- Home
- /
- New Economy
- /
- Energi
Harga Minyak Melesat, Langkah Efisiensi Ketat Pertamina Dinilai Perlu Diapresiasi
Efisiensi ketat Pertamina dalam menyikapi harga minyak dunia yang terus meroket, mendapat tanggapan positif. Menurut Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa, efisiensi memang harus dimaksimalkan untuk menekan biaya produksi dan potensi kerugian BUMN tersebut.
“Dalam kondisi sekarang, dimana Pertamina belum menyesuaikan beberapa harga produk BBM, di tengah kenaikan harga crude oil, maka langkah-langkah yang dilakukan Pertamina, termasuk efisiensi patut mendapat apresiasi,” kata Fabby, Selasa (15/3/2022).
Langkah-langkah yang dimaksud Fabby, antara lain ketika Pertamina terus melakukan efisiensi secara menyeluruh di semua aspek bisnis, dari hulu sampai hilir, melakukan reformasi business model & operating model termasuk prioritasi investasi dan strategi optimasi kas internal, optimalisasi digital transformation dan new ways of working.
Baca Juga: Pertamina Harus Dapat Tambahan Dana Kompensasi
Selain itu, kata Fabby, juga terkait upaya Pertamina dalam menekan biaya produksi BBM dalam negeri. Dalam hal ini, Pertamina memaksimalkan penggunaan minyak mentah domestik dan dan mengoptimalkan penggunaan gas alam untuk penghematan biaya energi. Termasuk paralel, ketika dilakukan juga peningkatkan produksi kilang untuk produk yang bernilai tinggi.
Hanya yang perlu diingat, lanjutnya, bahwa efisiensi juga ada batasnya. Terlebih saat ini, ketika harga minyak dunia terus melambung yang membuat BUMN energi itu mendapat tekanan berat.
Terkait tekanan tersebut, Fabby memberi gambaran, bahwa dengan harga minyak dunia berkisar antara USD100 hingga 200 per barel, maka harga penyediaan bahan bakar minyak sekitar Rp11.500-13.000 per liter. Padahal, saat ini Pertalite dijual seharga Rp 7.650 per liter dan Pertamax dijual Rp 9.000. Dan harga tersebut belum mengalami kenaikan sejak tiga tahun terakhir. “Jadi dengan harga BBM sekarang, sangat jauh di bawah biaya penyediaan BBM Pertamina,” kata Fabby.
Untuk itulah Fabby menyarankan, agar efisiensi juga dibarengi dengan kebijakan lain. Misalnya saja, dengan melakukan penyesuaian harga. “Kebijakan ini perlu dilakukan. Jika, tidak maka Pemerintah perlu memberikan subsidi atau kompensasi. Apalagi saya perkirakan, harga minyak akan terus tinggi, di atas USD 90 per barel hingga pertengahan tahun ini. Kalau benar demikian, tentu beban Pertamina akan semakin berat,” lanjutnya.
Baca Juga: Melalui Pertamina NRE, Pertamina Menuju Pemain Utama Energi Hijau Global
Fabby menambahkan, 50 persen penjualan BBM Pertamina berasal dari Pertalite. Dengan demikian, kebijakan Pertamina sebelumnya yang sudah menaikkan harga BBM non penugasan, yaitu Pertamax Turbo, Pertamina Dex, dan Dexlite, memang sudah sewajarnya. “Hanya saja, kenaikan itu tetap tidak dapat menutupi biaya kedua jenis BBM tersebut,” lanjutnya.
Pertamina sendiri, sebelumnya mengakui bahwa kinerja keuangan mereka cukup tertekan dengan kenaikan harga minyak dunia akibat perang Rusia-Ukraina. Pjs Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga (PPN), Subholding Commercial and Trading Pertamina Irto Ginting mengungkapkan, harga minyak mentah dunia yang terus melambung menekan keuangan Pertamina cukup kesulitan. "Tentunya, kenaikan harga minyak ini memberikan tekanan bagi kami di hilir," kata Irto.
Pertamina juga menyatakan terus memonitor perkembangan global serta mengkaji kemungkinan penyesuaian harga Pertamax. Sedangkan untuk Pertalite sebagai BBM yang dikonsumsi masyarakat banyak, dipastikan tidak mengalami perubahan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait: