Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Said Abdullah Perkirakan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Bakal Capai 5,5% Tahun Depan

Said Abdullah Perkirakan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Bakal Capai 5,5% Tahun Depan Kredit Foto: DPR

Said menambahkan defisit akan berkisar 2,85% dari PDB. Lalu, pembiayaan SBN Netto Rp600,8- 902,2 triliun, investasi Netto Rp65,6 – 205 triliun, serta rasio utang terhadap PDB 40,58-42,35% PDB. 

Perkiraan tersebut disampaikan oleh Said melihat belum usainya persoalan pandemi Covid-19, perang antara Rusia dan Ukraina. Sontak saja, perang tersebut menyebabkan supply shock bahan pangan dan energi. 

Dampaknya, lanjut Said inflasi mebumbung tinggi yang menjalar dibanyak kawasan. Situasi ini tentu ada untung ruginya buat ekonomi kita. 

Efek kenaikan harga komoditas global di Kuartal IV tahun 2021 berdampak penerimaan perpajakan kita melampaui target, setelah dua belas tahun berturut turut kita mengalami short fall pajak.

“Naiknya harga komoditas juga menjaga surplus perdagangan sejak Mei 2020,” jelasnya. 

Dilain hal Indonesia dianggap harus memperbesar alokasi belanja subsidi dan kompensasi energi, yakni BBM, LPG dan listrik. Membengkaknya alokasi subsidi dan kompensasi energi ini dikarenakan Indonesia telah lama menjadi importir minyak bumi. 

“Biaya tambahan juga dibutuhkan untuk menjaga daya beli, khususnya rumah tangga miskin terhadap kenaikan inflasi yang mulai dirasakan disejumlah bahan pangan impor,” terangnya. 

Dirinya mengungkapkan jika pada KTT G20 pada November 2022 nanti tidak membuahkan hasil nyata untuk mengatasi supply shock pangan dan energi dunia, maka konidis ekonomi pada tahun depan masih akan kurang lebih sama seperti tahun ini. 

“Bila KTT G20 bisa menganulir berbagai pelarangan produk pangan dan energi Rusia ke pasar global, langkah itu akan membuka pasokan logistik global pulih secara perlahan,” ujarnya. 

Pada tahun 2023 perlu mewaspadai kesiapan fiskal, mengingat tahun depan harus kembali pada defisit pembiayaan APBN dibawah 3 persen PDB. Indonesia dinilai tidak bisa lagi membuka pembiayaan utang seperti tiga tahun terakhir untuk melebarkan ruang fiskal. 

Oleh sebab itu senjata utama pemerintah agar memiliki dompet lebih tebal yakni dengan menjaga tingkat pertumbuhan ekonomi, menjaga surplus perdagangan yang di topang dari ekspor baru dan manufaktur, penerimaan perpajakan yang baik, dan inflasi yang terkendali, serta meningkatkan investasi, khususnya pada sektor primer.

Pertumbuhan ekonomi optimis bisa kita raih ke level lima persenan jika mampu mengelola inflasi dengan baik. Dengan inflasi terkendali dengan baik, maka permintaan domestik (konsumsi rumah tangga) sebagai pilar penting pertumbuhan ekonomi selama ini akan terjaga. Indonesia masih peluang besar seiring masih relative tingginya harga komoditas ekspor. 

“Porsi ekspor dalam mendorong permintaan perlu terus ditingkatkan, agar tidak semata mata mengandalkan permintaan domestik. Inilah saatnya kita melakukan transformasi ekonomi untuk lebih outward looking,” tambahnya. 

Indonesia pun tidak boleh mengandalkan ekspor hanya bertumpu pada komoditas. Program hilirisasi harus mulai tampak kontribusinya pada produk ekspor baru. 

“Selama rentang 2014-2019 kita hanya menghasilkan 17 produk ekspor baru, sementara Vietnam 48, Thailand 30, dan Malaysia 30 produk ekspor baru,” tutup Said. 

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri

Bagikan Artikel: