Singapura Eksekusi Mati Terpidana Kasus Narkoba dengan Cara Digantung
Pengadilan yang mendengar banding mengatakan, upaya untuk menyelamatkan nyawa Nagaenthran adalah "penyalahgunaan yang terang-terangan dan mengerikan" dari proses hukum. Menurut pengadilan tidak sepantasnya ada upaya untuk menunda atau menghentikan eksekusi.
Pengadilan menolak argumen eksekusi Nagaenthran melanggar konstitusi Singapura. Sebab ia memiliki kelainan intelektual.
Baca Juga: Melunak! Terkuak Alasan Singapura Izinkan Gotabaya Rajapaksa Tinggal Selama 30 Hari
Singapura berpendapat bahwa hukuman mati diperlukan untuk mencegah kejahatan dan perdagangan narkoba.
Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan setelah eksekusi Nagaenthran, sekelompok pakar hak asasi manusia PBB mengatakan, penggunaan hukuman mati yang terus berlanjut di Singapura untuk kejahatan terkait narkoba bertentangan dengan hukum internasional.
Ini menekankan bahwa negara-negara yang mempertahankan hukuman mati harus menggunakannya hanya untuk kejahatan paling serius, sementara pelanggaran narkoba tidak memenuhi ambang batas.
Kantor PBB untuk Narkoba dan Kejahatan (UNODC) dan Dewan Pengawas Narkotika Internasional (INCB) mengutuk penggunaan hukuman mati untuk kejahatan narkoba. Dalam laporan terbarunya tentang penggunaan hukuman mati di seluruh dunia, Amnesty International mengatakan, eksekusi tahanan melonjak pada 2021 dan tren global tetap mengarah pada penghapusan hukuman mati.
Saat ini, sekitar 110 negara telah menghapus hukuman mati untuk semua kejahatan. Sementara lebih dari dua pertiga negara adalah abolisionis dalam hukum atau praktik.
Abolisionisme adalah sebuah paham yang meyakini bahwa suatu tindak pidana dapat mencapai penghapusan hukuman pidana pada kasus-kasus yang tergolong ringan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: