Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Cetak Rekor Baru, Serangan Ransomware Meningkat hingga 144% di 2021

Cetak Rekor Baru, Serangan Ransomware Meningkat hingga 144% di 2021 Ilustrasi seorang peretas. | Kredit Foto: Getty Images/iStock
Warta Ekonomi, Jakarta -

Serangan pembayaran perangkat pemeras (ransomware) mencetak rekor baru di 2021 ketika cybercriminal (kriminal siber) semakin beralih ke "situs kebocoran" Dark Web. Modus ini berusaha menekan para korban untuk membayar dengan mengancam akan merilis data sensitif.

Berdasarkan hasil studi Unit 42 oleh Palo Alto Networks, rata-rata permintaan tebusan di berbagai kasus yang dikerjakan oleh penanggap insiden Unit 42 melonjak pesat (144%) pada 2021 hingga lebih dari USD2,2 juta (Rp31 miliar). Sementara rata-rata transaksi turut meningkat (78%) menjadi USD541.010, atau sekitar Rp7,7 miliar.

Adapun sektor industri yang paling terpengaruh adalah jasa profesional dan hukum, konstruksi, grosir dan eceran, kesehatan, serta manufaktur.

Baca Juga: Peretas Anonim Bobol Badan Antariksa Moskow, Ironinya Pakai Ransomware Rusia Sendiri

"Serangannya mengganggu aktivitas sehari-hari, mulai dari membeli bahan makanan, membeli bahan bakar untuk kendaraan, bahkan sampai saat menghubungi nomor darurat seperti 911 jika terjadi keadaan darurat dan mendapatkan perawatan medis," kata Jen Miller-Osborn, Deputy Director Unit 42 Threat Intelligence, dalam keterangan tertulis, Rabu (20/4).

Grup ransomware Conti bertanggung jawab atas sebagian besar aktivitas serangan, terhitung lebih dari 1 dari 5 kasus yang dikerjakan oleh para konsultan Unit 42 di  2021. REvil, yang juga dikenal sebagai Sodinokibi, berada di posisi kedua (7,1%), disusul oleh Hello Kitty dan Phobos (masing-masing 4,8%). Conti juga mengunggah nama 511 organisasi di situs kebocoran Dark Web-nya, terbanyak dari grup manapun.

Sementara itu, Conti 2.0 adalah ancaman yang paling berpengaruh pada tahun 2021 di wilayah Asia Pasifik. Dalam perihal industri, organisasi yang paling banyak menjadi target serangan adalah bidang Jasa Profesional dan Hukum serta industri Manufaktur.

Baca Juga: Keluarkan Laporan Terbaru, Kaspersky Temukan Rincian 2 Insiden Siber Oleh Grup Ransomware BlackCat

Laporan ini menjelaskan pesatnya perkembangan ekosistem pemerasan siber di 2021, dengan munculnya 35 grup ransomware baru. Laporan tersebut memaparkan bagaimana perusahaan kriminal menginvestasikan keuntungan tak terduga untuk menciptakan alat yang mudah digunakan dalam serangan yang memanfaatkan kerentanan zero-day.

Jumlah korban yang datanya muncul di situs-situs kebocoran data meningkat drastis (85%) pada 2021, menjadi 2,566 organisasi, berdasarkan analisa Unit 42. Sebanyak 60% dari korban kebocoran data berlokasi di Amerika, disusul dengan 31% berada di Eropa, Timur Tengah dan Afrika, dan juga 9% di wilayah Asia Pasifik. 

Adi Rusli, Country Manager Indonesia Palo Alto Networks, menyatakan ransomware menjadi penyebab utama  keprihatinan keamanan sistem bagi organisasi di seluruh dunia, termasuk Indonesia.

"Bisnis-bisnis di berbagai sektor harus lebih berhati-hati lagi dalam menyikapi risiko dari pemerasan siber dan menilai kemampuan mereka dalam memerangi risiko ini," jelas Adi.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Imamatul Silfia
Editor: Ayu Almas

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: