Direktur Eksekutif Traction Energy Asia Tommy Pratama menilai target energi terbarukan untuk transisi energi Indonesia yang berada di angka 23 persen pada 2025 kurang realistis untuk dicapai.
Pasalnya, pemerintah masih bertumpu pada sektor bioenergi yaitu biofuel atau bahan bakar nabati dan biomassa yang digunakan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) co-firing dengan batu bara.
Di mana biofuel atau bahan bakar nabati dan biomassa justru bisa menghasilkan emisi yang lebih tinggi dari energi fosil jika dilihat dari rantai produksi secara keseluruhan.
Baca Juga: Transisi Energi Bukan Sekadar Turunkan Emisi Karbon
"Saat ini kontribusi biofuel pada target ET berkontribusi besar yakni sekitar 11-12 persen. Yang dibutuhkan saat ini adalah diversifikasi energi rendah karbon untuk dapat dikembangkan di Indonesia, seperti solar panel, tenaga angin, micro hydro, dan arus laut bukan justru mengembangkan energi terbarukan yang emisinya akan lebih tinggi dari bahan bakar fosil,” ujar Tommy dalam keterangan tertulis yang diterima, Selasa (4/4/2023).
Tommy mengatakan bahwa bioenergi atau biomassa sifatnya hanya sementara. Karena, misalnya, penggunaan sawit untuk biofuel, itu sempat membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga Rp2,7 triliun.
“Biodiesel saat ini rentan untuk mempertajam kompetisi antara sawit untuk pangan atau energi. Artinya sawit tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan di sektor energi tersebut, sehingga dibutuhkan biodiesel dari generasi kedua atau ketiga, seperti penggunaan minyak jelantah dan bahan baku ganggang di pesisir laut,” ujarnya.
Lanjutnya, guna menemukan solusi untuk transisi energi yang adil, Traction Energy Asia sendiri telah melakukan riset perbandingan dampak lingkungan sosial dan ekonomi dari PLTU Jawa 7 untuk pasokan listrik Jawa Bali yang berbahan bakar batu bara dengan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Sidrap 1 di Sulawesi Selatan.
Perbandingan tersebut menghasilkan bahwa polusi pencemaran dari PLTU Jawa 7 berdampak negatif pada para nelayan karena tidak dapat dapat mencari ikan akibat polusi pencemaran air yang cukup tinggi. Sementara itu PLTB Sidrap 1 justru tidak mengeluarkan polusi udara, sehingga masyarakat bisa beraktivitas dengan baik.
"Diversifikasi energi rendah karbon yang adaptif dengan konteks lokal inilah yang seharusnya dikembangkan oleh pemerintah dengan mengundang investor asing,” ungkapnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Djati Waluyo
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait:
Advertisement