Waspada Akun Palsu bagi Bisnis! Kaspersky Uraikan Beberapa Kasus Umum
Tawaran pembelian Twitter yang dilaporkan secara luas dari Elon Musk kembali menunjukkan efek disruptif akun palsu terhadap bisnis. Menyoroti ini lebih jauh, dilaporkan bahwa tahun lalu Facebook menghapus 6,5 MM akun 'buruk' dan menurut beberapa perkiraan, hampir setengah dari akun di Instagram adalah palsu.
Namun, perusahaan media sosial tidak menangani masalah ini sendirian. Bisnis seperti ritel online, e- commerce, bank, dan beberapa lainnya juga berisiko. Mengapa organisasi-organisasi ini perlu waspada terhadap akun palsu dan bagaimana mereka bisa dirugikan? Melansir dari siaran resminya, Rabu (25/05) pakar Kaspersky Fraud Prevention telah menguraikan kasus paling umum di sini:
Baca Juga: 7 Faktor yang Mempengaruhi Keamanan Siber Perusahaan, Hasil Penelitian Kaspersky Ungkap Ini
Pencurian bonus
Ketika sebuah perusahaan mengalokasikan anggaran untuk program loyalitas mereka, tujuannya adalah untuk menarik pelanggan baru dan membantu membangun hubungan yang saling menguntungkan dengan mereka. Penipu yang membuat akun palsu, bagaimanapun, sebagian besar dapat merusak upaya ini.
Fraud mengatakan para penipu online ini terpikat oleh potensi keuntungan, dengan US$48 triliun poin loyalitas yang tidak terpakai terakumulasi secara global. Banyak dari program ini, seperti yang menawarkan welcome bonus, biasanya mudah untuk mendaftar dan kerap tidak terlindungi oleh otentikasi dua faktor, sehingga memberikan banyak peluang untuk melakukan penipuan.
"Penipu dapat menggunakan atau menjual kembali welcome bonus, kode promo, atau hadiah pendaftaran lainnya, atau mereka dapat meningkatkan peluang memenangkan hadiah dalam promosi dengan berpartisipasi dari beberapa akun. Terkadang resellers tidak resmi juga dapat memanfaatkan skema ini, menggunakan welcome bonus dan kemudian menjualnya kembali di situs lain; ini kemudian disertai dengan manfaat tambahan berupa lebih banyak poin bonus program loyalitas dan potensi imbalan finansial," jelasnya.
Ulasan palsu
Fraud menjelaskan 93% konsumen mengatakan ulasan online berdampak pada keputusan pembelian mereka. Maka, tidak mengherankan jika ulasan palsu telah menjadi hal biasa. Situasi ini mungkin bermanfaat bagi beberapa dealer yang tidak bermoral, tetapi dalam jangka panjang dapat membahayakan baik penjual maupun pasar yang mencantumkan produk.
Sebuah survei baru-baru ini mengungkapkan bahwa 67% konsumen khawatir tentang kredibilitas ulasan dan 54% akan meninggalkan pembelian mereka jika mereka mencurigai ulasan produk itu palsu. Platform apa pun yang memungkinkan penempatan ulasan palsu juga dapat dituduh melanggar hukum konsumen oleh otoritas terkait.
Pencucian uang
Fraud menuturkan organisasi keuangan sangat serius tentang keaslian akun pelanggan mereka, tetapi sejumlah oknum palsu juga dapat ditemukan di sini. Ini adalah bagal uang, rekening yang digunakan oleh pihak tidak bertanggung jawab untuk mencuci dana kriminal. Meskipun dibuat oleh orang sungguhan, mereka tidak digunakan untuk tujuan yang dimaksudkan, sebaliknya mereka menerima keuangan ilegal ke dalam akun mereka dan mentransfernya ke pihak lain.
"Penipu online menggunakan trik canggih untuk melakukan skema pencucian uang ini. Beralih ke alat otomatisasi, server proxy, alat administrasi jarak jauh, dan jaringan TOR untuk menghindari deteksi dan menghindari menghubungkan aktivitas mereka dengan skema sebelumnya," jelasnya.
Fraud juga mengatakan bahwa kehadiran pencucian uang tingkat tinggi di antara basis pelanggan dapat menyebabkan pelanggaran undang-undang Anti-money laundering (AML) dan kerugian reputasi yang serius bagi perbankan. Bagi organisasi, mereka dapat dicurigai sebagai pihak yang membantu kegiatan terlarang dan dapat menarik perhatian lembaga penegak hukum selama investigasi pencucian uang.
"Pemalsuan adalah sisi gelap dari anonimitas, keuntungan yang diberikan kepada kita oleh internet. Selama masih mudah untuk membuat akun palsu, penipu akan terus berusaha memanfaatkan kesempatan ini untuk keuntungan finansial atau untuk memanipulasi opini publik," ujarnya.
Untuk mengatasi hal ini, Fraud mengungkapkan setiap platform digital dapat membuat penyesuaian untuk secara signifikan memperumit prosedur autentikasi. Namun, ini juga dapat memengaruhi pengalaman pengguna dan menyebabkan potensi pengurangan pelanggan. Metode lain yang digunakan untuk memusnahkan berbagai skema pemalsuan yang sedang naik daun adalah dengan menggunakan teknologi antipenipuan.
"Kecerdasan buatan, pembelajaran mesin, dan analitik prediktif memungkinkan untuk menemukan akun palsu dan perilaku mencurigakan. Solusi ini juga mampu membedakan yang palsu dari pengguna yang sah tanpa memengaruhi kenyamanan fasilitas online," tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Nuzulia Nur Rahma
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: