Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Sekjen DPP PDIP Dituduh Sebar Hoaks, Jubir Partai Demokrat: Tak Perlu Fitnah, Kecuali Kalau Skenario Jahatnya Ketahuan

Sekjen DPP PDIP Dituduh Sebar Hoaks, Jubir Partai Demokrat: Tak Perlu Fitnah, Kecuali Kalau Skenario Jahatnya Ketahuan Kredit Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Warta Ekonomi, Jakarta -

Herzaky Mahendra Putra selaku Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP dan Koordinator Juru Bicara DPP Partai Demokrat menyebut pernyataan Sekretaris Jenderal DPP PDIP, Hasto Kristiyanto adalah sebuah kebohongan. 

Herzaky juga berkomentar bahwa reaksi Hasto berlebihan seperti sekenario jahatnya telah ketahuan. 

Sebelumnya, Hasto menanggapi serius soal viralnya pernyataan Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang mengaku siap turun gunung lantaran mencium tanda-tanda kecurangan pada Pemilu 2024

Hasto menyebut, SBY tidak bijak dengan mengeluarkan pernyataan tersebut. Ia lantas menyinggung dugaan kecurangan yang terjadi di Pemilu 2009. 

Baca Juga: Ada Upaya Gagalkan Anies Baswedan Bertanding di Pilpres, PKS Tak Ambil Pusing: Biarkan...

"Mohon maaf Pak SBY tidak bijak. Dalam catatan kualitas pemilu, tahun 2009 justru menjadi puncak kecurangan yang terjadi dalam sejarah demokrasi, dan hal tersebut Pak SBY yang bertanggung jawab," kata Hasto seperti dilansir dari Suara.com (19/9/2022). 

Menurutnya, era kepemimpinan Suharto tidak ada manipulasi daftar pemilih tetap (DPT). Namun di era SBY dugaan manipulasi DPT terjadi. 

"Salah satu buktinya ada di Pacitan. Selain itu Anas Urbaningrum dan Andi Nurpati, yang seharusnya menjadi wasit dalam pemilu, ternyata kemudian direkrut menjadi pengurus teras Partai Demokrat. Di luar itu, data-data hasil Pemilu kemudian dimusnahkan. Berbagai bentuk tim senyap dibentuk," tuturnya. 

Baca Juga: Kecewa Berat Sama Jokowi, Pengacara Brigadir J Ungkit Pilpres 2024, Ajak Masyarakat Pilih...

Selain itu, menurut Hasto, SBY menggunakan dana hasil kenaikan BBM untuk kepentingan elektoral. Pada saat bersamaan, kata dia, terjadi politisasi hukum terhadap lawan politik SBY. 

Kemudian Hasto menyebut, rezim SBY telah mendorong liberalisasi politik melalui sistem pemilu daftar terbuka. Puncak liberalisasi politik dan liberalisasi di sektor pertanian, kata dia, terjadi zaman SBY. 

"Dengan berbagai manipulasi tersebut, Partai Demokrat mengalami kenaikan 300 persen. Setelah Pak SBY tidak berkuasa, terbukti hal-hal yang sifatnya ‘bubble’ kemudian mengempis atau pecah sendiri, karena cara menggelembungkannya bersifat instan," tuturnya. 

Baca Juga: Anak Buah Megawati Nilai SBY Playing Victim Soal Penjegalan, Takut AHY Gak Masuk Bursa Pilpres 2024

Herzaky kemudian membalas dan menjelaskan bahwa Demokrat tahun 2009 suaranya bisa meningkat tiga kali lipat karena prestasi pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang dirasakan manfaatnya oleh rakyat. 

“Rakyat miskin semakin sedikit. Pengangguran semakin sedikit. Gaji PNS termasuk guru dan TNI POLRI hampir tiap tahun meningkat. Daya beli masyarakat tinggi. Pendapatan per kapita meningkat drastis,” katanya. 

“Dan, keuangan negara stabil. Bahkan hutang minim. Pembangunan infrastruktur juga berjalan dengan baik,” tambahnya. 

Menurutnya, rakyat benar-benar merasakan hasil pembangunan di pemerintahan era SBY. Bukan hanya dirasakan oleh segelintir pihak saja. Ia juga menepis tuduhan DPT 2009 bermasalah ataupun hasil pemilu yang dimanipulasi. 

Baca Juga: Tiga Partai Ini Bakal Jadi Jembatan Anies Maju di Pilpres, Pasangannya AHY?

“Lagipula, publik kan tahu kalau di pemilu 2019 lalu, ada komisioner KPU yang ditangkap karena kasus suap. Kan, salah satu pelakunya kader partainya Bang Hasto, Harun Masiku, yang sudah buron 1.000 hari lebih. Tidak ada cerita seperti itu di Pemilu 2009,” ungkap Herzaky. 

“Tidak perlu terlalu reaktif. Apalagi mengumbar hoaks dan fitnah. Kecuali, kalau memang merasa skenario jahatnya ketahuan,” tambahnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Sabrina Mulia Rhamadanty
Editor: Sabrina Mulia Rhamadanty

Bagikan Artikel: