Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Soal Izin Praktik Dokter, Dokter Beni Jawab Menkumham Yasonna: Memang Bukan Wewenang IDI

Soal Izin Praktik Dokter, Dokter Beni Jawab Menkumham Yasonna: Memang Bukan Wewenang IDI Kredit Foto: Instagram Yasonna Laoly
Warta Ekonomi, Jakarta -

Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly memberi usul agar surat izin praktik atau SIP dokter harus jadi wewenang pemerintah. Komentar tersebut keluar menyusul pemberhentian Terawan Agus Putranto sebagai anggota Ikatan Dokter Indonesia atau IDI.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Bidang Hukum Pembelaan dan Pembinaan Anggota (BHP2A) IDI Dr. dr. Beni Satria, MH(Ke) menegaskan bahwa izin praktik memang bukan wewenang IDI, melainkan wewenang pemerintah.

Baca Juga: Didepan DPR, IDI Bongkar Disertasi Terapi Cuci Otak Terawan: Susah Diterima dengan Nalar!

"Terkait izin praktik memang bukan dari wewenang IDI, Pasal 37 dan Pasal 38 UU Praktik Kedokteran tahun 2004, izin adalah bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah kepada dokter dan dokter gigi setelah memenuhi syarat dan itu merupakan hal yang jelas," ujar Dr. Beni dalam bincang khusus bersama Suara.com, beberapa waktu lalu.

Dokter yang meraih gelar Doktor Ilmu Hukum di Universitas Islam Bandung (UNISBA) itu lantas menjelaskan, proses dokter untuk mendapatkan izin praktik diberikan oleh dinas kesehatan kabupaten atau kota yang berada di bawah naungan Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

"Kemudian sekarang sudah dialih menjadi Perizinan Terpadu (PTSP) satu pintu beberapa daerah, itu kan pemerintah juga," ungkapnya.

Namun kata Dr. Beni, sebelum surat izin itu dikeluarkan, dokter harus mendapat surat rekomendasi dari IDI sebagai organisasi profesi yang akan memvalidasi kebenaran orang tersebut adalah seorang dokter.

"Apakah ada ijazahnya? Mana pas fotonya? Mana surat tanda registrasi yang dikeluarkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia (KKI)?" jelasnya.

Bahkan selain rekomendasi IDI, ada juga berkas administratif lainnya, yaitu surat rekomendasi dari Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) untuk memvalidasi dokter tersebut dari sisi etiknya. "Apakah dokter ini pernah melanggar etik? Apakah dokter ini pernah melakukan tindakan pidana? Apakah dokter ini pernah melakukan perbuatan tercela?" tuturnya.

Selanjutnya, jika semua berkas lengkap, rekomendasi diberikan IDI dan MKEK, dokter tersebut akan bisa langsung memberikan pengurusan izin. Dr. Beni lantas mengaku khawatir jika rekomendasi dari IDI dan MKEK ini dihilangkan dalam penerbitan izin praktik dokter, maka masyarakat terancam ditangani dokter yang tidak jelas asal-usulnya atau memiliki riwayat melakukan perbuatan tercela di bidang kedokteran.

"Ini yang seharusnya menjadi konsen, ini yang harusnya sinergitas, bukannya kemudian IDI seolah-olah mengambil peran di sini, dan itu jelas tertera karena itu kewenangan kami," kata Dr. Beni.

Dokter yang juga Anggota Badan Pengawas Rumah Sakit (BPRS) Sumatera Utara itu menjelaskan, setelah pemerintah melalui dinas kesehatan kabupaten atau kota menerbitkan surat izin praktik, IDI di masing-masing daerah akan melakukan pengawasan pada dokter tersebut.

"Terlebih karena bisa saja dokter tersebut praktik di daerah yang berbeda, jadi masyarakat tidak dapat mengetahui perilaku dokter tersebut. Nah, hal itu yang menjadi kewenangan IDI dengan memberikan rekomendasi cabang dan wilayah," tutup Dr. Beni.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: