Yusril Ihza Mahendra menceritakan pengalamannya yang nyaris menjadi presiden RI dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat pada 1999 lalu.
Pendiri Partai Bulan Bintang (PBB) ini menuturkan, di atas kertas MPR itu harus mengesahkannya sebagai calon presiden secara aklamasi. Menurut Guru Besar Ilmu Hukum Tata Negara ini dirinya memenuhi persyaratan yang ditentukan saat itu.
"Karena TAP (Ketetapan) MPR pada waktu itu menyatakan bahwa untuk menjadi calon presiden ada persyaratan-persyaratan tertentu yang harus diserahkan kepada sekretariat jenderal MPR," jelasnya Yusril Ihza Mahendar dalam kanal YouTube PinterPolitik, Rabu (26/5/2023).
Pada hari sidang itu, Yusril tiba di MPR pada pukul 06.30 WIB dan menyerahkan semua berkas persyaratan dan diterima oleh Sekretariat Jenderal MPR.
"Kita tunggu sampai jam 8, tidak ada seorangpun menyerahkan persyaratan, artinya Waktu itu saya bilang kepada teman-teman kalau gitu saya jadi presiden nih, karena menurut TAP MPR kalau satu-satunya calon dia disahkan secara aklamasi," beber Yusril.
Pada hari sidang itu, Yusril tiba di MPR pada pukul 06.30 WIB dan menyerahkan semua berkas persyaratan dan diterima oleh Sekretariat Jenderal MPR.
"Kita tunggu sampai jam 8, tidak ada seorangpun menyerahkan persyaratan, artinya Waktu itu saya bilang kepada teman-teman kalau gitu saya jadi presiden nih, karena menurut TAP MPR kalau satu-satunya calon dia disahkan secara aklamasi," beber Yusril.
Saat sidang dibuka pada pukul 10.00 WIB, beber Yusril, ketua MPR mengumumkan ada tiga calon.
"Saya kaget, ada nama Abdurrahman Wahid, ada nama Megawati Soekarno Putri, ada nama saya terakhir,"urainya.
Yusril mengaku melihat pemandangan berbeda saat itu, ada ribut-ribut antara pimpinan MPR saat itu.
"Belakangan baru saya tahu mereka protes, Kenapa jadi ada tiga, kan cuma satu calonnya gitu," jelasnya.
Yusril mengaku didatangi oleh sejumlah anggota MPR terutama dari kelompok poros tengah, bahkan sampai didorong-dorong ke tembok.
Mereka yang mendesak mundur saat itu, karena Yusril dianggap masih terlalu muda dan tidak berpengalaman.
"Pada waktu itu alasannya itu saya disuruh mundur karena saya masih terlalu muda, saya masih sekitar 42 tahun pada waktu itu, kedua nggak pengalaman katanya. Sebenarnya memang Gus Dur sama Mega itu punya pengalaman apa, saya bilangnya. Saya punya pengalaman lebih banyak di pemerintahan daripada dua orang itu. Saya bilangnya Kalau dari segi pendidikan ya mungkin pendidikan saya lebih baik daripada dua orang itu," bebernya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement