Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Komisi UE Proyeksikan Porsi Minyak Sawit di Kawasan Ini Turun 9 Persen

Komisi UE Proyeksikan Porsi Minyak Sawit di Kawasan Ini Turun 9 Persen Pekerja menurunkan Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit dari atas mobil di Desa Lemo - Lemo, Kabupaten Mamuju Tengah, Sulawesi Barat, Sabtu (2/7/2022). Harga TBS kelapa sawit tingkat pengepul sejak sebulan terakhir mengalami penurunan harga dari Rp2.280 per kilogram menjadi Rp800 per kilogram disebabkan banyaknya produksi. | Kredit Foto: Antara/Akbar Tado
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pangsa minyak sawit dalam penggunaan biodiesel dan makanan di Uni Eropa diperkirakan akan turun secara signifikan dalam satu dekade mendatang. Hal tersebut akan berimbas pada penurunan impor minyak sawit secara signifikan.

Mengutip Reuters, Komisi Uni Eropa dalam prospek pertanian 2022-2032 memproyeksikan porsi minyak sawit akan mencapai 9 persen dari total produksi biodiesel pada tahun 2032, turun dari rata-rata 23 persen untuk tahun 2019-2021.

Baca Juga: Sepertiga Desember 2022 Terlewati, Harga CPO Domestik Tercatat Segini

Di bawah arahan program energi terbarukan Uni Eropa, bahan bakar berbasis minyak kelapa sawit yang dituduh terkait dengan deforestasi akan dihapuskan secara bertahap pada tahun 2030. Berbeda dengan minyak sawit yang dipangkas, pangsa biodiesel energi berkelanjutan diharapkan tumbuh menjadi 42 persen pada tahun 2032 dari 29 persen pada 2019-2021.

"Biodiesel dari limbah minyak dan lemak ini mencapai 26 persen, naik dari 23 persen, dan biodiesel lanjutan lainnya sebesar 16 persen, naik dari 6 persen," dikutip seperti laporan Reuters, Senin (12/12).

Saat ini, Indonesia tengah menunggu hasil gugatan di World Trade Organization (WTO) terkait kebijakan diskriminasi sawit yang diterapkan Uni Eropa, yakni kebijakan Renewable Energy Directive (RED) II.

Dirjen Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Djatmiko Bris Witjaksono menjelaskan, gugatan Indonesia untuk Uni Eropa tersebut prosesnya masih panjang untuk diputuskan menang atau kalahnya. Kendati begitu, Djatmiko menegaskan sawit Indonesia punya potensi pasar yang besar.

"Uni Eropa termasuk yang besar, tapi bukan yang terbesar. Yang terbesar RRT (China), India, sekarang Pakistan juga terbesar. Afrika, Timur Tengah juga meningkat. Jadi tidak ada masalah. Di dalam bisnis semua jadi pasar. Potensinya ada di mana-mana," kata Djatmiko, beberapa waktu lalu.

Perlu diketahui, ekspor minyak sawit Indonesia ke Uni Eropa hampir mencapai 5 juta ton atau sekitar 14 persen dari total ekspor 35 juta ton pada 2021. Meskipun demikian, Djatmiko meyakini bahwa kebijakan diskriminatif Uni Eropa tersebut tidak akan membuat performa perdagangan sawit Indonesia ciut.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: