Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

KLHK Minta Kebijakan BPOM Soal Kemasan Produk Pangan Perhatikan Dampak Lingkungan

KLHK Minta Kebijakan BPOM Soal Kemasan Produk Pangan Perhatikan Dampak Lingkungan Kasubdit Tata Laksana Produsen Direktorat Pengurangan Sampah KLHK, Ujang Solihin Sidik. | Kredit Foto: KLHK
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) meminta agar ketika mengeluarkan produk pangan misalnya dengan kemasan tertentu, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tidak hanya memperhatikan dampak kesehatannya semata, tapi juga dampak lingkungannya.

KLHK ingin bagaimana caranya agar kebijakan-kebijakan program pemerintah itu bisa saling melengkapi. Begitu disampaikan Kasubdit Tata Laksana Produsen Direktorat Pengurangan Sampah KLHK, Ujang Solihin Sidik, dalam sebuah webinar yang digelar secara online pada Kamis (2/6).

 Baca Juga: KLHK Lepasliarkan Seekor Harimau Sumatera di TN Kerinci Seblat Jambi

Dalam hal kebijakan BPOM, kata Uso, sapaan akrab Ujang Solihin ini, harus juga ada sinergis antara KLHK dengan BPOM. Selama ini, menurutnya, KLHK belum pernah melakukan komunikasi dengan BPOM terkait kebijakan yang dikeluarkan.

"Sebelum izin edar terhadap suatu produk kemasan disetujui, BPOM belum pernah mengomunikasikannya kepada KLHK. Makanya, belum ada aturan bahwa KLHK dapat memberikan rekomendasi kepada BPOM soal dampak lingkungan yang disebabkan produk tersebut," tuturnya.

Akan tetapi, saat ini Uso mengatakan bahwa KLHK akan coba untuk mulai melakukan komunikasi dengan BPOM terkait dampak lingkungan kemasan produk pangan sebelum diizinkan beredar.

"Jadi, ini sedang kami komunikasikan secara intensif bagaimana caranya kebijakan-kebijakan program pemerintah ini saling melengkapi. Di mana, dampak kesehatan manusia terjaga, dampak lingkungan juga terjaga. Jadi, dua-duanya harus berjalan dengan baik. Kami ingin pemerintah bisa sinergis," tukasnya.

Berbicara soal pengelolaan sampah, Uso lagi-lagi mengatakan bahwa kemasan-kemasan yang bisa diguna ulang itu menempati posisi yang paling tinggi dalam hierarki dibanding kemasan yang hanya didesain sekali pakai. Alasannya, menurut Uso, kemasan guna ulang itu didesain untuk dapat dipakai ulang dan otomatis potensi nyampahnya juga akan jauh berkurang karena sudah pasti akan ditarik lagi untuk diisi kembali.

"Sementara, yang didesain untuk sekali pakai, potensi untuk jadi sampahnya sangat tinggi. Kalau produsennya tidak bertanggung jawab untuk mengumpulkan kembali untuk kemudian mendaur ulang, ini akan menjadi sampah karena kemasan sekali pakai ini tidak bisa dipakai ulang untuk air minum," katanya.

Dia mengutarakan, tingkat kemasan daur ulang untuk plastik itu angkanya rata-rata hanya 7%. "Bayangkan kalau dari plastik yang dihasilkan untuk kemasan itu hanya 7% masuk daur ulang. Itu pun didaur ulang hanya sekali dan kebanyakan didaur ulang untuk jadi produk lain, tidak didaur ulang menjadi kemasan lagi atau jadi botol lagi atau jadi galon lagi," ucapnya.

Dia menyampaikan bahwa selama ini jenis-jenis plastik PET atau sekali pakai termasuk yang paling tinggi tingkat daur ulangnya, yaitu sekitar 23-24%. Hal itu karena memang industri Indonesia saat ini, daur ulangnya baru fokus hanya pada PET dan belum jenis plastik yang lain. Padahal, kata Uso, jenis plastik yang lain sangat banyak bahkan yang paling banyak jenis plastik yang disebut problematic unnecessary packaging atau plastik yang multilayer.

"Yang multilayer yang fleksibel yang kecil-kecil itu yang menjadi persoalan kita. Jadi, ketika bicara kemasan sampah AMDK, perlu kami tegaskan apapun jenis plastiknya baik PC, PET atau jenis lain,  kami ingin memastikan produsennya tanggung jawab untuk menarik lagi untuk didaur ulang jika dirancang untuk sekali pakai. Itu yang ingin kami tegaskan," katanya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: