Netizen Harus Waspada, Medsos Ternyata Jadi Gudangnya Penipuan Transaksi Digital
Dalam rangka kampanye Gerakan Nasional Literasi Digital di Indonesia, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bersama dengan Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi menyelenggarakan webinar Literasi Digital #MakinCakapDigital 2023 untuk segmen komunitas di wilayah Kabupaten Toli-Toli, Sulawesi Tengah dengan tema "Perlunya Perlindungan Data Pribadi Saat Transaksi Online" pada Selasa (23/5/2023).
Masyarakat Indonesia telah memilih digital sebagai salah satu dunianya. Hal itu dapat dilihat dari hasil survei We Are Social dan HootSuit pada awal tahun 2023 di mana pengguna internet di Indonesia mencapai 212,9 juta atau 77 persen dari total populasi. Namun dari data Badan Pusat Statistik (BPS) 2018 dari tiga subindeks, Indeks Pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi (IP-TIK) Indonesia, subindeks keahlian yang memiliki skor paling rendah dari data yang dirilis 2019.
Baca Juga: Tersangka Korupsi Proyek BTS Kominfo Bertambah
“Sehingga memang perlu langkah-langkah dari pemerintah, salah satunya melalui Siberkreasi ini untuk meningkatkan indeks keahlian digital,” ungkap nara sumber kegiatan literasi digital #makincakapdigital 2023 untuk segmen komunitas di Kabupaten Toli-Toli, Sulawesi Tengah, Selasa (23/5/2023).
Saat bicara mengenai transaksi digital, maka akan terkait dengan penggunaan aplikasi dompet digital, dan atau kita juga harus paham loka pasar atau marketplace dan bagaimana bertransaksi digital dengan aman. Hal ini berkaitan dengan maraknya penipuan transaksi online, di mana transaksi secara digital ini dilakukan karena kemudahannya.
Sejak tahun 2017 hingga 2022, laporan Kominfo terkait penipuan transaksi online sendiri telah mencapai 405 ribu kasus. Sementara itu ditemukan pula investasi online fiktif 19 ribu kasus dan jual beli online sebanyak 12 ribu kasus, di mana dari kasus tersebut paling banyak penipuan dilakukan melalui media sosial.
Media sosial sendiri termasuk saluran komunikasi yang paling banyak diakses masyarakat. Setidaknya menurut survei We Are Social rata-rata setiap orang menghabiskan waktunya selama 3 jam lebih dalam sehari di media sosial.
Dengan kecenderungan tersebut, masyarakat perlu mengenali ciri-ciri penipuan online shop palsu yang kerap menjaring korban melalui media sosial. Seperti menawarkan harga barang yang dibawah rata-rata atau tidak wajar, lalu followernya palsu, kolom komentar dinonaktifkan, tertimoni dn rekening biasanya juga mencurigakan, dan tindakan penipuan biasanya fokus pada pembayaran.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Aldi Ginastiar
Tag Terkait:
Advertisement