Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Retail Boom di Pasar Saham Tak Sebanding dengan SID yang Aktif

Retail Boom di Pasar Saham Tak Sebanding dengan SID yang Aktif Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

CEO dan Founder Saham Rakyat, Kevin Hendrawan mengatakan retail boom atau masuknya investor ritel pada tahun 2020 sampai dengan saat ini yang membuat investor saham di Indonesia melonjak hingga 4,5 juta pengguna tidak berbanding lurus dengan jumlah pengguna aktif harian. 

Kevin mengatakan, berdasarkan temuan dari Saham Rakyat apa yang terjadi di tahun 2020 sampai sekarang karena ini momen yang dianggap sebagai retail boom, di mana secara mendadak ada lonjakan jumlah investor.

"Retail boom bahwa investor saham dahulu kala sampai 2019 hanya sampai 1,7 juta kemudian di 2023 naik menjadi 4,5 juta yang ada di pasar modal, kenaikannya luar biasa," ujar Kevin dalam Indonesia Financial System Stability Summit 2023, Kamis (23/2/2023).

Baca Juga: Angin Segar Menyapa, Miliarder Kanada Borong Saham Raksasa E-commerce Jack Ma!

Kevin mengatakan, jika dilihat dari kelompok usianya, investor ritel tersebut lebih dari setengahnya berasal dari kelompok umur di bawah 30 tahun.

"Kalau dilihat dari kelompok usia itu mayoritaa atau 58 persen itu di bawah 30 tahun, jadi bisa dikatakan pasar modal Indonesia sampai dengan saat ini dihuni oleh ritel, yang lebih spesifik lagi ritel milenial dan Gen Z," ujarnya. 

Meski begitu, ia menyebut bahwa saat ini beberapa ritel sudah ada yang memensiunkan diri. Dengan kata lain, boom tersebut sangat cepat sekali, lalu menghilang. 

"Dari seluruh SID yang terdaftar hanya ada sekitar 200-300 SID yang aktif bertransaksi harian. Ini kalau dilihat data 2022 kalau tahun ini sekitar 150-180 ribu daily dibandingkan 4,5 juta orang yang mengklaim memiliki SID," ucapnya.

Lanjutnya, ia membeberkan tiga hal yang menjadi alasan investor ritel tersebut tidak dapat bertahan lama di pasar saham. Salah satunya dikarenakan mereka masuk ke pasar saham bukanlah untuk berinvestasi jangka panjang, sehingga banyak dari mereka yang "nyangkut" di saham yang anjlok.

"Faktornya yang utama adalah bukan karena investor ini berinvestasi jangka panjang, namun investor ini mayoritas "nyangkut" floating loss. Dua, karena minimnya literasi, literasi kita masih jauh yang menimbulkan bahwa faktor ketiga masyarakat yang masuk ini adalah masyarakat yang spekulatif ini yang akhirnya pasar modal kita karena dihuni ritel dan mayoriras ritel ini memiliki kapabilitas investasi yang tentunya dibandingkan institusi jauh, sehingga menimbulkan pasar yang volatile karena isinya ritel semua," ungkapnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Djati Waluyo
Editor: Rosmayanti

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: