Anggota Komisi V DPR Suryadi Jaya Purnama khawatir penaikan tarif KRL commuter line akan mendorong peningkatan penggunaan kendaraan pribadi.
Sekedar informasi pemerintah saat ini tengah mengkaji skema pemberian subsidi public service obligation (PSO) untuk tarif KRL supaya lebih tepat sasaran. Gagasan itu muncul untuk memastikan subsidi yang digelontorkan pemerintah bagi masyarakat kurang mampu lebih tepat sasaran.
"Saya menganggap bahwa adanya diskriminasi tersebut justru akan membuat orang-orang kaya akan kembali menggunakan kendaraan pribadi dan malah berpotensi menyebabkan kemacetan," tegas Suryadi di Jakarta, kemarin.
Ia mengingatkan bahwa transportasi massal ditujukan untuk semua kalangan, baik itu orang yang kaya maupun tidak. Dimana ia menilai KRL bermanfaat memberikan bantuan transportasi kepada masyarakat yang tidak mampu dan di sisi lain membantu mengurangi kemacetan jika orang-orang yang mampu beralih dari moda kendaraan pribadi ke moda transportasi massal seperti KRL.
"Oleh sebab itu kami menolak kebijakan yang diskriminatif tersebut," tegasnya. Sebelumnya juga, pihaknya telah menyatakan penolakan atas rencana kenaikan tarif KRL. Apalagi Ia menilai subsidi Rp 3,2 triliun untuk pengguna kereta api pada tahun 2022 oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub) masih sangat minim.
"Kita menilai secara teknis KRL Commuter Line masih mengalami over load di jam-jam sibuk, sehingga pengguna KRL belum bisa merasakan kenyamanan sepenuhnya. Dan untuk tahun 2023, kita minta subsidi untuk transportasi massal seperti KRL sebaiknya diperbesar agar semakin banyak orang yang meninggalkan kendaraan pribadi dan berpindah ke transportasi massal," pungkasnya.
Sebelumnya, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menjelaskan akan ada penyesuaian pada tarif KRL Commuter Line untuk orang-oang kaya agar subsidi bisa tepat guna.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Boyke P. Siregar
Tag Terkait:
Advertisement