Kasus Brigjen Endar, Eks Penyidik KPK Sebut Firli Bahuri Jadikan KPK Seolah Perusahaannya Sendiri
Imbas kasus pemberhentian paksa Brigjen Endar Priantoro dari jabatan Direktur Penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), eks penyidik KPK, Aulia Postiera, dalam perbincangannya bersama Novel Baswedan (11/4/2023) mempertanyakan sebenarnya siapa yang berwenang dalam mengambil keputusan tersebut.
Aulia menjelaskan bahwa semenjak Indonesia ikut serta bersama dengan negara-negara United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) yang merumuskan Jakarta Statement Principle of Anti-Corruption pada tahun 2012, dijelaskan bahwa pegawai antikoruspi rentan untuk dikriminalisasi hukum dan diserang secara fisik, atau bahkan diserang dengan kariernya. Hal ini yang kemudian membuat pegawai KPK rawan untuk menerima tindakan sewenang-wenang dari pimpinan.
“Pascakegagalan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK), beberapa teman penyidik itu dipindahkan ke unit kerja lain hanya dengan menggunakan surat keputusan,” tutur Aulia.
Baca Juga: Ramai Soal Kasus Brigjen Endar, Eks Penyidik KPK: Yang Bikin Gaduh Itu Kan Firli Cs!
Aulia kemudian menjelaskan bahwa berdasarkan surat keputusan dari Sekjen KPK, penugasan Brigjen Endar Priantoro dari tahun 2022 sampai 2023 memang berakhir sampai 31 Maret. Namun, yang menjadi kejanggalan adalah Kapolri sudah memperpanjang surat tugas tersebut dua hari sebelumnya (29 Maret). Terlebih, bagian penting ini tidak masuk dalam konsiderans dari surat keputusan pemberhentian Endar.
“Makanya saya lihat pemberhentian ini bukan pemberhentian yang normal, pasti ada apa-apanya. Kalau kita lihat di media sosial atau media kan macam-macam spekulasinya. Ada yang mengatakan ini terkait dengan Formula E DKI Jakarta.”
Dalam konteks siapa yang berwenang dalam memberhentikan pegawai KPK, Aulia menjelaskan bahwa KPK dan Polri sama-sama berkoordinasi terkait dengan hal tersebut. Dalam regulasi juga dijelaskan bahwa pimpinan KPK hanya dapat mengembalikan pegawai yang dipekerjakan jika melakukan pelanggaran berat. Pada kasus Endar, tidak ditemukan sama sekali pelanggaran kode etik atau pelanggaran integritas.
“Tapi Firli ini, saya melihatnya ketika menjadi Ketua KPK, dia membuat KPK seperti perusahaannya dia. Kita lihat sendiri gimana dia menjadikan hymne dan mars (KPK) yang dibuat oleh istrinya, serta menjadikan gedung KPK sebagai tempat acara masak-masak. Firli memperlakukan (KPK) seperti perusahaan keluarga dia.”
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Novri Ramadhan Rambe
Editor: Rosmayanti
Advertisement