemerintah dan kita semua.

“Sawit adalah buah yang nilai ekonomisnya bagi petani relatif rendah karena petani hanya mendapatkan upah panen, sedangkan hasil panen dikirim ke PKS dalam bentuk buah segar," katanya.

Menutup diskusi, Guntur menyampaikan harapan bahwa Ombudsman dan Apkasindo akan terus berkolaborasi dengan KPPU untuk mewujudkan persaingan usaha yang lebih sehat demi kesejahteraan masyarakat.

“Yang pasti, KPPU sendiri akan terus mengawasi terjadinya berbagai perilaku curang dan pelanggaran terhadap hukum persaingan yang dilakukan oleh pelaku usaha dalam penjualan minyak goreng,” pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Khairunnisak Lubis
Editor: Alfi Dinilhaq

Bagikan Artikel: