Macron Menangkan Pemilu, Le Pen Justru yang Bersinar Gara-gara...
Presiden Prancis Emmanuel Macron memenangkan masa jabatan kedua pada Minggu (24/4/2022). Kemenangan Macron menimbulkan kelegaan di antara sekutu bahwa, Prancis tidak akan tiba-tiba mengubah arah di tengah konflik di Ukraina, dan upaya NATO untuk menahan ekspansionisme militer Rusia.
Kemenangan Macron menyelamatkan Prancis dan Eropa dari pergolakan seismik, karena pemimpin populis Marine Le Pen. Meski kalah, Le Pen masih mencetak penampilan elektoral terbaiknya. Sejumlah pihak memperkirakan, banyak pemilih memberikan suara kepada Macron untuk mencegah kemenangan Le Pen yang sangat nasionalis.
Baca Juga: Presiden 2 Periode Sejak 20 Tahun, Macron Langsung Bersumpah Ini untuk Prancis
Macron adalah presiden Prancis pertama dalam 20 tahun yang memenangkan jabatan dua periode, sejak petahana Jacques Chirac mengalahkan ayah Le Pen pada 2002. Macron menang dengan memperoleh 58,5 persen suara. Sementara Le Pen mendapatkan 41,5 persen suara. Meski kalah, Le Pen menyebut hasil pemilihan presiden kali ini sebagai kemenangan yang bersinar.
"Dalam kekalahan ini, mau tak mau saya merasakan sebentuk harapan," ujar Le Pen.
Sejauh ini, sayap kanan Prancis belum pernah menerobos ambang suara sebanyak 40 persen. Pada 2017 Le Pen memperoleh 34 persen suara, sementara Macron meraup 66 persen suara. Kemudian pada 2002, ayah Le Pen mendapatkan kurang dari 20 persen suara ketika berhadapan dengan Chirac.
Perolehan suara Le Pen kali ini menjadi buah dari hasil kerja kerasnya selama bertahun-tahun untuk membuat politik sayap kanan diterima oleh para pemilih. Le Pen mengedepankanbkampanye tentang masalah biaya hidup. Dia juga membuat terobosan dengan melebarkan dukungan ke pemilih kerah biru di komunitas pedesaan, dan di bekas pusat industri.
Baca Juga: Presiden 2 Periode Sejak 20 Tahun, Macron Langsung Bersumpah Ini untuk Prancis
Pemilih Le Pen, Jean-Marie Cornic (78 tahun) mengatakan, dia memberikan suaranya untuk Le Pen karena menginginkan seorang presiden yang akan memprioritaskan kehidupan masyarakat sehari-hari. Termasuk gaji, pajak, dan pensiun.
Selama kampanyenya, Le Pen berjanji untuk mencairkan hubungan Prancis dengan 27 negara Uni Eropa, NATO dan Jerman. Le Pen juga menentang sanksi Uni Eropa terhadap pasokan energi Rusia. Le Pen menghadapi pengawasan selama masa kampanye karena kedekatannya dengan Kremlin.
Penurunan dukungan untuk Macron dibandingkan dengan pemilihan presiden lima tahun lalu, menunjukkan pertempuran yang sulit. Banyak pemilih Prancis menganggap pertarungan pemilihan presiden 2022 kurang menarik ketimbang 2017, ketika Macron dianggap sebagai angin segar bagi Prancis.
Pemilih kiri tidak terlalu senang dengan pemilihan presiden putaran kedua pada Ahad. Beberapa pemilih kiri enggan pergi ke tempat pemungutan suara untuk menghentikan Le Pen. Di sisi lain, mereka juga tidak antusias untuk memilih Macron.
Pemimpin sayap kiri Jean-Luc Melenchon, adalah salah satu dari 10 kandidat yang tersingkir di putaran pertama pada 10 April. Dia maju ke pemilihan legislatif Prancis pada Juni, sehingga mendesak pemilih untuk memberi kursi mayoritas parlemen sebagai upaya melumpuhkan Macron.
“Itu adalah pilihan yang paling tidak buruk,” kata Stephanie David, seorang pekerja logistik transportasi yang mendukung seorang kandidat komunis pada pemilihan putaran pertama.
Sementara, seorang pensiunan Jean-Pierre Roux, memasukkan amplop kosong ke kotak suara pada Ahad. Dia merupakan pendukung kandidat komunis pada pemilihan putaran pertama.
“Saya tidak menentang ide-idenya tetapi saya tidak tahan dengan orang itu,” kata Roux.
Sebaliknya, seorang pemlilih, Marian Arbre memberikan suaranya untuk Macron. Dia mendukung Macron untuk menghindari pemerintah yang mengedepankan fasis dan rasis.
“Ada risiko nyata,” ujar Arbre.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: