Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Hidayat Nur Wahid: Empat Pilar MPR Lahir untuk Lanjutkan Keteladanan Para Pendiri Bangsa

Hidayat Nur Wahid: Empat Pilar MPR Lahir untuk Lanjutkan Keteladanan Para Pendiri Bangsa Kredit Foto: MPR
Warta Ekonomi, Jakarta -

Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid atau HNW mengajak para pakar dan kaum terpelajar untuk menguatkan komitmen meneladani kenegarawana para Bapak Bangsa. Pasalnya, tugas MPR ialah meningatkan untuk menyampaikan melalui sosialisasi Empat Pilar MPR RI kepada seluruh lapisan masyarakat, termasuk kepada komunitas IKADIM.

"Sosialisai  kepada IKADIM dimaksudkan untuk menyegarkan ingatan dan menguatkan komitmen menyangkut kehidupan berbangsa dan bernegara, dasar dan ideologi negara, serta konstitusi, agar dapat melanjutkan keteladanan para Bapak dan Ibu Bangsa," kata nya dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (1/4/2023).

Baca Juga: Hidayat Nur Wahid Ungkap Khofifah Masuk Kriteria Cawapres Keinginan Anies Baswedan, AHY Terdepak?

Apalagi, hari ini  Jumat 9 Ramadhan 1444 H, adalah hari yang sangat bersejarah bagi bangsa Indonesia.   Pada  hari ini, 78 tahun yang lalu, adalah hari dan tanggal dimana  proklamasi   kemerdekaan Indonesia digaungkan. Tanggal 17 Agustus tahun 1945, waktu itu bertepatan dengan hari ini Jumat  tanggal 9 Ramadhan tahun 1364 H.

“Artinya, boleh jadi saat ini kita juga sedang merayakan kemerdekaan Indonesia ke 80 dalam hitungan kalender Hijriyah. Dan kita patut mensyukuri karunia kemerdekaan yang telah Allah hadirkan, sambil terus melakukan instrospeksi apa saja yang sudah kita syukuri dan kita capai selama ini,” kata Hidayat Nur Wahid menambahkan.

Pernyataan  itu disampaikan HNW pada acara Sosialisasi Empat Pilar MPR RI dan Bedah Buku “MSDM Dalam Prespektif Islam”,  karya tulis    Ikatan Doktor Ilmu Manajemen. Acara tersebut berlangsung di Ruang Abdul Muis DPR RI Gedung Nusantara Komplek MPR DPR, Jumat (31/3/2023). Ikut hadir pada acara tersebut Wakil Ketua MPR Dr. Jazilul Fawaid SQ, MA., Presidium IKADIM yang juga Anggota Fraksi PKS MPR RI Dr. Jazuli Juwaini MA., serta jajaran pengurus IKADIM dan Universitas Negeri Jakarta.

Menurut Hidayat terdapat dua sistem penanggalan pada proklamasi kemerdekaan Indonesia. Hal ini menjadi bukti suburnya kebhinekaan bangsa Indonesia, yaitu kebhinekaan yang Tunggal Ika yang telah terjadi sejak lama sebelum lahirnya bangsa Indonesia.

"Kompromi tentang Pancasila sebagai dasar dan ideologi bangsa Indonesia disepakati pada 22 Juni 1945. Tetapi pada 17 Agustus sore, masuklah berbagai aspirasi dan keberatan. Yang menarik keberatan itu bukan menjadi  pembelah bangsa. Berbeda dengan kenyataan saat sekarang, di mana perbedaan memunculkan istilah kadrun, kampret dan seterusnya. Padahal,  para bapak dan ibu bangsa sudah memberikan keteladanan dalam mensikapi perbedaan, dan kemampuan membuat solusi dan kompromi untuk kemaslahatan bangsa dan negara," ungkapnya.

Hidayat yang juga anggota Komisi VIII DPR mengatakan, pidato tentang Pancasila sebagai dasar dan Ideologi negara  pada sidang BPUPK  31 Mei- 1 Juni 1945 melahirkan dua poros ideologi  besar, yaitu kebangsaan dan keagamaan Islam.

Namun, keduanya bukan saling membelah dan memisahkan. Baik  poros ideologi nasionalis kebangsaan maupun  nasionalis religius berupaya menemukan kompromi, agar kebhinnekaan itu menghadirkan ketunggal ikaan.

Selanjutnya dibentuklah panitia kecil terdiri dari 8 orang. Pada 1 Juni, sesudah menyampaikan pidato tentang Pancasila, dibentuklah panitya 8 untuk merumuskan kesepakatan. Oleh  Bung Karno, keanggotaan panitia kecil itu diubah dengan alasan tidak seimbang. Karena dari 8 anggota panitia kecil  6 diantaranya merupakan anggota poros ideologi kebangsaan, dan hanya dua orang dari keagamaan.

“Bung Karno memperlihatkan kenegarawanannya, mengubah panitia delapan menjadi panitia Sembilan dengan mengakomodir semua kelompok.  Ada  empat orang poros ideologi kebangsaan. Yaitu,  Soekarno, Hatta, Moh. Yamin dan A. Soebardjo, serta  satu kelompok kebangsaan Nasrani AA. Maramis. Lalu  empat orang dari kelompok kebangsaan Islam,  terdiri dari dua  ormas Islam,  KH. Wahid  Hasyim (NU) dan KH Kahar Muzakir (Muhammadiyah)  serta 2 dari partai Islam H.  Abikoesno Tjokrosoejoso dan H. Agus Salim. Kelompok Sembilan menghasilkan kompromi tentang Pancasila pada 22 Juni, dan dikenal sebagai Piagam Jakarta,” ungkap Hidayat.

Ternyata, hasil kompromi Pancasila 22 Juni, itu  diprotes oleh masyarakat Indonesia Timur karena sesuai prinsip kenegarawanan yg mengedepankan maslahat terbesar, keberatan tersebut diterima, sehingga lahir kesepakatan final Pancasila 18 Agustus. Sila pertamanya berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa.  

Dioa menegaskan, hikmah besar yang harus dipelajari dan diteladani dari para pendiri bangsa, terutama oleh kalangan terpelajar seperti IKADIM dan oleh MPR maka dilahirkanlah Empat Pilar MPR RI. Agar dengan demikian pemahaman terhadap 4 pilar MPR RI selain mensejarah, melanjutkan keteladanan juga berkemampuan untuk mengawal dan mengawasi perjalanan kebangsaan.

"Agar bila ada yang menyimpang bisa diluruskan. Agar bila ada masalah bisa dicarikan solusinya. Dan agar mampu menjawab tantangan dan peluang zaman tanpa kehilangan jatidiri sebagai Bangsa dan Negara Indonesia. Agar dengan demikian cita2 proklamasi dan reformasi selalu dapat diperjuangkan dan diwujudkan," tegasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ayu Rachmaningtyas Tuti Dewanto
Editor: Fajria Anindya Utami

Advertisement

Bagikan Artikel: