Tracy Lothian, Vice President, Asia Pacific, Low Carbon Solutions, ExxonMobil, mengungkapkan CCUS adalah salah satu fase dalam transisi energi dan tidak mudah menerapkannya.
Ada beberapa dukungan yang dibutuhkan, termasuk agar bisa dijalankan di Indonesia, salah satunya melalui regulasi sehingga proyek CCS/CCUS bisa masuk secara keeknomian. Selain itu, tambah dia, harus ada kolaborasi internasional serta yang tidak kalah penting adalah dukungan publik terhadap pelaksanaan CCS/CCUS.
"Masyarakat luas perlu tahu bahwa menjalankan proyek CCS/CCUS ini menyangkut dengan perubahan iklim," kata Tracy.
Tutuka Ariadji, Dirjen Migas Kementerian ESDM, mengakui bahwa Pertamina menjadi salah satu perusahaan paling aktif menerapkan CCS/CCUS. Sedikitnya ada sekitar 15 studi penerapan CCS/CCUS dan 80% di antaranya dikerjakan Pertamina.
Menurut Tutuka, penerapan teknologi CCS/CCUS sangat mendesak dengan adanya target penurunan emisi. Di sisi lain pemerintah juga berupaya meningkatkan produksi migas. “Untuk itu pemerintah tengah menyusun regulasi untuk memayungi kegiatan carbon capture,” ujarnya.
Tutuka menjelaskan prioritas awal Peraturan menteri (Permen) nantinya mengatur injeksi CO2 untuk kegiatan Enhanced Oil Recovery (EOR) dan Enhancef Gas Recovery (EGR).
"Kami fokus dulu untuk kegiatan EOR dan EGR. Permen ini nantinya terbuka untuk kolaborasi internasional," ungkap dia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: