Satu Jalur dengan Cita-Cita Soekarno, Pusat Orientasi Rusia Indonesia Apresiasi IndoNarator
Pendiri Pusat Orientasi Rusia Indonesia (PORIN), (Surgey) Sunaryo N. Soenhadji mengapresiasi kehadiran IndoNarator. Ada keterkaitan bahasa dengan budaya. Seseorang yang mempelajari kosakata dan gramatikal saja tidak cukup untuk memahami suatu budaya. Sedangkan seseorang yang mengetahui bahasa, maka besar kemungkinan dia akan mengetahui budaya.
Menurut Sunaryo, saat ini, faktor bahasa, sangat penting buat generasi muda. Karenanya itu dia sangat mengapresiasi adanya diskursus terkait peristiwa 1928 yang dijadikan sebagai dasar pijak IndoNarator. Agenda ini bisa memperkaya wacana di kalangan anak muda, sebab ada beberapa bagian sejarah yang mungkin belum mereka alami.
Baca Juga: Takut Posisi PKB di Kabinet Jokowi Digusur PAN, Imin Ketar-Ketir, sampai Ancam Zulhas Cs, Astaga!
“Tapi dengan adanya wacana Indonesia 1928 ini akan memperkaya wacana kalangan anak muda,"kata Sunaryo dalam Talk Show bertajuk Indonesia 1928, yang digagas lembaga IndoNarator, Jumat (25/03/2022).
Adapun, sejarawan Anhar Gonggong menaruh harapan besar atas kehadiran IndoNarator sebagai lembaga yang bergerak di bidang riset kebijakan dan kajian publik. Menurutnya peranan ini senafas dengan apa yang dicita-citakan presiden Soekarno pasca kemerdekaan Indonesia.
Anhar menilai, kalau Indonesia 1928 itu dijadikan spirit dasar, maka membumikan pendidikan politik rakyat harus dilakoni. Sebab yang menjadi persoalan dewasa ini, katanya, pudarnya peranan organisasi politik, seperti partai, dalam menjalankan fungsi edukasi.
“Pertanyaan saya sekarang adakah partai mendidik rakyat. Kan itu persoalannya. Hal ini yang harus dipikirkan. Kalau bisa anda punya organisasi harus mendidik rakyat. Nah sekarang, pesan saya, IndoNarator tolong Didik rakyat sambil tetap mempertahankan integritas anda,” jelas Anhar.
Baca Juga: Tunjukan Komitmen KTT G20, Jokowi Resmikan SPKLU Ultra Fast Charging Pertama Di Indonesia
Menurutnya, fungsi edukasi ini bertujuan untuk memperbaiki mental di tengah kecenderungan perilaku korup di sebagian elite. Oleh karena itu, tegasnya, bagaimana pendidikan kita memberikan sistem tertentu yang bisa mengubah mentalnya.
Anhar juga mengingatkan kalau, orang-orang yang berjuang memerdekakan Indonesia adalah pemimpin yang mampu melampaui diri sendiri. Kontras dengan kondisi saat ini dimana rakyat terkesan diabaikan ketika politisi telah menang Pemilu.
“Apapun yang kalian katakan, kalau mental tidak berubah dalam pengertian baik, apa yang anda harapkan? Keruntuhan yang pasti akan terjadi,” katanya.
Baca Juga: Tunjukan Komitmen KTT G20, Jokowi Resmikan SPKLU Ultra Fast Charging Pertama Di Indonesia
Senada dengan ekonom Rizal Ramli menegaskan bahwa saat ini kita terperangkap dalam narasi-narasi yang bersifat retorik, emosional, dan romantisme belaka. Perkara ini malah membuat Indonesia sulit tumbuh menjadi bangsa besar.
Jika nasionalisme yang digaungkan hari ini betul-betul bersandar pada cita-cita kemerdekaan, sambungannya, maka narasi yang muncul harusnya bersifat substantif, seperti isu keadilan dan kesejahteraan.
“Saya sependapat dengan pak Anhar Gonggong, bahwa kita ini karakter tidak punya. Selain kecerdasan, profesionalisme. Karakter juga penting.”imbuhnya.
Rizal menyebutkan tiga persoalan yang membelenggu bangsa ini sehingga menyebabkan generasi muda khususnya, sulit berkembang. Tiga persoalan ini adalah korupsi, nepotisme dan anti-pluralisme.
Baca Juga: Kemendikbudristek: Kami Ingin Anak Bangsa Meraih Mimpi Melalui Perguruan Tinggi Terbaik
“Beban ini menyeret anak Indonesia turun ke bawah. Jadi tugas kita, kita harus potong ketiga beban itu. Karena tidak ada negara maju jika masih ada korupsi, tidak ada negara maju jika masih ada nepotisme. Perbedaan harus kita hargai, yang anti perbedaan tidak cocok karena kita negara Pancasila”, jelasnya.
Sementara itu, senior Advisor IndoNarator Samsul Hadi, menyampaikan pengalaman dan amatannya yang diharapkan dapat menjadi dasar untuk program di masa mendatang. Menurutnya peristiwa 1928 bukan semata-mata hanya menyangkut sumpah pemuda.
Menurutnya setiap event penting dalam sejarah Indonesia, selalu berakhir dengan angka delapan. Peristiwa 1908 terkait dengan Budi Utomo, 1928 juga terdapat sumpah pemuda dan kongres kebudayaan pertama, hingga momentum 1968 dan 1998 tercatat sebagai tahun berakhirnya kekuasaan presiden Soekarno dan presiden Soeharto.
Baca Juga: Emosi Hingga Ancam Reshuffle, Pengamat Soal Jokowi: Jika Semerdeka Itu, Mungkin...
“Ini hanya sekilas mengapa akhir delapan menjadi momentum sejarah. Ada peran pemuda dalam menjemput zaman, ini mengapa setiap event penting terjadi pada tahun yang berakhir pada angka delapan,” ungkap Hadi.
Adapun, Direktur Eksekutif IndoNarator Sekar Hapsari mengungkapkan bila masih terdapat banyak hal yang dipelajari oleh generasi muda dan diterapkan ke depannya. Baginya ini bukan sekadar urusan kontestasi 2024, melainkan untuk kepentingan jangka panjang generasi muda Indonesia.
“Ada satu hal yang sifatnya kasuistik dalam melihat bingkai kesatuan Indonesia saat ini. Dan itulah yang membuat kami merajut pulang bingkai tersebut dan membuat satu narasi dan narasi itu semoga kedepannya bermanfaat,” pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Aldi Ginastiar
Tag Terkait: