Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Dukung Mitigasi Perubahan Iklim, Startup Lokal Ini Manfaatkan Teknologi Cloud

Dukung Mitigasi Perubahan Iklim, Startup Lokal Ini Manfaatkan Teknologi Cloud Kredit Foto: Nuzulia Nur Rahma
Warta Ekonomi, Jakarta -

Dalam pembangunan ekonomi nasional, perubahan iklim dan keberlanjutan tetap merupakan faktor kritikal yang perlu ditanggapi secara serius. Perusahaan rintisan alias startup yang bergerak di bidang clean-tech secara umum dapat mengembangan inovasi yang turut memajukan taraf hidup, kesehatan publik, dan kesejahteraan umum.

Demikian halnya Ernest Christian Layman, Co-Founder & CEO Rekosistem, startup penyedia solusi pengelolaan limbah dan Nathan Roestandy, Co-Founder & CEO Nafas menggarap solusi monitoring kualitas udara di luar ruangan maupun dalam ruangan. Keduanya menggungakan teknologi berbasis cloud computing Amazon Web Services (AWS), perusahaan penyedia infrastruktur dan platform cloud global.

Didirikan pada tahun 2021, Rekosistem menyediakan platform untuk mengumpulkan dan mengolah data yang berguna bagi proses daur ulang. Dengan data ini, Rekosistem dapat menghubungkan jenis limbah dengan tempat pengelolaan limbah yang ideal hingga 20 persen lebih efisien.

Baca Juga: Business Matching Sektor ICT & Digital, Startup Indonesia Mampu Ciptakan Teknologi Metaverse Lokal

"Laju pembangunan ekonomi yang tinggi, membuat daya beli masyarakat semakin tinggi pula. Akibatnya, kami melihat limbah domestik menjadi masalah yang serius, ditambah dengan pandemi COVID-19 yang memaksa masyarakat untuk berdiam di rumah," ujar Ernest.

Ernest mengatakan bahwa kehadiran teknologi memudahkan Rekosistem untuk menjawab kebutuhan baru ini. Menurutnya berkat teknologi cloud dan machine learning AWS, perusahaannya mampu untuk merambah operasional baru dan meningkatkan skalanya dengan kecepatan tinggi.

"Karena Rekosistem terdaftar di program AWS Activate, kami juga tidak terlalu memusingkan biaya dan dapat berinvestasi pada talenta-talenta dan SDM mumpuni bagi kelangsungan perusahaan," ia menambahkan.

Baca Juga: Hangry, Startup Kuliner Multi-Brand, Mengumpulkan Rp316 Miliar pada Pendanaan Terbarunya

Ia juga mengatakan sepanjang 2021, perusahaannya mampu mencatatkan kenaikan pemasukan sebesar 30 persen dan menganalisis lebih dari 2 ribu metrik ton limbah yang berasal dari 11 ribu rumah tangga serta tempat-tempat komersial.

"Artinya, kami melihat ada peluang bagi startup clean-tech seperti Rekosistem untuk menghasilkan keuntungan sambil mengerjakan kebaikan bagi masyarakat," sambungnya.

Sementara, startup Nafas didirikan oleh Nathan Roestandy, setelah terinsiprasi perjalanannya di Tiongkok. Ia menyadari, kualitas udara sangat berpengaruh terhadap tingkat kesehatan publik. Baginya, tantangan utama yang dihadapi adalah kesadaran masyarakat yang masih rendah terhadap kualitas udara di luar ruangan maupun dalam ruangan. Dengan solusi yang dihadirkan Nafas, diharapkan orang banyak semakin cermat dalam mengatur kegiatan sehari-harinya.

"Mencegah selalu lebih baik daripada mengobati. Akses terhadap data merupakan kunci terjadinya perubahan kebiasaan yang dapat mendorong kesadaran akan kesehatan preventif," kata Nathan.

Selain menyediakan solusi monitoring kualitas udara, ia mengatakan Nafas juga membuka peluang dengan mengolah data yang dapat dianalisis lebih lanjut oleh pihak asuransi maupun penyedia layanan kesehatan. Tujuannya adalah memahami risiko-risiko penyakit terbaru dan korelasi antara kualitas udara dan kesehatan.

"Tanpa AWS, kami mungkin saja membutuhkan 8-12 bulan tambahan untuk menyelesaikan perangkat keras Nafas, yang proses manufakturnya terdisrupsi akibat pandemi. Solusi AWS IoT juga memampukan kami untuk mengumpulkan dan menganalisis lebih dari 5,5 juta datapoints, termasuk jenis gas, partikel di udara, dan lainnya dalam jarak lebih dari 220 kilometer. Sehingga, dengan solusi Nafas, pengguna kami telah menikmati lebih dari 2 juta jam udara bersih sesuai standar WHO secara keseluruhan, atau setara dengan lebih dari 70 ribu hari," imbuh Nathan.

Baca Juga: Jadi Ujung Tombak Menuju NZE, Simak Nih Langkah-langkah PLN

AWS sendiri sebagai penyedia teknologi cloud yang dimanfaatkan oleh Rekosistem dan Nafas merupakan salah satu pemrakarsa The Climate Pledge, yakni inisiatif yang mencoba mendorong tercapainya netralitas karbon pada tahun 2040, 10 tahun lebih awal dibandingkan target besar Paris Agreement yang efektif sejak 2016. Melalui The Climate Pledge, AWS juga berikhtiar untuk menggunakan 100 persen energi terbarukan pada tahun 2025.

Ken Haig, Head of Energy Policy for Asia Pacific & Japan, AWS mengatakan bahwa berdasarkan riset yang dilakukan 451 Research dan AWS tahun lalu, migrasi ke infrastruktur cloud ditemukan dapat menghemat energi hingga hampir 5 kali lipat, atau setara dengan hampir 80 persen lebih efisien.

Di klaster pusat data AWS termasuk di AWS Asia Pacific (Jakarta) Region yang beroperasi di Indonesia sejak Desember lalu digunakan material rendah karbon, serta teknologi pendingin, chip, dan suplai daya yang cerdas dan efisien. Untuk chip, AWS mendesain chip Graviton3 yang 60 persen lebih efisien dibandingkan pendahulunya, Graviton2.

Baca Juga: Luncurkan Praktik Cloud Terdistribusi, Deloitte dan VMware Dukung Transformasi Industri

Untuk suplai daya, AWS telah menggantikan unit uninterrupted power supply (UPS) dengan baterai dan sensor yang berfungsi membatasi konsumsi energi dan mencegah terjadinya pengurangan kapasitas dalam proses konversi daya.

Terlebih, pelanggan AWS dapat memonitor jejak karbonnya melalui dasbor AWS Customer Carbon Footprint Tool. Setiap bulannya, pelanggan akan mendapatkan laporan mengenai produksi karbon yang dihasilkan beban kerja dan penggunaan infrastrukturnya.

"Kami juga tengah mengerjakan lebih dari 300 proyek di seluruh dunia. Di Indonesia, kami bekerja sama dengan Clean Energy Investment Accelerator untuk menyediakan alternatif sumber energi terbarukan yang kian terjangkau dan tersedia bagi pembeli di kalangan perusahaan dan korporasi," tegas Ken.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Nuzulia Nur Rahma
Editor: Ayu Almas

Bagikan Artikel: