Bank Indonesia (BI) memastikan normalisasi kebijakan likuiditas melalui kenaikan Giro Wajib Minimum (GWM) Rupiah secara bertahap berlangsung tanpa mengganggu kondisi likuiditas perbankan.
"Penyesuaian secara bertahap GWM Rupiah dan pemberian insentif GWM sejak 1 Maret 2022 menyerap likuiditas perbankan sekitar Rp119 triliun," ujar Gubernur BI Perry Warjiyo di Jakarta, Kamis (23/6/2022).
Perry bilang, peenyerapan likuiditas tersebut tidak mengurangi kemampuan perbankan dalam penyaluran kredit/pembiayaan kepada dunia usaha dan partisipasi dalam pembelian SBN untuk pembiayaan APBN. Baca Juga: Normalisasi Kebijakan, BI Bakal Percepat Aturan Kenaikan GWM Bertahap
"Kita mmpercepat kenaikan GWM dan juga mmpercepat efektivitas operasi moneter Rupiah dengan tetap menjaga likuiditas perbankan untuk menyalurkan kredit dan membeli SBN. Inilah yang terus menjaga stabilitas tanpa harus mengganggu proses pemulihan ekonomi," tegas Perry.
Adapun pada Mei 2022, rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) masih tinggi mencapai 30,80% dan tetap mendukung kemampuan perbankan dalam penyaluran kredit. Insentif GWM Rupiah pada Juni 2022 meningkat dibandingkan bulan sebelumnya menunjukkan dukungan positif kredit/pembiayaan perbankan kepada sektor prioritas dan inklusif.
Sementara itu, dalam rangka koordinasi fiskal-moneter sebagaimana tertuang dalam Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Gubernur Bi yang berlaku hingga 31 Desember 2022, BI melanjutkan pembelian SBN di pasar perdana untuk pendanaan APBN 2022 dalam rangka program pemulihan ekonomi nasional sebesar Rp32,54 triliun (hingga 22 Juni 2022) melalui mekanisme lelang utama, greenshoe option, dan private placement.
Pada Mei 2022, likuiditas perekonomian juga tetap longgar, tercermin pada uang beredar dalam arti sempit (M1) dan luas (M2) yang tumbuh masing-masing sebesar 18,37% (yoy) dan 12,15% (yoy).
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fajar Sulaiman