Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Riset: 70% Perusahaan Keluarga di Indonesia Tak Mampu Bertahan Hingga Generasi Kedua

Riset: 70% Perusahaan Keluarga di Indonesia Tak Mampu Bertahan Hingga Generasi Kedua Kredit Foto: Pexels/Sora Shimazaki
Warta Ekonomi, Jakarta -

Perusahaan konsultan Daya Qarsa, melalui buku Bangkit Setelah Pandemi: Mengembalikan Kesuksesan Perusahaan Keluarga Setelah Pandemi COVID-19, menyatakan hanya sekitar 30% perusahaan keluarga di Indonesia yang mampu bertahan hingga generasi kedua. Bahkan, hanya 13% yang berhasil bertahan hingga ke generasi ketiga.

"Persentase yang kecil ini menunjukkan rintangan yang besar dalam menjaga keberlangsungan bisnis keluarga," kata Apung Sumengkar, Founder & Managing Partner (CEO) Daya Qarsa, dalam keterangannya, Selasa (19/4).

Baca Juga: Beri Solusi untuk Bisnis Blockchain, Bholdus Luncurkan Launchpad

Berdasarkan survei yang dilakukan Daya Qarsa, tantangan terbesar berasal dari pandemi Covid-19. "Sebanyak 47% responden menganggap pandemi Covid-19 sebagai kekhawatiran utama perusahaan keluarga saat ini," tambah Apung.

Sementara itu, secara garis besar Daya Qarsa menemukan terdapat empat tantangan utama yang dihadapi oleh perusahaan keluarga di Indonesia.

Pertama, banyak perusahaan keluarga mengalami penurunan bisnis secara signifikan dan kesulitan dalam bertransformasi digital. Kondisi keuangan perusahaan di masa pandemi yang membuat pendapatan menurun tidak memungkinkan perusahaan untuk transformasi digital sehingga akhirnya membuat perusahaan kesulitan untuk menjangkau pelanggan yang saat ini sudah ramai berselancar di saluran digital.

Kedua, pelayanan kepada konsumen yang masih belum terdigitalisasi dan mengandalkan proses manual memakan biaya yang lebih besar. Hal ini juga diperparah dengan sistem kerja dan infrastruktur yang masih manual menyebabkan ketidaksiapan karyawan untuk menunjang kerja jarak jauh di masa pandemi.

Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya hal tersebut adalah pemimpin perusahaan keluarga yang kurang memiliki kesadaran akan pentingnya transformasi digital yang berdampak kepada lambatnya strategi digitalisasi perusahaan. Pemimpin perusahaan masih kurang memiliki pemahaman dan pengetahuan mengenai infrastruktur yang dibutuhkan untuk mendukung proses operasional sehari-hari.

Ketiga, tantangan terkait kesehatan fisik maupun mental karyawan, serta membenahi budaya dan cara berpikir karyawan yang masih konvensional.

Adapun yang keempat adalah tantangan dalam perencanaan dan penerapan manajemen suksesi yang belum maksimal, dan penerapan sistem tata kelola perusahaan yang profesional.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Imamatul Silfia
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: