Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Titah Vladimir Putin ke Rakyat Sangat Tegas: Ancaman Penjara Jika Menentang Perintah

Titah Vladimir Putin ke Rakyat Sangat Tegas: Ancaman Penjara Jika Menentang Perintah Kredit Foto: Reuters/Stringer
Warta Ekonomi, Moskow -

Waktu itu pukul 03.00 di St Petersburg dan jalan-jalan sepi. Tetapi di satu apartemen kecil di pusat kota, dua aktivis masih terjaga; mereka sedang bersiap-siap untuk melakukan sesuatu yang bisa jadi sangat berbahaya di Rusia: menggelar aksi protes anti-perang.

Mereka bersedia menemui kami, tapi meminta kami untuk melindungi identitas mereka.

Baca Juga: Doktrin Rusia Dilampaui, Putin Benar-benar Kasih Ancaman Bukan Gertakan!

"Kami melakukannya secara anonim, pada malam hari, di daerah yang sepi, dan kami bersembunyi dari kamera CCTV," kata seorang aktivis, yang minta dipanggil Mitya.

"Kami selalu mengenakan tudung dan memakai masker. Kami membuat poster dengan sarung tangan dan menggantungnya juga dengan sarung tangan," kata yang lain, yang akan kita sebut Vorobei.

Resistensi Anti-Perang Feminis adalah kelompok protes rahasia yang muncul pada hari kedua invasi Rusia ke Ukraina.

Ketika kami bertemu Mitya dan Vorobei, aksi protes mereka berbentuk pesan anti-perang yang ditulis dengan grafiti di trotoar di luar sebuah sekolah.

Ini adalah bagian dari serangkaian tindakan yang menyasar para ibu - yang suatu hari nanti mungkin harus mengirim putra mereka ke medan perang.

Para aktivis berkata kepada saya mereka terdorong untuk bergabung dengan kelompok itu setelah terkejut dengan tindakan Rusia di Ukraina.

"Perang itu mengerikan," kata Mitya. "Ini perang imperialis yang sama sekali tidak masuk akal dan seharusnya tidak terjadi. Ini hanya tentang keangkuhan presiden kami, yang bahkan tidak kami pilih."

Keesokan paginya, kami berangkat untuk memeriksa grafiti yang telah dilukis Mitya dan Vorobei di depan sekolah. Itu pagi yang cerah di St Petersburg, dan pesan anti-perang dapat dengan mudah terlihat oleh orang-orang yang membawa anjingnya berjalan-jalan di bawah sinar matahari pagi.

Namun pesan itu bertahan hanya beberapa jam sebelum dicat ulang.

Vorobei mengatakan kelompoknya berharap demonstrasi itu akan menarik orang lain: "Kalau seseorang sebelumnya acuh tak acuh ketika mereka melihat poster atau stiker kami, barangkali orang itu akan memutuskan bahwa mereka tidak mendukung perang."

Menjadi aktivis anti-perang di Rusia adalah hal yang berbahaya. Kelompok-kelompok hak asasi mengatakan ada lebih dari 16.000 penahanan di seluruh negeri untuk tindakan anti-perang.

Sangat sedikit orang yang sekarang secara terang-tengan menentang perang. Mereka yang bicara berisiko ditangkap atau kehilangan pekerjaan, posisi di universitas, atau bisnis mereka.

"Ada protes [jalanan] menentang perang pada pekan pertama," jelas Vorobei.

"Mereka semua dibubarkan dengan cara yang paling kejam - polisi menggunakan taser, tongkat, warga benar-benar tidak berdaya. Dan kemudian Anda mungkin disiksa di kantor polisi. Ini benar-benar menakutkan," kata Mitya.

Pihak berwenang mengatakan sebagian besar warga Rusia mendukung apa yang disebut Kremlin sebagai "operasi militer khusus" di Ukraina, dan mereka menyangkal tuduhan bahwa para aktivis dianiaya.

Sangat sulit untuk mengukur berapa banyak orang di Rusia yang menentang perang. Baik jajak pendapat negara bagian maupun yang dilakukan oleh peneliti independen menempatkan tingkat dukungan publik untuk kampanye militer sekitar 70%.

Namun, para kritikus mengatakan jajak pendapat dalam sistem otoriter seperti Rusia tidak dapat dipercaya, karena masyarakat kerap memberikan tanggapan yang tidak jujur karena takut akan dampaknya.

Warga Rusia biasanya enggan berbicara blak-blakan tentang politik dengan orang asing.

Namun, Vitaly adalah salah satu dari orang-orang Rusia yang mau bicara.

Kami berangkat ke Smolensk, sebuah kota di Rusia barat, untuk menemuinya. Pria mantan teknisi pesawat berusia 32 tahun itu telah menggelar protes publik di pusat kota Smolensk setiap hari sejak perang dimulai.

Selama tujuh bulan terakhir, ia hanya absen tiga hari - ketika ia di penjara atau di pemakaman.

"Mengapa saya keluar setiap hari? Untuk menciptakan reaksi berantai protes," katanya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: