Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Minta Anggota ASEAN Kompak, Bahlil: Tidak Semua Negara Mendukung Perkembangan Negara ASEAN

Minta Anggota ASEAN Kompak, Bahlil: Tidak Semua Negara Mendukung Perkembangan Negara ASEAN Kredit Foto: Martyasari Rizky
Warta Ekonomi, Jakarta -

Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menekankan pentingnya kekompakan di antara negara anggota ASEAN untuk menciptakan posisi tawar (bargaining power) yang kuat dalam tataran global. Hal ini disampaikan oleh Bahlil saat menghadiri Sidang ke-25 Dewan Kawasan Investasi ASEAN (AIA Council) di Kamboja, Kamis (14/9/2022).

Menurutnya, tidak semua negara mendukung perkembangan negara-negara di ASEAN. Sebagai contoh, dalam hal transformasi ekonomi yang ditargetkan Indonesia melalui hilirisasi sumber daya alam, terutama mineral.

Baca Juga: Hadiri Persidangan Dewan Kawasan Investasi ASEAN, Menteri Bahlil Usulkan Promosi Investasi Bersama

"Indonesia mengalami hal ini saat ini. Ketika kita sedang fokus melakukan hilirisasi terhadap nikel untuk membuat baterai mobil dan sebagian negara itu memprotes kami di WTO (World Trade Organization). Ini contoh kecil, tapi tidak menutup kemungkinan untuk terjadi pada negara-negara lain," ungkap Bahlil, mengutip dalam rilisnya.

Merespons ASEAN Investment Report (Laporan Investasi ASEAN) 2022 yang disusun oleh UNCTAD (United Nations Conference on Trade and Development), Bahlil mengajak ASEAN untuk merumuskan prioritas bersama dan saling menguatkan dengan pendekatan pada keunggulan komparatif di masing-masing negara.

Baca Juga: Menteri Bahlil Lahadalia Bernostalgia Saat Mengunjungi Kampus Almamaternya di Papua

"Sebab saya punya keyakinan bahwa kita kuat, tapi kita masih belum fokus pada masing-masing dalam memberikan penguatan kepada sesama negara ASEAN. Saya juga mengapresiasi apa yang disampaikan okeh UNCTAD tadi, bahwa reformasi terhadap berbagai regulasi dan pelayanan itu menjadi sesuatu yang fundamental," ujar Bahlil.

Seperti diketahui, Uni Eropa (UE) pada November 2019 lalu resmi mengajukan gugatan kepada WTO perihal pembatasan Indonesia pada ekspor nikel, bijih besi, dan kromium yang digunakan sebagai bahan baku industri baja nirkarat (stainless steel) Eropa. Dalam gugatannya, UE menilai bahwa Indonesia telah melanggar komitmen anggota WTO untuk memberikan akses seluasnya bagi perdagangan internasional, termasuk di antaranya produk nikel mentah.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Martyasari Rizky
Editor: Ayu Almas

Bagikan Artikel: