Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Levy Ekspor CPO Harus Dihapuskan, Jika Tidak Krisis Ekonomi Tinggal Tunggu Waktu

Levy Ekspor CPO Harus Dihapuskan, Jika Tidak Krisis Ekonomi Tinggal Tunggu Waktu Pekerja menimbang tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di Bram Itam, Tanjungjabung Barat, Jambi, Selasa (15/3/2022). Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan Anwar Sanusi mengatakan pandemi COVID-19 berdampak besar terhadap sektor ketenagakerjaan, khususnya angkatan kerja lapisan menengah ke bawah. | Kredit Foto: Antara/Wahdi Septiawan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Dalam sejarah kebijakan pungutan ekspor (Levy) minyak sawit di Indonesia pungutan ekspor dengan metode tak langsung tersebut selalu ditempuh pemerintah. Ketua Umum Asosiasi Petani Plasma Kelapa Sawit Indonesia (APPKSI) MA.Muhamadyah mengatakan, padahal banyak studi yang membuktikan (Tomic dan Mawardi, 1995; Larson, 1996; Susila, 2004; Joni, 2012) bahwa kebijakan yang demikian merugikan industri perkebunan Dan petani sawit dan Indonesia secara keseluruhan.

Kata Muhamadyah, kebijakan pungutan ekspor yang dilakukan secara tak langsung (specific-levy)  akan menaikkan harga CPO dunia, namun menurunkan harga CPO/TBS domestik, sehingga menciptakan disparitas harga CPO dunia dengan harga CPO domestik.

Kebijakan yang demikian akan merugikan produsen CPO/TBS domestik termasuk petani sawit yang ada pada 190 kabupaten di Indonesia.

“Industri biodisel domestik diperkirakan menikmati manfaat ganda yakni makin murahnya harga bahan baku (CPO) dan subsidi dari pungutan ekspor. Namun secara keseluruhan Indonesia dirugikan,” kata Muhamadyah dalam keteranganya, Senin ( 11/7/2022).

Sementara Negara eksportir minyak sawit dunia, selain Indonesia akan menikmati manfaat termasuk perusahaan Indonesia yang bergerak pada industri minyak sawit di negara lain.

Berbeda Kebijakan pungutan ekspor yang dilakukan dengan cara langsung (lump-sum levy) dan penggunaan dana pungutan untuk subsidi bunga kredit industri minyak sawit, merupakan kebijakan yang terbaik dan menguntungkan semua pelaku industri minyak sawit termasuk pemerintah.

Selain itu, kata dia,  harga CPO domestik akan tertekan akibat pungutan ekspor. Dan akan makin tertekan jika harga CPO dunia melewati USD 750 dimana tarif BK mulai berlaku.

Tekanan terhadap harga CPO/TBS domestik yang demikian tampaknya sulit diimbangi oleh peningkatan penyerapan CPO didalam negeri karena tambahan penyerapan CPO didalam negeri tidak terlalu besar dibandingkan dengan produksi CPO dalam negeri.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Bagikan Artikel: