Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

ID Food Mitigasi Ancaman Perubahan Iklim terhadap Sistem Pangan

ID Food Mitigasi Ancaman Perubahan Iklim terhadap Sistem Pangan Kredit Foto: Boyke P. Siregar
Warta Ekonomi, Jakarta -

Sebagai upaya antisipasi perubahan iklim di tahun 2023 mendatang, Holding Pangan ID Food berupaya untuk mempersiapkan mitigasi dampak terhadap sektor pangan.

Komisaris Utama PT RNI /ID Food, Bayu Krisnamurthi mengatakan sebagai upaya langkah mempersiapkan sejak dini dampaknya terhadap pengembangan bisnis di sektor pangan. 

"Pasalnya, iklim di tanah air selama tahun 2022 ini banyak hujan,dan akankah di tahun 2023 kering?, Ia pun menyiapkan jajarannya di ID FOOD untuk antisipasi dampak anomali iklim di tahun depan dan dampak perubahan iklim di masa-masa mendatang," Ujar Bayu dalam keterangan tertulis yang diterima, Sabtu (29/10/2022). 

Sementara itu, Direktur Utama Holding Pangan ID FOOD, Frans Marganda Tambunan menyebut momentum G20 khususnya sektor pangan, ID FOOD komitmen dalam menjaga keseimbangan hulu dan hilir pangan dalam menghadapi tantangan variabilitas dan perubahan iklim.

Termasuk persiapan antisipasi, adaptasi dan mitigasinya melalui kolaborasi dengan para Stakeholders, meliputi pakar pangan, pengamat, pelaku usaha pangan hingga akademisi untuk membahas persiapan dan langkah - langkah dalam mengantisipasi dan beradaptasi menghadapi tantangan variabilitas iklim di tahun 2023 mendatang.

“Kami akan adakan forum diskusi publik secara berkelanjutan dengan para Pakar, Akademisi untuk mendukung transformasi hulu hilir pangan. Konsepnya pun bergaya Podcast agar Milenial, Pelajar dapat ikut serta belajar sektor pangan,” ujar Frans

Sementara itu, Akademisi IPB University, Akhmad Faqih, Dosen Departemen Geofisika dan Meteorologi FMIPA IPB University pada kegiatan Foodcast IDFOOD Talk beberapa waktu lalu mengatakan bahwa tiga tahun terakhir ini tepatnya sejak tahun 2020 hingga 2022 saat ini, iklim di Indonesia cenderung lebih basah dari biasanya. 

“Jadi ini yang karena fenomena La Niña, salah satu yang menyebabkan kenapa kondisi kita ini di 2022 masih lebih basah dari biasanya dan sering hujan,” jelas Faqih.

Faqih melanjutkan, fenomena La Nina menyebabkan sebagian besar wilayah Indonesia mengalami musim yang lebih basah, dengan penerimaan curah hujan lebih tinggi dari kondisi normalnya. 

Baca Juga: Naik 2,29%, Produksi Beras Nasional Tembus 32 Juta Ton Tahun Ini

Namun demikian dampak La Nina kemungkinan tidak sama di wilayah lain, seperti di benua Amerika, sebagian mereka justru mengalami kekeringan. Jadi dengan adanya perbedaan pengaruh fenomena La Nina ini apabila kita kaitkan dengan pangan global, maka pengaruhnya juga akan berbeda. 

Menurutnya dampak La Nina tergantung pada keterkaitannya dengan sirkulasi udara global dan faktor lainnya yang juga mempengaruhi.

“Kejadian ‘triple-dip’ La Nina yang berkepanjangan selama tiga tahun ini tidak hanya mempengaruhi Indonesia, tetapi juga negara-negara G20 lainnya. Seperti halnya Indonesia yang mengalami peningkatan presipitasi yang lebih tinggi dari normalnya, negara Afrika Selatan, Australia, India, sebagian Kanada juga mengalami hal serupa. Sebaliknya negara-negara G20 seperti Amerika terutama di bagian selatan, Saudi Arabia, Brazil, dan Mexico justru mengalami kondisi yang lebih kering dari biasanya,” pungkasnya

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Djati Waluyo
Editor: Boyke P. Siregar

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: