Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Suara Sekjen Gelora Menggelegar! Tolak Mentah-mentah Sikap Anti-Pemerintah Jadi Ciri Radikal

Suara Sekjen Gelora Menggelegar! Tolak Mentah-mentah Sikap Anti-Pemerintah Jadi Ciri Radikal Kredit Foto: Antara/BPMI Setpres/Handout
Warta Ekonomi, Jakarta -

Sekjen Partai Gelora, Mahfudz Sidiq menolak jika sikap anti pemerintah menjadi salah satu ciri penceramah radikal.

Menurutnya, sikap penceramah yang pro atau anti pemerintah adalah residu pembelahan politik pasca pilpres 2019.

"Sikap pro atau anti pemerintah yang disampaikan penceramah atau ulama bukan persoalan radikalisme. Tapi lebih sebagai residu pembelahan politik paska pilpres yang belum selesai," katanya saat dihubungi Populis.id pada Jumat (11/03/2022).

Baca Juga: Masuk Daftar Penceramah Radikal, Jawaban UAS Nampol: Radikal Itu Kalau Ibu-ibu Kesulitan Cari Migor!

Mantan Politisi PKS ini menjelaskan pada pilpres 2014 dan 2019 serta pilkada DKI Jakarta 2017, terjadi penggalangan kepada ulama dan pendakwah untuk mendukung para calon. Pembelahan politik terjadi dengan bumbu pandangan agama.

Kemudian di media sosial dengan mudah ditemukan penceramah yang saling menuduh, menjelekkan dan menyalahkan satu sama lain. Termasuk penceramah yang anti dan pro pemerintah.

"Kalau penceramah yang anti pemerintah disebut radikal, bagaimana jika pemerintahnya berganti sesudah pemilu nanti? Kalau penceramah yang sekarang pro pemerintah, lalu setelah ganti pemerintahan berbalik jadi mengkritik pemerintahan baru, apa akan disebut radikal juga?" tuturnya.

Jadi, kata dia, perlu menelaah lebih dalam dan obyektif persoalan radikalisme.

Jangan mengambil sikap dan kebijakan yang makin memperdalam dan memperlebar pembelahan politik karena tidak sehat bagi kehidupan bernegara.

"Yang perlu kita waspadai, pembelahan politik dan penggalangan tokoh agama bisa jadi bagian dari skenario besar untuk menciptakan kekacauan politik di Indonesia. Dan sangat mungkin ini melibatkan kekuatan besar di luar Indonesia," pungkasnya.

Diketahui, lima ciri penceramah radikal yang disampaikan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menjadi sorotan.

Pasalnya, ciri-ciri tersebut disebut tendensius karena hanya menyasar kelompok tertentu.

Di sisi lain, apa yang disampaikan BNPT sebagai bentuk warning untuk menjaga keadulatan NKRI dan upaya membentengi masyarakat dari pikiran radikalisme.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: