Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Wapres Ma'ruf Amin Nilai Ekonomi Syariah dan Pajak Punya Tujuan yang Sama

Wapres Ma'ruf Amin Nilai Ekonomi Syariah dan Pajak Punya Tujuan yang Sama Kredit Foto: Setwapres
Warta Ekonomi, Jakarta -

Wakil Presiden Ma'ruf Amin menilai, ekonomi dan keuangan syariah memiliki kesamaan dalam hal tujuan, yaitu untuk mengikis ketimpangan sosial di masyarakat.

"Ekonomi syariah dan pajak sejatinya memiliki nafas yang sama. Keduanya didorong antara lain adalah untuk mengurangi ketimpangan," ujar Ma'ruf dalam sambutanya di acara Asia Pacific Tax Forum ke-14, Rabu (3/5/2023).

Ma'ruf mengatakan, ketimpangan telah menjadi persoalan global sejak dulu. Bahkan, potret ketimpangan pendapatan itu menyasar hampir seluruh negara, termasuk negara maju. 

Baca Juga: Pertumbuhan Ekonomi Asia Pasifik Naik, Wapres Ma'ruf Amin: Momentum Ini Harus Direspons Bijak

Ia menyebut pada periode 1993 sampai 2015, pertumbuhan riil pendapatan 1% kelompok paling kaya di Amerika Serikat secara kumulatif mencapai 95%, sementara 99% warga negara lainnya hanya tumbuh 14%.

Maka dari itu, saat ini merupakan momen panggilan moral bagi para pemimpin negara dan ekonom untuk mendesain bingkai keadilan ekonomi, salah satunya melalui instrumen pajak yang selaras dengan bingkai tujuan besar tersebut. 

"Ekonomi syariah masuk dalam gerbong ini karena di dalamnya terkandung prinsip, konsep, kebijakan, dan muamalah yang selini dengan arus besar keadilan ekonomi," ujarnya.

Lanjutnya, ia mengatakan bahwa pengembangan ekonomi syariah yang berkontribusi besar untuk mewujudkan keadilan ekonomi, salah satunya adalah zakat. 

Zakat dinilai sebagai instrumen dana sosial syariah, zakat menjadi salah satu bidang yang digarap dengan serius di Indonesia.

Dalam konteks kebijakan fiskal, zakat merupakan salah satu instrumen yang fungsi awalnya menyerupai instrumen fiskal yang ada saat ini. 

Pada sisi pendapatan, zakat merupakan bagian yang dihimpun oleh amil dari harta kena zakat yang dibayarkan oleh muzaki. Pada sisi pengeluaran, zakat yang dicatat adalah besaran distribusi zakat kepada delapan golongan asnaf. 

"Bagi Indonesia, meskipun bukan bagian dari anggaran negara, zakat sangat bisa menjadi salah satu instrumen penyokong kebijakan fiskal, yakni melalui perannya dalam membantu pemerintah pada pos-pos tertentu yang sesuai dengan peruntukan zakat seperti pengentasan kemiskinan, stunting dan perlindungan sosial," ungkapnya.

Di Indonesia sendiri, selama 2022 Badan Amil Zakat Nasional dan seluruh pengelola zakat telah melakukan pengentasan kemiskinan kepada kurang lebih 463 ribu mustahik fakir miskin, di mana sekitar 194 ribu di antaranya merupakan orang miskin ekstrem.

Angka tersebut memberikan kontribusi sebesar 1,76% terhadap pengentasan kemiskinan nasional per September 2022.

Selain itu, ia melihat bahwa zakat mampu menjadi stabilisator otomatis fiskal, hal tersebut tak terlepas dari peran zakat yang nantinya akan dibelanjakan kepada kelompok miskin, sehingga konsumsi kelompok ini dapat terus berjalan tanpa terlalu terpengaruh oleh kondisi ekonomi, sehingga membuat situasi menjadi lebih stabil.

"Dalam kaitannya dengan pajak, fungsi zakat dapat dikatakan beririsan dengan fungsi pajak, yakni meredistribusi kekayaan. Praktik di sejumlah negara menunjukkan, bahwa zakat dapat mengurangi pajak penghasilan, misalnya di Malaysia," ucapnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Djati Waluyo
Editor: Rosmayanti

Advertisement

Bagikan Artikel: