Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Biaya Relatif Lebih Murah, Gas Dapat Menjadi Jembatan Menuju Transisi Energi

Biaya Relatif Lebih Murah, Gas Dapat Menjadi Jembatan Menuju Transisi Energi Subholding Gas PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) segera melakukan penanganan untuk memastikan layanan gas bumi ke seluruh sektor pelanggan baik industri, komersial dan rumah tangga tidak terganggu sehubungan insiden yang terjadi pada Jumat, (27/5/2022). Insiden terjadi di lokasi bak valve No.140, Jembatan Sei Belumai, Tanjung Morawa, Medan. | Kredit Foto: PGN
Warta Ekonomi, Jakarta -

Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro menilai gas bumi dapat dimanfaatkan sebagai jembatan transisi energi di Indonesia. 

Pasalnya, pemanfaatan gas bumi untuk transisi energi secara relatif berpotensi dapat mengurangi biaya transisi energi yang diproyeksikan masih cukup mahal. 

"Kegiatan usaha hulu gas bumi yang sudah relatif lebih mapan, menyebabkan kebutuhan investasi serta harga jual dari gas yang akan diproduksikan lebih mudah untuk diprediksikan," ujar Komaidi dalam laporannya, Selasa (17/1/2023).

Baca Juga: Atasi Water Blocking pada Sumur Gas, Lemigas Luncurkan Organic Foaming Agent

Komaidi menilai bahwa gas bumi merupakan sumber energi yang dapat menjadi pilihan utama dalam pelaksanaan transisi energi. Dari sisi jumlah, ketersediaan gas bumi cukup memadai.

Selain itu, dari perspektif lingkungan, gas bumi juga relatif lebih ramah lingkungan jika dibandingkan dengan minyak bumi dan batu bara.

Menurutnya, berdasarkan sejumlah publikasi seperti dari Pusat Data dan Teknologi Informasi KESDM tahun 2017, emisi pembakaran gas bumi relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan minyak bumi dan batu bara.

Jika dibandingkan dengan minyak bumi, emisi pembakaran gas bumi lebih rendah sekitar 20 g CO2e/MJ. Sementara jika dibandingkan dengan batu bara, emisi pembakaran gas bumi lebih rendah sekitar 43 g CO2e/MJ.

"Jika mengacu pada catatan poin 2 dan terkait volume konsumsi minyak bumi Indonesia telah mencapai kisaran 1,6 juta barel per hari, perbedaan emisi pembakaran antara minyak bumi dan gas bumi selama satu tahun dapat mencapai kisaran 72,33 juta ton CO2e. Artinya jika Indonesia mengkonversi sekitar 50% konsumsi minyaknya dengan menggunakan gas bumi, hal tersebut sudah akan menurunkan emisi sekitar 36,16 juta ton CO2e," ujarnya. 

Kemudian, terkait volume konsumsi batu bara Indonesia tahun 2023 yang diproyeksikan mencapai kisaran 195,9 juta ton dan mengacu pada catatan poin dua tersebut, perbedaan emisi pembakaran antara batu bara dan gas bumi selama satu tahun dapat mencapai kisaran 246,71 juta ton CO2e. 

"Artinya jika Indonesia mengonversi sekitar 50% konsumsi batu baranya dengan menggunakan gas bumi, hal tersebut sudah akan menurunkan emisi sekitar 123,35 juta ton CO2e," ungkapnya. 

Lanjutnya, peningkatan pemanfaatan gas bumi dapat membantu merealisasikan komitmen Indonesia menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 29 persen atau setara dengan 834 juta ton CO2e pada tahun 2030 dari kondisi Business as Usual (BaU). Dari target tersebut, sektor energi mendapatkan porsi penurunan emisi sebesar 314 juta ton CO2e.

Adapun target penurunan emisi untuk sektor energi tersebut sudah akan dapat dicapai jika Indonesia dapat mengkonversi seluruh konsumsi minyak bumi dan batubara dengan menggunakan gas bumi.

"Penurunan emisi yang dihasilkan dari konversi konsumsi seluruh minyak bumi dan batubara Indonesia dengan gas bumi dapat mencapai kisaran 319 juta ton CO2e, lebih besar dari target penurunan emisi pada sektor energi," tutupnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Djati Waluyo
Editor: Rosmayanti

Advertisement

Bagikan Artikel: